Ekonomi Pembangunan di Indonesia
Makalah
Ekonomi
Pembangunan
Pembangunan
Daerah,Utang Luar Negeri,dan Pembiayaan Pembangunan
di
Indonesia
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
1.Sahat Silverius Sijabat
2.Genesis Sembiring
3.Gusti
Artnifora
A REGULER
PENDIDIKAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TAHUN 2013
Kata
Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang
Maha Kuasa atas kuasa dan kehadirat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah
dari bapak dosen pengampu matakuliah Ekonomi
Pembangunan Bapak DR.Eko Nugraha,M.Si ,dengan judul Pembangunan
Daerah,Utang Luar Negeri,dan Pembiayaan Pembangunan di Indonesia dengan tepat waktu dan ditujukan bagi
pemenuhan tugas kuliah disemester ini dan juga untuk menambah wawasan kita
tentang materi tersebut.
Adapun
kami menyadari bahwa pada makalah kami ini masih banyak kekurangan. Untuk itu,
besar harapan kami sebagai penulis kepada pembaca untuk menyampaikan kritik dan
saran dalam penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih
Medan, Maret 2013
penulis
Daftar
Isi
Kata
Pengantar.................................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................................
Bab 1. Pendahuluan............................................................................................................
1.1.Latar
Belakang..................................................................................................
1.2.
Tujuan..............................................................................................................
1.3.Tinjauan
Pustaka..............................................................................................
Bab 2. Pembahasan..............................................................................................................
2.1.Pembangunan
Daerah.........................................................................................
2.2.Utang
Luar
Negeri..............................................................................................
2.3.Pembiayaan
Pembangunan di Indonesia...........................................................
Bab 3. Penutup...................................................................................................................
3.1.Kesimpulan
Materi............................................................................................
3.2.
Saran-Saran......................................................................................................
Daftar
Pustaka.....................................................................................................................
Bab
1
Pendahuluan
1.1.Latar
Belakang
Pengalaman menunjukkan bahwa diberbagai negara bahwa
ada salah satu syarat yang diperlukan untuk menunjukkan tingginya tingkat
keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah yaitu dimulai dari
mantapnya pemahaman dari para aparat terkait tentang makna indikator-indikator
dan variable-variabel pembangunan serta pengertian kebijaksanaan yang
diterapkan oleh pemerintah pusat dan daerah, dimana kedua kebijaksanaan
tersebut harus saling melengkapi ataukan searah. Pemahaman yang memadai tentang
indikator pembangunan daerah ini akan mengakibatkan semakin terarahnya
pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan dan semakin tingginya responsi
masyarakat dalam menyukseskan dan mencapai sasaran yang telah ditargetkan.Hal
ini saya anggap perlu mendapatkan perhatian terutama dari pihak-pihak
pengambilan keputusan, mengingat proses panjang perjalanan bangsa ini untuk
mengisi kemerdekaan harus mendapatkan perhatian dari kita semua. Persentase
keberadaan Bangsa Indonesia belum beranjak dari starting point pada masa kita
memproklamirkan kemerdekaan.
1.2.Tujuan
Makalah ini Bertujuan untuk menguraikan sekelumit
indikator-indikator dan variable-variabel serta kebijaksanaan ekonomi makro
dibarengi dengan sekelumit uraian pendukung dalam Pembagunan Daerah, termasuk
contoh-contoh yang bisa dapat lebih mempermudah untuk memahaminya beberapa
indikator tersebut. Meskipun demikian, para pembentuk definisi juga masih
sering mempunyai perbedaan pandangan tertentu dalam mengemukakan definisinya
terutama untuk hal-hal yang sangat abstrak.
Pengertian pembangunan daerah harus ddilihat secara
dinamis, bukan dilihat sebagai konsep statis yang selama ini sering kita anggap
sebagai suatu kesalahan yang wajar. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu
orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. ” Development is not a
static concept. It is continuously changing“.Artinya juga bisa dikatakan
bahwa pembangunan itu sebagai “never ending goal”.
Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu
perubahan sosial budaya. Pembangunan supaya menjadi suatu proses yang dapat
bergerak maju atas kekuatan sendiri tergantung kepada manusia dan struktur
sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka.
Pembangunan tergantung dari suatu innerwill, proses emansipasi diri.
Dan suatu partisipasi kreatif dalam proses pembangunan hanya menjadi mungkin
karena proses pendewasaan.
Indonesia, sebagai kelompok negara berkembang pada
umumnya melakukan dan sedang di dalam proses perubahan-perubahan sosial yang
besar. Proses atau usaha usaha perubahan sosial tersebut dapat berarti suatu
proses dan usaha pembangunan. Pada pokoknya suatu usaha perubahan dan
pembangunan dari suatu keadaan atau kondisi kemasyarakatan yang dianggap lebih
baik dan lebih diinginkan. Artinya ada perubahan dari yang ada sekarang dengan
segala kekurangannya menjadi lebih baik, minimal ada “progress” dari kondisi
yang sekarang ini..
Perubahan-perubahan dalam masyarakat yang bersifat
menyeluruh tersebut, dapat dikembangkan secara sadar oleh pemerintah, yang
sebaiknya pula mewakili kekuatan-kekuatan pembaharuan di dalam masyarakat. Hal
ini sudah pasti sudah sesuai dengan paradigma yang diinginkan yaitu paradigma
pembangunan yang partisipatif yang lebih mengarah kepada aspirasi dari akar
rumput. Akan tetapi pada akhirnya supaya perubahan-perubahan itu mempunyai
kemampuan berkembang yang dinamis, perlulah diperhatikan agar proses tersebut
didukung dan dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pembaharuan dan pembangunan yang
timbul dan bergerak di dalam masyarakat bangsa itu sendiri. Hal ini sangat
penting, jangan sampai proyek pembangunan jalan di lokasi terpencil hanya
pernah dilalui oleh mobil, yang bertugas mengantarkan material ke daerah
tersebut, tanpa menjadi sarana transportasi yang memudahkan masyarakat
menyalurkan hasil produksinya ke pasar..
Harus diakui bahwa secara umum, di negara-negara
berkembang, kekuatan-kekuatan pembaharuan dalam masyarakat relatif masih lemah.
Kekuatan-kekuatan pembaharuan dalam masyarakat ini disebut “autonomous
energies“. Demikianpula usaha untuk menyalurkan dan mengarahkan berbagai
kepentingan dan tuntutan yang sering bertentangan didalam masyarakat dalam
rangka kepentingan nasional dan kepentingan pembangunan yang menyeluruh.
Pembangunan itu sendiri, seperti telah dikemukakan sebelumnya, meliputi
perubahan-perubahan sosial yang besar. Hal tersebut seringkali mengakibatkan
adanya frustasi, alienasi, kegoncangan dalam identitas, dan lain-lain bagi sebagian
masyarakat.
1.3.Tinjauan
Pustaka
Makalah ini bertujuan menggunakan metode sumber
dimana sumber yang di dapat di makalah ini adalah dari buku buku penunjang dan
internet dari situs situs yang dapat di percaa akan keakuratan dan
eksistensinya.
Bab
2
Pembahasan
2.1.
Pembangunan Daerah
Setiap orang bisa saja mengartikan istilah
pembangunan secara berbeda sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga pada
akhirnya definisi tentang pembangunan pun sedemikian banyak dan berbeda satu
sama lain. Oleh karena itu, kita perlu memastikan terlebih dahulu perspektif
inti atas makna dasar pembangunan. Tanpa adanya suatu perspektif dan criteria
yang dapat disepakati bersama, kita tidak akan bisa mengetahui negara mana saja
yang telah mengalami pembangunan secara pesat dan negara mana yang tidak.Hal
ini dimaksudkan agar terdapat satu persepsi yang sama terhadap sesuatu..yang
kalau dalam bahasa penelitian ilmiah harus valid dan reliabel..
Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
social, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping
tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan
pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya, pembangunan itu
harus mencerminkan terjadinya perubahan secara total suatu masyarakat
atau penyesuaian system social secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman
kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok social yang
ada didalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba
lebih baik, baik secara material maupun spiritual.
Pada umumnya pembangunan nasional banyak
Negara-negara sedang berkembang dipusatkan pada pembangunan ekonomi melalui
usaha pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, paradigma tradisional mengenai
pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi.
Dewasa ini, definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah:
suatu proses peningkatan output dalam Jangka Panjang. Yang dimaksud dengan
proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling berkaitan
dan mempengaruhi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi lebih dari sekedar
pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi
yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam: pertama,
perubahan struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua,
perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu
sendiri. Artinya pembangunan yang dilaksanakan tidak dilakukan hanya “secepat
membalik telapak tangan”, akan tetapi dimulai dari proses yang panjang dan
lama, seperti yang kita laksanakan baik melalui RKP (1 tahun), RPJM (5 tahun),
dan RKP (25 tahun)..
Penekanan pada kenaikan pendapatan per kapita (GNP
riil dibagi dengan jumlah penduduk) dan tidak hanya kenaikan pendapatan
nasional riil menyiratkan bahwa perhatian pembangunan bagi negara miskin adalah
menurunkan tingkat kemiskinan. Pendapatan nasional riil (GNP pada tingkat harga
konstan) yang meningkat seringkali tidak diikuti dengan perbaikan kualitas
hidup masyarakat. Bila pertumbuhan penduduk melebihi atau sama dengan
pertumbuhan pendapatan nasional maka pendapatan per kapita bisa menurun atau
tidak mengalami perubahan, dan ini jelas tidak dapat disebut bahwa ada
pembangunan ekonomi di negara tersebut.
Kurun waktu yang panjang menyiratkan bahwa kenaikan
pendapatan per kapita perlu berlangsung terus menerus dan berkelanjutan.
Tahapan-tahapan pembangunan, (sebelumnya dikenal dengan istilah Pelita) baru
merupakan awal dari proses pembangunan. Tugas yang paling berat adalah menjaga
sustainabilitas pembangunan dalam jangka yang lebih panjang.
Yang pasti sudah saatnya Bangsa Indonesia bangkit
bersama untuk meraih cita-cita bersama, minimal se level dengan negara tetangga
kita seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, bahkan kalau perlu
Australia..Tanpa ada komitmen yang jelas dan indikator yang terukur kita akan
sulit untuk mensejajarkan diri dengan negara tersebut..
Ekonomi pembangunan selain mengulas soal alokasi
sumberdaya yang seefisien mungkin dan pertumbuhan output agregat secara
berkesinambungan dari waktu ke waktu, ekonomi pembangunan menitik beratkan pula
perhatiannya pada berbagai mekanisme ekonomis, social, dan institusional yang
harus diciptakan demi meningkatnya standar hidup penduduk miskin di
negara-negara sedang berkembang. Untuk itu, ekonomi pembangunan juga memberikan
perhatian besar kepada formulasi kebijakan-kebijakan public yang sebaik-baiknya
demi menghadirkan serangkaian transformasi ekonomi, social, dan institusional
yang sekiranya dapat berdampak positif terhadap kondisi masyarakat secara
keseluruhan dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu, setiap analisis realistis terhadap
masalah-masalah pembangunan perlu ditopang dengan variable-variabel, baik itu
variable ekonomi maupun non ekonomi sebagai indicator atau tolok ukur
keberhasilan. Indikator-indikator kunci pembangunan secara garis besar pada
dasarnya dapat dikalsifikasikan menjadi: 1) Indikator Ekonomi, dan 2) indicator
Sosial.
Sehingga dapat di simpulkan juga bahwa pembangunan
daerah adalah suatu
proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut.
Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan
berdasarkan pengertian daerah modal. Dengan data yang sangat terbatas sangat
sukar untuk menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam membenikan
gambaran mengenai perekonomian suatu daerah.
Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan, sebab perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan kaeluar dan suatu daerah sukar diperoleh.
Bagi NSB disamping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum. Data yang ada terbatas itupun banyak yang sulit untuk dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian suatu daerah Paradigma Baru Teori pembangunan Daerah
Pada dekade 1960-an dan 1970-an studi pembangunan ekonomi masih didominasi oleh dependencia theory. Pemikiran ini dilandasi oleh kondisi ekonomi dan sosial negara-negara yang masih terbelakang (underdeveloped countries) yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yaitu negara-negara imperalis. Penetrasi MNCs terhadap perekonomian negara-negara sedang berkembang. Pada beberapa kasus kebijakan tersebut menyebabkan nasionalisasi modal asing indenpendency berkembang sebagai respon terhadap kelemahan di dalam dependencia theory. Kemajuan perekonomian di Negara berkembang akan lebih baik melalui industrialisasi yang juga menciptakan keputusan bersama bagi perekonomian global. Pada intinya, pergeseran yang terjadi adalah peranan pemerintah semakin berkurang dalam perekonomian dan selanjutnya perekonomian dikembalikan mekanisme pasar. Peranan swasta melalui MNC’s lebih penting dalam menjalankan roda perekonomian meskipun campur tangan pemerintah masih diperlukan dalam beberapa hal. Kerjasama antara pemerintah dan swasta menjadi lebih baik sebab pada dasarnya investasi asing langsung tidak hanya menghasilkan modal, tetapi juga teknologi. Pergeseran paradigma pembangunan disebabkan pula oleh demonstration effect dari keberhasilan strategi pembangunan negara industri baru Asia (NICs). Peningkatan investasi asing langsung oleh NICs meningkat pada dua dekade terakhir, khususnya pada strategi industri yang berorientasi ekspor.
Mengumpulkan pendapat-pendapat, saran-saran dari kelompo social dan masyarakat, termasuk perguruan tinggi mengenai rencana atau konsep rencana nasional (REPELITA).
Sebelum menyusun dan merumuskan Repelita, setiap unit operasi baik vertical maupun horizontal didalam setiap propinsi harus membuat rancangan sementara rencana pembangunan, disamping program – program rutin bagi tingkat yang lebih tinggi. Badan perencana dari organisasi tersebut menerima dan mempelajari usulan tersebut. Kemudian rencana tersebut dirumuskan dan disinkronisasikan berbentuk sebagai rencana departemen. Kebijaksanaan dasar propinsi disampaikan kepada BAPPENAS melalui departemen dalam negeri. Setelah perumusan Repelita nasional dilaksanakan yang didasarkan pada rencana-rencana departemen dan kebijaksanaan dasar propinsi.Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda.
Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan, sebab perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan kaeluar dan suatu daerah sukar diperoleh.
Bagi NSB disamping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum. Data yang ada terbatas itupun banyak yang sulit untuk dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian suatu daerah Paradigma Baru Teori pembangunan Daerah
Pada dekade 1960-an dan 1970-an studi pembangunan ekonomi masih didominasi oleh dependencia theory. Pemikiran ini dilandasi oleh kondisi ekonomi dan sosial negara-negara yang masih terbelakang (underdeveloped countries) yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yaitu negara-negara imperalis. Penetrasi MNCs terhadap perekonomian negara-negara sedang berkembang. Pada beberapa kasus kebijakan tersebut menyebabkan nasionalisasi modal asing indenpendency berkembang sebagai respon terhadap kelemahan di dalam dependencia theory. Kemajuan perekonomian di Negara berkembang akan lebih baik melalui industrialisasi yang juga menciptakan keputusan bersama bagi perekonomian global. Pada intinya, pergeseran yang terjadi adalah peranan pemerintah semakin berkurang dalam perekonomian dan selanjutnya perekonomian dikembalikan mekanisme pasar. Peranan swasta melalui MNC’s lebih penting dalam menjalankan roda perekonomian meskipun campur tangan pemerintah masih diperlukan dalam beberapa hal. Kerjasama antara pemerintah dan swasta menjadi lebih baik sebab pada dasarnya investasi asing langsung tidak hanya menghasilkan modal, tetapi juga teknologi. Pergeseran paradigma pembangunan disebabkan pula oleh demonstration effect dari keberhasilan strategi pembangunan negara industri baru Asia (NICs). Peningkatan investasi asing langsung oleh NICs meningkat pada dua dekade terakhir, khususnya pada strategi industri yang berorientasi ekspor.
Mengumpulkan pendapat-pendapat, saran-saran dari kelompo social dan masyarakat, termasuk perguruan tinggi mengenai rencana atau konsep rencana nasional (REPELITA).
Sebelum menyusun dan merumuskan Repelita, setiap unit operasi baik vertical maupun horizontal didalam setiap propinsi harus membuat rancangan sementara rencana pembangunan, disamping program – program rutin bagi tingkat yang lebih tinggi. Badan perencana dari organisasi tersebut menerima dan mempelajari usulan tersebut. Kemudian rencana tersebut dirumuskan dan disinkronisasikan berbentuk sebagai rencana departemen. Kebijaksanaan dasar propinsi disampaikan kepada BAPPENAS melalui departemen dalam negeri. Setelah perumusan Repelita nasional dilaksanakan yang didasarkan pada rencana-rencana departemen dan kebijaksanaan dasar propinsi.Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Peranan pemerintah daerah sangat penting dalam kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Peranan yang diberikan selain dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana fisik maupun subsidi langsung, yang juga tidak kalah pentingnya adalah pemerintah daerah juga harus memberikan bimbingan teknis dan non teknis secara terus menerus kepada masyarakat yang sifatnya mendorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat merencanakan, membangun, dan mengelola sendiri prasarana dan sarana untuk mendukung upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal serta melaksanakan secara mandiri kegiatan pendukung lainnya. Daerah juga perlu mendorong terjadinya koordinasi dan kerjasama antar wilayah yang melibatkan dua atau lebih wilayah yang berbeda.
Bagaimana
Mengukur Pembangunan
Pembangunan
selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun negative. Oleh karena itu
dibutuhkan indicator sebagai tolok ukur terjadinya pembangunan. Berikut ini disajikan beberapa indicator pembangunan,
yang secara garis besar dapat di kelompokkan mej adi : 1) indicator ekonomi,
dan 2) indicator social.
Variabel yang termasuk sebagai indikator ekonomi
adalah:
1.
GNP/GDP per
Kapita, yaitu GNP/GDP dibagi dengan umlah penduduk. GNP/GDP
adalah nilai akhir barang dan jasa yang berhasil diproduksi oleh suatu
perekonomian (masyarakat) pada suatu periode waktu tertentu (biasanya satu
tahun). Jika GNP/GDP tersebut dibagi dengan jumlah penduduk maka didapatkan
GNP/GDP per kapita.
Klasifikasi Negara
berdasarkan GNP/GDP atau kelompok pendapatannya dapat saja berubah pada setiap
edisi publikasi Bank Dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia pada tahun 1995
mengklasifikan Negara berdasarkan tingkatan GNP/GDP per kapita sebagai berikut:
o
Negara berpenghasilan rendah, adalah kelompok Negara-negara dengan GNP per
kapita kurang atau sama dengan US$ 695.
o
Negara berpenghasilan menengah adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per
kapita lebih dari US$ 695 namun kurang dari US$ 8.626.
o
Negara berpenghasilan tinggi adalah kelompok Negara-negara dengan GNP/GDP per
kapita di atas US$ 8.626.
Kelemahan dari
indicator ini, tidak memasukkan produksi yang tidak melalui pasar seperti dalam
perekonomian subsisten, jasa ibu Rumah Tangga, transaksi barang bekas,
kerusakan lingkungan, dan masalah distribusi pendapatan.
2. Growth (pertumbuhan),
yaitu perubahan output (GNP/GDP) yang terjadi selama satu kurun waktu tertentu
(satu tahun).
Bank Dunia pada tahun
1993 memperkenalkan beberapa sebutan menyangkut pertumbuhan ekonomi
Negara-negara di dunia yaitu;
o
High Performing Asian Economies (HPAEs), yang diidentifikasi karena memiliki
cirri umum yang sama, seperti pertumbuhan ekspor yang cepat. Kelompok HPAEs ini
dibagi lagi menurut lamanya catatan sukses mempertahankan pertumbuhan ekonomi,
yaitu: Pertama, 4 macan Asia, biasanya diidentikkan dengan Hongkong, Korea
Selatan, Singapura, dan Taiwan. Negara-negara ini tingkat pertumbuhan
ekonominya amat cepat dan mulai mendekati rangking Negara berpenghasilan
tinggi. Kedua, Newly Industrializing Economies (NIEs), meliputi
Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Kelompok Negara-negara ini memilki rata-rata
pertumbuhan GDP riil sebesar 5,5 per sen per tahun.
o
Asia Timur mencakup semua Negara berpenghasilan rendah dan menengah di kawasan
Asia Timur dan Tenggara serta Pasifik.
o
Asia Selatan mencakup Bangladesh, Bhutan, India, Myanmar, Nepal, Pakistan, dan
Srilangka.
o
Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara mencakup Negara-negara berpenghasilan
menengah di kawasan Eropa (Bulgaria, Yunani, Hungaria, Polandia, Portugal,
Rumania, Turki, dan bekas Yugoslavia) dan semua Negara di kawasan Afrika Utara
dan Timur Tengah, serta Afganistan.
o
Sub-Sahara Afrika meliputi semua Negara di sebelah selatan gurun Sahara
termasuk Afrika Selatan.
o
Amerika Latin dan Karibia terdiri atas semua Negara Amerika dan KAribia di
sebelah Selatan Amerika Serikat.
3.
GDP per
Kapita dengan Purchasing Power Parity
Perbandingan antar
negara berdasarkan GNP/GDP per kapita seringkali menyesatkan. Hal ini
disebabkan adanya pengkonversian penghasilan suatu negara ke dalam satu mata
uang yang sama (US dollar) dengan kurs resmi. Kurs nominal ini tidak
mencerminkan kemampuan relative daya beli mata uang yang berlainan, sehingga
kesalahan sering muncul saat dilakukan perbandingan kinerja antarnegara. Oleh
karena itu, Purchasing Power Parity (PPP) dianjurkan sebagai
Pemerataan Pendapatan.
4. Perubahan Struktur Ekonomi
Mengukur tingkat
kemajuan struktur produksi (Pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa). Peranan
sector pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya
sector-sektor manufaktur dan jasa, yang secara sengaja senantiasa diupayakan
agar terus berkembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus
pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga
kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sector perrtanian dan daerah
pedesaan pada umumnya.
5. Kesempatan Kerja
Rendahnya sifat
kewirausahaan penduduk di negara-negara berkembang, memaksa pemerintah di
negara-negara tersebut untuk menyiapkan dan membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakatnya. Dengan pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
diharapkan akan menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi
lainnya.
6. Pengangguran
Tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi di negara-negara berkembang, pada akhirnya menjadi bom
waktu sekitar 15 sampai dengan 20 tahun kemudian, pada saat mereka masuk
sebagai angkatan kerja. Besarnya angkatan kerja yang tersedia di negara-negara
berkembang, tidak diikuti dengan penyediaan lapangan kerja buat mereka sehingga
menyebabkan angka pengangguran menjadi tinggi. Dengan penciptaan lapangan
pekerjaan, baik oleh sector swasta maupun oleh pemerintah, diharapkan angka pengangguran
yang relative tinggi dinegara berkembang akan mengalami penurunan.
Adapun beberapa variable yang termasuk dalam
indikator sosial adalah:
1.
Indeks Mutu
Hidup (IMH) merupakan indeks gabungan dari 1) Harapan hidup
pada usia 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing
indicator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100,
dimana 1 merupakan kinerja terjelek, sedangkan 100 adalah kinerja terbaik.
2.
Human
Development Index (HDI), mencoba merangking semua negara dalam
skala 0 (sebagai tingkatan pembangunan manusia yang terendah) hingga 1
(Pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan atas 3 tujuan atau produk
pembangunan, yaitu: 1) Tingkat Harapan Hidup, 2) Pengetahuan yang diukur dengan
rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca (diberi bobot
dua pertiga) dan rata-rata tahun sekolah (diberi bobot sepertiga), dan 3)
Penghasilan yang diukur dengan pendapatan per kapita riil yang telah
disesuaikan, yaitu disesuaikan menurut daya beli mata uang masing-masing negara
dan asumsi menurunnya utilitas marginal penghasilan dengan cepat.
Indikator kunci pembangunan social ekonomi lainnya
versi United Nations Research Institute on Social Development (UNRISD)
yang dikeluarkan pada tahun 1970, terdiri atas 7 indikator ekonomi dan 9
indikator social, masing-masing:
- Harapan Hidup
- Persentase penduduk di daerah sebanyak 20.000 atau lebih
- konsumsi protein hewani per kapita per hari
- Kombinasi tingkat pendidikan dasar dan menengah
- Rasio pendidikan luar sekolah
- Rata-rata jumlah orang per kamar
- Sirkulasi surat kabar per 1000 penduduk
- Persentase penduduk usia kerja dengan listrik, gas, air dan sebagainya
- Produksi pertanian per pekerja pria di sector pertanian
- Persentase tenaga kerja pria dewasa di pertanian
- Konsumsi listrik, kw per kapita
- Konsumsi baja, kg per kapita
- konsumsi energi, ekuivalen kg batu bara per kapita
- Persentase sector manufaktur dalam GDP
- Perdagangan laur negeri per kapita
- Persentase penerima gaji dan upah terhadap angkatan kerja.
Beberapa indikator yang selama ini dipergunakan
Indonesia khususnya daerah daerah , antara lain:
Laju
Peningkatan Pendapatan
Laju
Penurunan Jumlah Kecamatan Miskin
Laju
Penurunan ketimpangan penerimaan pendapatan
Laju
penurunan kesenjangan harapan hidup
Laju
pengurangan angka kematian bayi
Laju
pengurangan melek huruf
Laju
penurunan pertumbuhan penduduk
2.2.Utang
Luar Negeri
Utang
luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri
dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa
uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional
seperti IMF dan Bank Dunia.
Modal Asing
dalam pembnagunan dibagi menjadi 2, yaitu :
• Modal asing yang tidak dibayar kembali
• Modal asing yang harus dibayar kembali
Aliran Modal ke Sektor Pemerintah
• Pinjaman menurut jangka waktu
• Jangka pendek
• Jangka panjang
• Kredit IMF
• Menurut kreditur
• Sumber resmi
• Swasta
Aliran Modal ke Sektor Swasta
• Investasi langsung (PMA)
• Investasi Portfolio
• Pinjaman dari bank komersial (commercial bank lending)
• Kredit ekspor
• Modal asing yang tidak dibayar kembali
• Modal asing yang harus dibayar kembali
Aliran Modal ke Sektor Pemerintah
• Pinjaman menurut jangka waktu
• Jangka pendek
• Jangka panjang
• Kredit IMF
• Menurut kreditur
• Sumber resmi
• Swasta
Aliran Modal ke Sektor Swasta
• Investasi langsung (PMA)
• Investasi Portfolio
• Pinjaman dari bank komersial (commercial bank lending)
• Kredit ekspor
Faktor-faktor
Penyebab Timbulnya Utang
• Motivasi Negara Donor
• Kepentingan ekonomi dan strategi
• Tanggung jawab moral
• Negara Pengutang
• Saving Investment GAP
• Foreign Exchange GAP
• Trade GAP
• Motivasi Negara Donor
• Kepentingan ekonomi dan strategi
• Tanggung jawab moral
• Negara Pengutang
• Saving Investment GAP
• Foreign Exchange GAP
• Trade GAP
Sumber-sumber
pembiayaan Indonesia
• Ekspor
• Bantuan Luar Negeri
• Investasi asing atau PMA
• Tabungan domestic
Fungsi Bantuan Luar Negeri Bagi Indonesia
Bantuan Luar negeri telah berfungsi sebagai berikut :
• Injeksi
Injeksi adalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan cara menutup
deficit APBN dan neraca pembayaran
• Infus
Infus adalah kebutuhan yang tidak dapat dihindari (adiktif) .
• Ekspor
• Bantuan Luar Negeri
• Investasi asing atau PMA
• Tabungan domestic
Fungsi Bantuan Luar Negeri Bagi Indonesia
Bantuan Luar negeri telah berfungsi sebagai berikut :
• Injeksi
Injeksi adalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan cara menutup
deficit APBN dan neraca pembayaran
• Infus
Infus adalah kebutuhan yang tidak dapat dihindari (adiktif) .
Jumlah dan asal utang Indonesia
Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.[1]Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
- Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
- Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
- Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
- Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
- Singapura dengan USD 3,11milliar
- Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.
Pembayaran utang
Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun.[2] Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.[3]Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010.[4] Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.[5]
Angka kemiskinan dan pengangguran
Sejak krisis, angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Berdasar data Badan Pusat Statistik Nasional Indonesia (BPS) bahwa 17,7 persen atau 39 juta penduduk Indonesia tergolong kategori penduduk miskin. Pengangguran sebanyak 10,4 persen. Di antara 100 juta angkatan kerja menganggur, 10,5 j pengangguran terbuka. pelunasan tersebut berdampak ekonomis dan politisPerbaikan ekonomi makro
Adanya perbaikan ekonomi makro ditandai dengan:- Rendahnya angka inflasi pada September 2006 yang hanya mencapai 0,38 persen yang membuat ekspektasi inflasi tahun 2006 kembali satu digit dibawah 8 persen.
- Pembayaran utang yang berimbang (balance of payment) yang membaik
- Nilai tukar rupiah yang cukup stabil, yaitu sebesar Rp.9.200 per USD.
2.3.Pembiayaan Pembangunan di Indonesia
Pada dasarnya sumber pembiayaan
pembangunan dapat diperoleh dari sumber pembiayaan konvensional dan
non-konvensional. sumber pembiayaan konvensional berasal dari pendapatan
daerah/kota (pajak, retribusi, hibah dll), sedangkan sumber pembiayaan
non-konvensional berasal dari kerjasama pihak pemerintah dengan stakeholder
lain yang terkait baik swasta maupun masyarakat seperti joint venture,
konsesi, konsolidasi lahan dll. Instrument pembiayaan non-konvensional inilah
yang biasanya menjadi sumber pembiayaan alternatif apabila pemerintah mengalami
kendala pendanaan dalam melakukan suatu pembangunan.
Dari berbagai jenis
instrumen pembiayaan yang ada ternyata hanya beberapa saja yang telah
diterapkan di Indonesia secara intensif dan umumnya masih bersifat konvensional
(pajak, pinjaman, retribusi dll). Mengingat makin terbatasnya keuangan negara,
maka akan sangat bermanfaat apabila potensi yang dimiliki masing-masing di
daerah digali secara optimal, khususnya bagi instrumen keuangan yang bersifat
non-konvensional.
Pembiayaan
non-konvensional berupa betterment levies pernah diterapkan di DKI
Jakarta. Betterment levies adalah tagihan modal (capital charges) yang
ditujukan untuk menutupi biaya modal dari investasi prasarana. Tujuannya tidak
lain untuk mendorong masyarakat yang memperoleh manfaat dari adanya prasarana
umum agar turut menanggung biayanya. Dengan demikian, pungutan ini dikenakan
langsung kepada mereka yang memperoleh manfaat langsung dari adanya perbaikan
prasarana umum tersebut. Namun ternyata dalam pelaksanaannya di DKI Jakarta
sering menemui hambatan sehingga untuk saat ini tidak diterapkan kembali.
Adapun beberapa jenis
instrumen non-konvensional lainnya yang sudah mulai diterapkan secara selektif
dibeberapa tempat di Indonesia namun masih dalam taraf penjajagan, seperti
linkage dan land readjustment.
Dalam pembiayaan
linkage, developer diharuskan menyediakan dan membiayai prasarana yang sejenis
di daerah lain yang kurang diinginkan, dalam rangka mendapatkan persetujuan
pembangunan di daerah yang mereka inginkan. Metode semacam ini di Indonesia
sudah mulai dikenal dan diterapkan oleh pemerintah, namun masih terbatas dalam
sektor perumahan. Pemerintah melalui Menteri Negara Perumahan Rakyat menetapkan
bahwa developer perumahan perlu menyeimbangkan pembangunan perumahan mewah,
sedang dan sederhana; dengan kata lain para developer diwajibkan untuk
melakukan pembangunan perumahan sederhana sebagai kompensasi diberikannya izin
untuk membangun perumahan mewah. Adanya ketentuan ini, secara tidak langsung
telah membantu pemerintah dalam penyediaan rumah sederhana dan atau sangat
sederhana.
Sedangkan untuk land
readjustment, walaupun belum merupakan penerapan land readjustment
secara murni, di Indonesia telah dilaksanakan program semacam land
readjustment berupa KIP (Kampoeng Improvement Program), Konsolidasi
Tanah (Land Consolidation), dan Peremajaan Kota (Urban Renewal).
Melihat beberapa upaya
yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menerapkan beberapa
sumber-sumber pembiayaan alternatif ini patut kita apresiasi. Namun masih
dibutuhkan pengeksplorasian lebih lanjut terkait sumber-sumber non-konvensional
sehingga nantinya bisa diterapkan di Indonesia. Pengeksplorasian ini mungkin
bisa berdasar atas studi kasus dari negara-negara didunia yang telah berhasil
mengimplementasikan konsep pembiayaan alternatif mereka. Contohnya seperti
public-private partnership yang dilakukan di Melbourne, Australia, dimana
dikenal dengan istilah Kerangka Kerja Kemitraan Victoria (The Partnerships
Victoria Framework), dimana inti dari kerjasama antar pemerintah dan pihak
swasta ini tidak lain untuk meningkatkan partisipasi pihak swasta dalam
pembangunan
Dengan adanya eksplorasi
dan pengkajian sumber-sumber non-konvensional lainnya diharapkan
permasalahan-permasalahan pembiayaan pembangunan di Indonesia berkurang dan
proses pembangunan dapat berjalan lancar demi kemaslahatan masyarakat Indonesia
Bab 3
Penutup
3.1.Kesimpulan Materi
Pembangunan Daerah yang berusaha untuk meningkatkan
output, menciptakan lapangan kerja, dan mengentaskan kemiskinan, seringkali
gagal di masa-masa lampau hanya karena para ekonom dan perumus kebijakan
lainnya lupa bahwa perekonomian daerah merupakan suatu system social utuh, yang
terdiri dari kekuatan-kekuatan ekonomis dan non-ekonomis yang satu sama lain
saling tergantung. Segenap kekuatan itu selalu berinteraksi, terkadang saling
menunjang, tapi tidak jarang pula bersifat kontradiktif.
Dan Indonesia adalah
Negara besar yang tengah menggeliat, meskipun pernah mengalami krisis ekonomi
pada tahun 2009 lalu namun mampu bertahan.Masih ingatkah kita pada tahun 2009 lalu, saat perekonomian global mengalami kontraksi akibat krisis finansial yang melanda dunia, Indonesia mampu mencatat pertumbuhan sebesar 4,5 persen, tertinggi ketiga setelah China dan India.
Sementara pada 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,5 persen, merupakan pencapaian tertinggi setelah krisis 1997/1998 dan jauh lebih cepat dari laju pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya sebesar 3,9 persen.
Pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia. Mengingat hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada impor barang modal, perekonomian nasional membutuhkan kesinambungan pasokan valas.
Pasokan valuta asing di pasar domestik saat ini sebagian besar berasal dari dana asing dalam bentuk investasi portofolio, yaitu berupa pembelian saham perusahaan lokal, Surat Berharga Negara, atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Aliran modal asing dalam investasi portofolio ini bersifat jangka pendek (hot money) dan rentan terhadap risiko pembalikan (sudden capital reversal).
Sumber dana lain yang sifatnya lebih stabil (sustainable) dapat berasal dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) atau Devisa Utang Luar Negeri (DULN). Namun demikian, dalam pelaksanaannya, tidak seluruh DHE masuk ke dalam negeri. Hal ini mengakibatkan pasar valas domestik secara struktural mengalami kekurangan pasokan, inilah yang dipenuhi oleh aliran modal asing jangka pendek.
Pada 2011, jumlah DHE yang disimpan di luar negeri diperkirakan mencapai US$29 Miliar. Jumlah tersebut lebih dari cukup untuk menggantikan sumber dana pembangunan yang berasal dari ‘uang panas’ sebesar US$16 Miliar pada 2010, dan menyusut menjadi US$6 Miliar pada 2011.
Atas dasar itulah Bank Indonesia pada September 2011 mengeluarkan aturan yang dapat memastikan penerimaan DHE melalui perbankan Indonesia dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/20/PBI/2011 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (DULN) berlaku pada tanggal 2 Januari 2012.
Kebijakan tersebut tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas yang berlaku selama ini (UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar), yaitu setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa. Secara garis besar, aturan ini mewajibkan seluruh DHE diterima melalui bank devisa dalam negeri paling lambat 90 hari setelah tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Namun untuk ekspor 2012 diberi kelonggaran batas waktu penerimaan DHE sampai dengan enam bulan setelah tanggal PEB. Sejalan dengan prinsip kebebasan kepemilikan dan penggunaan devisa, tidak ada kewajiban bagi eksportir untuk menyimpan DHE di bank dalam jangka waktu tertentu dan mengkonversi valas DHE ke mata uang rupiah.
Banyak manfaat yang akan dipetik dari penerapan kebijakan ini. Penempatan DHE melalui perbankan di Indonesia dapat memberikan kontribusi yang optimal secara nasional karena dapat memperkuat stabilitas makroekonomi dan meningkatkan sumber pembiayaan ekonomi yang stabil. Adanya kebijakan DHE ini juga mendukung kebijakan perpajakan terkait dengan restitusi pajak serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas statistik ekspor dan monitoring pasokan valas.
Masuknya DHE ke perbankan nasional akan meningkatkan kesinambungan pasokan valas domestik dan mengurangi ketergantungan pada dana asing berjangka pendek sehingga memperkuat stabilitas nilai tukar dan ketahanan eksternal Indonesia.
Nilai tukar yang stabil mengurangi dampak imported inflation yang dapat mengganggu upaya pencapaian stabilitas harga (inflasi). Lebih jauh, aliran DHE ke perbankan Indonesia juga diharapkan menjadi sumber dana yang dimanfaatkan oleh perbankan, mengaktifkan pasar valas di dalam negeri, dan mendorong pelaku pasar keuangan menciptakan pasar keuangan yang lebih sehat.
Indonesia bukan satu-satunya negara di dunia yang mewajibkan eksportir memasukkan DHE-nya. Di regional ASEAN, Malaysia mewajibkan hasil ekspor dibawa masuk ke perbankan domestik paling lambat 6 bulan setelah tanggal ekspor.
Di Thailand, devisa wajib dibawa masuk ke perbankan domestik paling lambat 1 tahun setelah tanggal transaksi ekspor dan utang luar negeri. Sementara di Filipina, penarikan utang luar negeri untuk kegiatan domestik wajib masuk dan dikonversi ke peso.
Di antara negara-negara emerging market, India mewajibkan hasil ekspor masuk paling lambat 1 tahun setelah tanggal ekspor dan wajib dikonversi ke mata uang lokal. Selain itu, Brazil tidak mewajibkan masuknya hasil ekspor dan utang luar negeri, namun bila masuk ke perbankan nasional wajib dikonversi ke mata uang domestik.
Sambil
terus berupaya mengurangi ketergantungan kita pada impor, kita berharap banyak
pada DHE untuk masuk menjadi sumber dana bagi pembiayaan pembangunan
3.2 Saran-Saran
1.sebaiknya dalam dalam pembiayaan pembangunan daerah
maupun negara indonesia tidak hanya mengandalkan utang luar negeri karena akan
sangat memberatkan untuk jangka waktu yang lama ,memang dalam jangka
pendek akan mengakibatkan pertumbuhan
ekoomi tetapi dalam jangka panjang akan menyebabkan beban utang dan menghambat
pertumbuhan ekonomi.
2.sebaiknya penggunaan utang negara indonesia itu
tepat guna ,coba dibayangkan jika utang suah banya tapi salah sasaran
juga.malah akan memperburuk keadaan bangsa ini bukan?
Daftar Pustaka
Diktat Ekonomi Makro Universitas Negeri Medan
Diktat Ekonomi
Moneter Universitas Negeri Medan
Besari ,Sahari M.,Teknologi
Nusantara,Jakarta:Salemba Empat,2008
Tambunan, Tulus T.H., Perekonomian Indonesia, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1996.
Todaro,
Michael. P.,
Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Keenam, Jakarta, 1998.
www.google.com/pembangunan daerah daerah di Indonesia
www.vivanews.com/perekonomian indonesia tahun 2009
www.wikipedia.com/Utang luar negeri Indonesia
Komentar
Posting Komentar