masyarakat indonesia


ANEKA WARNA MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN

Konsep Suku Bangsa
Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis.
Menurut pertemuan internasional tentang tantangan-tantangan dalam mengukur dunia etnis pada tahun 1992, “Etnisitas adalah sebuah faktor fundamental dalam kehidupan manusia. Ini adalah sebuah gejala yang terkandung dalam pengalaman manusia”. Proses-proses yang melahirkan identifikasi seperti itu disebut etnogenesis. Secara keseluruhan, para anggota dari sebuah kelompok suku bangsa mengklaim kesinambungan budaya melintasi waktu, meskipun para sejarawan dan antropolog telah mendokumentasikan bahwa banyak dari nilai-nilai, praktik-praktik, dan norma-norma yang dianggap menunjukkan kesinambungan dengan masa lalu itu pada dasarnya adalah temuan yang relatif baru
Anggota suatu suku bangsa pada umumnya ditentukan menurut garis keturunan ayah (patrilinial) seperti suku bangsa Batak, menurut garis keturunan ibu (matrilineal) seperti suku Minang, atau menurut keduanya seperti suku Jawa. Adapula yang menentukan berdasarkan percampuran ras seperti sebutan “orang peranakan” untuk campuran bangsa Melayu dengan Tionghoa, “orang Indo” sebutan campuran bule dengan bangsa Melayu, “orang Mestis” untuk campuran Hispanik dengan bumiputera, “orang Mulato” campuran ras Negro dengan ras Kaukasoid, Eurosia, dan sebagainya. Adapula ditentukan menurut agamanya, sebutan Melayu di Malaysia untuk orang bumiputera yang muslim, orang Serani bagi yang beragama Nasrani (peranakan Portugis seperti orang Tugu), suku Muslim di Bosnia, orang Moro atau Bangsamoro di Filipina Selatan, dan sebagainya.
Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Menurut para ahli antropologi selain meneliti besar-kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, mereka juga membedakan kesatuan masyarakat suku-suku bangsa di dunia. Berdasarkan atas kriteria mata pencaharian dan sistem ekonomi, yaitu:
a. Masyarakat Pemburu dan Peramu (Hunting and Gathering Societies)
b. Masyarakat Peternak (Pastoral societies)
c. Masyarakat Peladang (Societies of Shifting Cultivators)
d. Masyarakat Nelayan (Fishing Communities)
e. Masyarakat Petani Pedesaan (Peasant Communities)
f. Masyarakat Perkotaan Kompleks (Complex Urban Societies)
Konsep Daerah Kebudayaan
Daerah kebudayaan (Culture Area) merupakan suatu penggabungan atau penggolongan (yang dilakukan oleh para ahli antropologi) dari suku-suku bangsa yang dalam masing-masing kebudayaannya beraneka ragam dengan mempunyai beberapa unsur yang serupa.
Konsep daerah kebudayaan dari Wissler
Konsep Culture Area Wissler merupakan pembagian dari kebudayaan-kebudayaan Indian di Amerika ke dalam daerah-daerah yang merupakan kesatuan mengenai corak kebudayaan-kebudayaan di dalamnya. Konsep Culture Area dikembangkan karena kebutuhan Wissler untuk mengklasifikasikan benda-benda dari kebudayaan-kebudayaan suku bangsa Indian yang tinggal terpencar di Benua Amerika Utara ke dalam golongan-golongan tertentu guna pameran di museum.
Suatu Culture Area menggolongkan berpuluh-puluh kebudayaan yang masing-masing berbeda ke dalam satu golongan, berdasarkan atas persamaan dari sejumlah ciri yang mencolok dalam kebudayaan-kebudayaan tersebut. Ciri-ciri itu tidak hanya berupa unsur kebendaan, seperti alat-alat berburu, alat-alat bertani, senjata, ornamen, bentuk dan gaya pakaian, bentuk tempat kediaman dan sebagainya, tetapi juga unsur-unsur yang lebih abstrak, seperti unsur-unsur sistem organisasi sosial, dasar-dasar mata pencaharian hidup, sistem perekonomian, upacara keagamaan, dan sebagainya. Ciri-ciri mencolok yang sama dalam sejumlah kebudayaan menjadi alasan untuk klasifikasi. Biasanya hanya beberapa kebudayaan di pusat suatu Culture Area yang menunjukkan persamaan-persamaan yang besar dari unsur-unsur alasan tadi. Makin jauh dari pusat, makin berkurang pulalah jumlah unsur alasan yang sama, dan akhirnya persamaan itu habis, lalu mulailah kita masuk ke dalam suatu Culture Area tetangga. Dengan demikian garis-garis yang membatasi dua buah Culture Area tidak pernah jelas, karena pada daerah perbatasan itu unsur-unsur dari kedua Culture Area itu selalu tampak bercampur.

Ras, Bahasa, dan Kebudayaan
Sekelompok manusia yang mempunyai ciri-ciri ras tertentu yang sama, belum tentu mempunyai bahasa induk yang sama di daerah tertentu. Dengan adanya perbedaan ras antar manusia di dunia ini, akan mencapai kemantapan dalam waktu yang cukup lama ketika manusia menyebar ke seluruh penjuru dunia dan membuat kebudayaan baru dengan induk bahasa yang berbeda.
Perbedaan ras antar manusia di muka bumi mencapai suatu kemantapan sejak beratus ribu tahun yang lalu, ketika persebaran ras-ras homo sapiens mencapai jarak maksimalnya. Kemantapan proses percabangan dan persebaran keluarga bahasa terjadi kemudian, yaitu sejak beberapa puluh ribu tahun yang lalu, sedangkan pembentu kan dan penyebaran aneka warna kebudayaan di muka bumi merupakan proses yang terjadi pada akhir zaman prehistori dan selama zaman histori, yaitu sekitar tiga hingga empat ribu tahun yang lalu.
Pada saat ini, komunikasi antar manusia dan mobilitas manusia di seluruh penjuru dunia makin meluas, maka pembauran antar manusia dari aneka warna ras, bahasa, dan kebudayaan juga makin intensif. Meskipun demikian, untuk keperluan analisis antropologi, secara historis kita perlu mengetahui pola-pola penyebaran yang asli dari aneka warna ras, bahasa, dan kebudayaan di muka bumi.

Suku Bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangakn kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) di kaitkan oleh kesatuan bangsa (Koentjaraningrat, 1989:264)Jadi sebenarnya kajian suku bangsa yang paling sedrhana adalah pada kesadaran dari suatu golongan manusia. meskipun ada pengenertian yang lebih luasnya.
Dengan kesatuan kebudayaan suku bangsa yang mempunyai ciri pembeda antara satu suku bangsa dengan suku bangsa yang lain, tentunya yang memerlukan kajian secara mendalam untuk mendapatkan gambaran utuh tentang bentuk masyarakt tentang kekhasan budaya.
Cara membuat batasan tentang kompleksitas kebudayaan suku bangsa yang beraneka warna di dunia. Ada banyak cara, tetapi cara yang dulu sering digunakan adalah menggunakan kerangka besar untuk membedakan kesatuan masyarakat suku bangsa berdasarkan kriteria mata pencaharian sistem ekonomi ke dalam enam macam:
  1. Masyrakat Pemburu dan Peramu
  2. Masyarakat Peladang
  3. Masyarakat Nelayan
  4. Masyarakat Petani Pedesaan
  5. Masyarakat Perkotaan Kompleks
Asal mula dan sejarah suku bangsa

Menurut buku-buku sejarah, bangsa kita berasal dari Indocina. Masih ada juga yang memperdebatkan asal-usulnya. Namun demikian, tidak dapat dibantah bahwa nenek moyang kita berasal dari lokasi tertentu, dan lokasi itu bukan di negeri ini. Apakah itu di Indocina atau Filipina- itu adalah masalah teknis. Yang jelas, bangsa kita berasal dari tempat lain, yang secara pengaturan alam dan surga, datang dan diam di negeri ini.
Bila kita terus bertanya perihal asal mula bangsa kita, pada satu titik, kita akan menyebutkan bahwa manusia berasal dari satu tempat. Buku-buku sejarah yang ada atau pun buku-buku lain yang dipercaya oleh banyak orang bisa menyebut nama dan lokasinya. Kitab Suci misalnya, menyebutkan bahwa manusia berasal dari Taman Eden, yang diperkirakan berada di seputar Irak dan lokasinya diapit oleh dua sungai: Sungai Tigris dan Sungai Euphrate.
Teori Evolusi mencoba memberikan alternatif lain tentang asal-usul manusia. Menurut teori ini, manusia berasal dari binatang; manusia berasal dari eksistensi yang lebih rendah Orang lain bisa berargumentasi dan mempertahankan teori ini. Namun, pandangan Teori Evlolusi sulit diterima. Mayoritas hanya mereka yang tidak percaya kepada Kitab Suci akan menerimanya.
Manusia bukan berasal dari kera, tetapi berasal dari manusia sebelumnya, yang bila ditelusuri lebih lanjut, berasal dari manusia pertama, yaitu Adam. Adam jugalah nenek moyang segala bangsa. Apakah bangsa dari Amerika, dari Eropah, dari Asia, dari Afrika, atau dari Australia- nenek moyangnya adalah satu dan hanya ada satu ras dimuka bumi ini, yaitu ras manusia. Adamlah nama yang paling tepat kalau mau menyebut asal-usul manusia. Begitu juga dengan bangsa Indonesia; nenek moyang kita sama dengan nenek moyang bangsa lain; dan kedua nenek moyang itu berasal dari satu sosok, yaitu Adam.
Karena bangsa kita memiliki satu nenek moyang, tidak pantas membedakan orang Jawa, orangBatak, orang Cina, orang Bugis dan suku-suku lainnya. Tidak pantas membedakan suku yang satu dengan suku-suku lain sekalipun perawakannya, tradisi, bahasa, ataupun kebiasaan dan keberhasilan dalam hidup berbeda. Tidak tepat juga menyebut istilah non-pribumi kepada ras tertentu. Tidak berlaku istilah penduduk asli, yang hanya mengacu kepada keturunan suku Melayu. Hanya ada orang Indonesia. Asal-usulnya satu, yaitu Indocina, atau mau bila ditelusuri, berasal dari Taman Eden.

MENELUSURI ASAL-USUL BANGSA INDONESIA

sesungguhnya Bangsa Indonesia? Ada banyak cara/versi untuk menerangkan jawaban ataspertanyaan tadi. Dari semua versi, keseluruhannnya berpendapat sama jika lelulur masyarakat Indonesia yang sekarang ini mendiami Nusantara adalah bangsa pendatang. Penelitian arkeologi dan ilmu genetika memberikan bukti kuat jika leluhur Bangsa Indonesia bermigrasi dari wilayah Asia ke wilayah Asia bagian Selatan. Masyarakat Indonesia mungkin banyak yang tidak menyadari apabila perbedaan warna kulit, suku, ataupun bahasa tidak menutupi fakta suatu bangsa yang memiliki rumpun sama, yaitu rumpun Austronesia. Jika melihat catatan penelitian dan kajian ilmiah tentang asal-usul suatu bangsa, apakah masyarakat Indonesia menyadari jika mereka berasal (keturunan) dari leluhur yang sama (satu rumpun)?
Topik dalam tulisan ini sebelumnya sudah sering dibahas di media cetak maupun elektronik, termasuk juga dituliskan oleh beberapa blogger. Sayang sekali di setiap penulisan tidak memberikan penegasan apapun kecuali hanya sekedar informasi umum. Pada prinsipnya, dengan menelusuri asal-usul suatu bangsa, setidaknya akan diketahui gambaran atas pemikiran, paham, ataupun anggapan tentang sikap suatu bangsa.

Menelusuri asal-usul suatu bangsa tidak sekedar membutuhkan bidang ilmu antropologi, akan tetapi sudah masuk ke dalam ranah ilmu genetika. Pada awalnya, penelurusuran hanya didasarkan pada bukti-bukti arkeologi dan pola penuturan bahasa. Temuan terbaru cukup mengejutkan karena merubah keseluruhan fakta di masa lalu jika selama ini leluhur Bangsa Indonesia bukan berasal dari Yunan.



Teori Awal Tentang Yunan
           
Teori awal tengan asal-usul Bangsa Indonesia dikemukakan oleh sejarawan kuno sekaligus arkeolog dari Austria, yaitu Robern Barron von Heine Geldern atau lebih dikenal von Heine Geldern (1885-1968). Berdasarkan kajian mendalam atas kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan beberapa wilayah di bagian Pasifik disimpulkan bahwa pada masa lampau telah terjadi perpindahan (migrasi) secara bergelombang dari Asia sebelah Utara menuju Asia bagian Selatan. Mereka ini kemudian mendiami wilayah berupa pulau-pulau yang terbentang dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau Paskah (Chili), Taiwan, dan Selandia Baru yang selanjutnya wilayah tersebut dinamakan wilayah berkebudayaan Austronesia. Teori mengenai kebudayaan Austronesia dan neolitikum inilah yang sangat populer di kalangan antropolog untuk menjelaskan misteri migrasi bangsa-bangsa di masa neolitikum (2000 SM hingga 200 SM).

            Teori von Heine Geldern tentang kebudayaan Austronesia mengilhami pemikiran tentang rumpun kebudayaan Yunan (Cina) yang masuk ke Asia bagian Selatan hingga Australia. Salah satunya pula yang melandasi pemikiran apabila leluhur Bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Teori ini masih sangat lemah (kurang akurat) karena hanya didasarkan pada bukti-bukti kesamaan secara fisik seperti temuan benda-benda arkeologi ataupun kebudayaan megalitikum. Teori ini juga sangat mudah diperdebatkan setelah ditemukannya catatan-catatan sejarah di Borneo (Kalimantan), Sulawesi bagian Utara, dan Sumatera yang saling bertentangan dengan teori Out of Yunan. Sayangnya, masih banyak pendidikan dasar di Indonesia yang masih mempertahankan prinsip ‘Out of Yunan’.

Teori L
inguistik
            Teori mengenai asal-usul Bangsa Indonesia kemudian berpijak pada studi ilmu linguistik. Dari keseluruhan bahasa yang dipergunakan suku-suku di Nusantara memiliki rumpun yang sama, yaitu rumun Austronesia. Akar dari keseluruhan cabang bahasa yang digunakan leluhur yang menetap di wilayah Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan. Teori linguistik membuka pemikiran baru tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonsia yang disebut pendekatan ‘Out of Taiwan’. Teori ini dikemukakan oleh Harry Truman Simandjuntak yang selanjutnya mendasar teori moderen mengenai asal usul Bangsa Indonesia.

            Pada prinsipnya, menurut pendekatan ilmu linguistik, asal-usul suatu bangsa dapat ditelusuri melalui pola penyebaran bahasanya. Pendekatan ilmu linguistik mendukung fakta penyebaran bangsa-bangsa rumpun Austronesia. Istilah Austronesia sendiri sesungguhnya mengacu pada pengertian bahasa penutur. Bukti arkeologi menjelaskan apabila keberadaan bangsa Austronesia di Kepulauan Formosa (Taiwan) sudah ada sejak 6000 tahun yang lalu. Dari kepulauan Formosa ini kemudian bangsa Austronesia menyebar ke Filipina, Indonesia, Madagaskar (Afrika), hingga ke wilayah Pasifik. Sekalipun demikian, pendekatan ilmu linguistik masih belum mampu menjawab misteri perpindahan dari Cina menuju Kepulauan Formosa.



Pendekatan Teori Genetika


Teori dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ nampaknya semakin kuat setelah disertai bukti-bukti berupa kecocokan genetika. Riset genetika yang dilakukan pada ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika dengan wilayah di Cina. Temuan ini tentunya cukup mengejutkan karena dianggap memutuskan dugaan gelombang migrasi yang berasal dari Cina, termasuk di antaranya pendekatan ‘Out of Yunan’. Sebaliknya, kecocokan pola genetika justru semakin memperkuat pendekatan ‘Out of Taiwan’ yang sebelumnya juga dijadikan dasar pemikiran arkeologi dengan pendekatan ilmu linguistik.

            Dengan menggunakan pendekatan ilmu linguistik dan riset genetika, maka asal-usul Bangsa Indonesia bisa dipastikan bukan berasal dari Yunan, akan tetapi berasal dari bangsa Austronesia yang mendiami Kepulauan Formosa (Taiwan). Direktur Institut Biologi Molekuler, Prof. Dr Sangkot Marzuki menyarankan untuk dilakukan perombakan pandangan yang tentang asal-usul Bangsa Indonesia. Dari pendekatan genetika menghasilkan beragam pandangan tentang pola penyebaran bangsa Austronesia. Hingga saat ini masih dilakukan berbagai kajian mendalam untuk memperkuat pendugaan melalui pendekatan linguistik tentang pendekatan ‘Out of Taiwan’.

Jalur Migrasi
            Jalur migrasi berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’ bertentangan dengan pendekatan ‘Out of Yunan’. Pendekatan ‘Out of Yunan’ menerangkan migrasi Austronesia bermula dari Utara menuju semenanjung Melayu yang selanjutnya menyebar ke wilayah Timur Indonesia. Pendekatan ‘Out of Yunan’ dapat dilemahkan setelah ditelusuri berdasarkan pendekatan linguistik dan diperkuat pula oleh pembuktian genetika.

            Berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’, migrasi leluhur dari Taiwan (Formosa) tiba terlebih dulu di Filipina bagian Utara sekitar 4500 hingga 3000 SM. Diduga migrasi dilakukan untuk memisahkan diri mencari wilayah baru di Selatan. Akibat dari migrasi ini kemudian membentuk budaya baru, termasuk diantaranya pembentukan cabang bahasa yang disebut Proto-Malayo-Polinesia (PMP). Teori migrasi awal bangsa Austronesia dari Formosa disampaikan oleh Daud A. Tanudirjo berdasarkan pandangan pakar linguistik Robert Blust yang menerangkan pola penyebaran bangsa-bangsa Austronesia.

            Pada tahap selanjutnya sekitar 3500 hingga 2000 SM terjadi migrasi dari Masyarakat yang semula mendiami Filipina dengan tujuan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara. Migrasi yang berakhir di Maluku Utara ini kemudian meneruskan migrasinya sekitar tahun 3000 hingga 2000 SM menuju ke Selatan dan Timur. Migrasi di bagian Selatan menuju gugus Nusa Tenggara, sedangkan di bagian Timur menuju pantai Papua bagian Barat. Dari Papua Barat ini kemudian mereka bermigrasi lagi dengan tujuan wilayah Oseania hingga mencapai Kepulauan Bismarck (Melanesia) sekitar 1500 SM.

            Pada periode 3000 hingga 2000 SM, migrasi juga dilakukan ke bagian Barat yang dilakukan oleh mereka yang sebelumnya menghuni Kalimantan dan Sulawesi menuju Jawa dan Sumatera. Selanjutnya, hijrah pun diteruskan menuju semenanjung Melayu hingga ke seluruh wilayah di Asia Tenggara. Proses migrasi berulang-ulang dan menghabiskan masa ribuan tahun tidak hanya membentuk keanekaragaman budaya baru, akan tetapi juga pola penuturan (bahasa) baru.

Penutup
            Teori asal-usul Bangsa Indonesia dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ saat ini adalah teori paling mendukung karena disertai bukti linguistik dan genetika. Kesamaan pola budaya Megalitikum hanya bisa menjelaskan pola variasi budaya, akan tetapi belum mampu untuk menjelaskan arus migrasi pertama kali. Pendekatan ‘Out of Taiwan’ pun bukannya tanpa celah. Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr Sangkot Marzuki, teori mengenai keberadaan bangsa Austronesia berdasarkan pendekatan genetika juga masih beragam dan belum menemukan titik temu.

            Jika ditanya motif suku-suku bangsa ketika itu untuk menggabungkan diri ke dalam NKRI bukanlah semata didasarkan atas kesamaan nasib. Kesamaan asal usul leluhur sangat dimungkinkan bagi melatarbelakangi keinginan untuk menyatukan kembali menjadi suatu bangsa. Kedatangan kolonial Eropa yang meng-kapling wilayah menyebabkan suku-suku bangsa di wilayah penyebaran Austronesia menjadi terpisah secara politik satu dengan yang lain. Tidak mengherankan apabila catatan sejarah Majapahit dan Sriwijaya wilayah meng-klaim Nusantara sebagai wilayah kekuasaan Austronesia.

            Kisah tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonesia sesungguhnya masih belum terungkap penuh. Temuan terbaru dari Prof. Dr Sangkot Marzuki bahkan menyatakan jika penyebaran bangsa dengan bahasa Austronesia berawal dari wilayah Sunda (Jawa Barat). Perlu kiranya pemikiran atau teori baru tentang asal-usul Bangsa Indonesia dikaji ulang. Untuk awal, setidaknya dengan membebaskan terlebih dahulu paham ‘Out of Yunan’.

            Sekalipun belum ditemukan bukti-bukti genetika secara meyakinkan, suku bangsa Austronesia yang menempati gugus kepulauan Formosa (Taiwan) diduga kuat bermigrasi dari wilayah Utara (Cina). Rumpun bahasa Austronesia dan keluarga bahasa lainnya di Asia Tenggara merupakan filum Bahasa Austrik. Dilihat dari kekerabatan linguistik (hipotesis filum Austrik), semua bahasa di wilayah Tiongkok bagian Selatan memiliki kedekatan (kekerabatan) dengan rumpun Bahasa Austrik. Jika hendak ditarik benang merahnya, maka diskriminasi rasial tidak perlu terjadi di negeri ini. Dengan memahami sejarah masa lalu dirinya sendiri, setidaknya bangsa ini akan lebih bijaksana dalam memberikan sikap.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Babtis (Tardidi) di Gereja HKBP

Peta