Business In Market Law


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Tidak bisa dipungkiri lagi manusia hidup di dunia ini dengan beragam kemampuan dan kebiasaan yang berbeda-beda, saling ingin memiliki satu sama lain, mereka saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, dari mulai pemahaman, ilmu, pendidikan, bisnis, dan jual beli. Itu semua hanya untuk menyambung hidup. Segala cara mereka lakukan apapun rintangannya untuk mencari harta (uang) dan salah satunya adalah dengan jual beli. Kata jual beli mungkin sudah tidak asing lagi didengar, namun perlu kita perhatikan bahwa dalam jual beli ternyata tidak semudah dengan apa yang kita bayangkan, ada bermacam-macam jual beli, namun ada yang dibolehkan dan ada yang dilarang. Oleh karena itu, kami akan mencoba membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan jual beli.

B.   Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
1.      Menambah pengetahuan tentang jual beli
2.      Memenuhi tugas mata kuliah aspek hukum dalam ekonomi
3.      Sebagai sumber referensi makalah lainnya








BAB II
PEMBAHASAN
A.   DEFINISI JUAL-BELI
Jual beli secara etimologis artinya: Menukar harta dengan harta. Sedangkan menurut istilah adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak  milik dari yang satu kepada yang lainnya atas dasar saling merelakan dan sesuai dengan hukum syara.
Jual beli adalah dua kata yang saling berlawanan artinya, namun keduanya mutlak tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itu, masing-masing dalam transaksi disebut sebagai pembeli dan penjual. Penjual adalah yang mengeluarkan barang miliknya. Sementara pembeli adalah orang yang menjadikan barang itu miliknya dengan kompensasi pembayaran.
Jual beli dalam bahasa Inggris disebut dengan Sale and Purchase, atau dalam bahasa Belanda disebut dengan Koop en Verkoop merupakan sebuah kontrak/perjanjian. Yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu kontrak dimana satu pihak , yakni yang disebut dengan pihak penjual, mengikatkan dirinya untuk membayar harga dari benda tersebut sebesar yang telah disepakati bersama.

B.     KLASIFIKASI JUAL BELI
Jual beli diklasifikasikan dalam banyak pembagian dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Kami akan menyebutkan sebagian di antara pembagian tersebut:
1.       Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Objek Dagangan
Ditinjau dari sisi ini jual beli dibagi menjadi tiga jenis: Pertama: Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang. Kedua: Jual beli Money Changer, yakni penukaran uang dengan uang. Ketiga: Jual beli barter. Yakni menukar barang dengan barang.
2.      Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Cara Standarisasi Harga
a)      Jual beli Bargainal (Tawar-menawar)
Yakni jual beli di mana penjual tidak memberitahukan modal barang yang dijualnya.
b)      Jual beli amanah
Yakni jual beli di mana penjual mem-beritahukan harga modal jualannya. Dengan dasar jual beli ini, jenis jual beli tersebut terbagi lain menjadi tiga jenis lain:
c)      Jual beli (lelang)
Yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan barang dagangannya, lalu para pembeli saling menawar dengan menambah jumlah pembayaran dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual dengan harga tertinggi dari para pembeli tersebut.
Kebalikannya disebut dengan jual beli obral. Yakni si pembeli menawarkan diri untuk membeli barang dengan kriteria tertentu, lalu para penjual berlomba menawarkan dagang-annya, kemudian si pembeli akan membeli dengan harga ter-murah yang mereka tawarkan.
3.      Klasifikasi Jual Beli Dilihat dari Cara Pembayaran
a.Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung.
b.Jual beli dengan pembayaran tertunda.
c.Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.
d.Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.
1.      Pengertian Jual Beli
Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457 BW ).Jual Beli Internasional: Jual Beli yang bersifat lintas batas Negara.

2.   Unsur- unsur :
1.                   Perjanjian/ kontrak
2.                   Penjual dengan kewajiban untuk menyerahkan suatu kebendaan
3.                   Pembeli dengan kewajiban membayar harga
4.                  Bersifat lintas batas negara; Pada umumnya Penjual berada dalam negara yang berbeda dengan pembeli. Namun demikian dapat pula terjadi bahwa penjual dan pembeli berada dalam satu negara, obyek jual beli / kebendan b berada pada negara lain.
3. Beberapa Isu Pokok dalam Sebuah Kontrak Jual beli Internasional
1.      Deskripsi barang dalam hal jenis, kualitas dan kuantitas
2.      Harga
3.      Penyerahan/ Pengiriman ( peralihan risiko dan tanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang )
4.      Cara dan Waktu Pembayaran

C.    METODE PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI
1.      Metode Pembayaran Tunai Seketika
Metode pembayaran tunai seketika ini merupakan bentuk yang sangat klasik, tetapi sangat lazim dilakukan dalam melakukan jual beli. Dalam hal ini harga barang diserahkan semuanya,  sekaligus pada saat diserahkannya barang objek jual beli kepada pembeli.
2.      Metode Pembayaran dengan Cicilan/kredit
Metode pembayaran dengan cicilan/kredit ini dimaksudkan bahwa pembayaran yang dilakukan dalam beberapa termin, sementara penyerahan barang kepada pembeli dilakukan sekaligus di muka, meskipun pada saat itu pembayaran belum semuanya dilunasi. Dalam hal ini menurut hukum, jual beli dan peralihan hak sudah sempurna terjadi, sementara cicilan yang belum dibayar menjadi hutang piutang belaka.
3.      Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Kredit
Agar pihak pembeli aman dengan tidak membawa uang cash kemana-mana, sementara membayar dengan uang cek belum begitu membudaya, maka pembayaran dengan menggunakan kartu kredit marupakan pilihan yang populer. Dalam hal ini ketika barang diterima oleh pihak pembeli, pihak pembeli cukup menangani suatu resi dan menunjuk kartu kredit kepada toko (penjual). Oleh toko tersebut dikonfirmasi ke perusahaan kartu kredit tersebut apakah cukup tersedia dana untuk harga pembelian tersebut. Jika konfirmasi diterima dan resi ditandatangani, maka barang baru diserahkan, untuk selanjutnya pihak penjual menagih uang harga pembelian kepada bank-bank tertentu.
4.      Metode Pembayaran dengan Memakai Kartu Debit
Metode pembayaran dengan memakai kartu debit lebih praktis dari penggunaan kartu kredit. Hanya saja, dengan kartu kredit, baik pembeli maupun penjual harus sama-sama mempunyai rekening di satu bank tertentu, yakni bank yang menyediakan kartu debit tersebut. Kartu debit tersebut dalam praktek dikenal dengan nama kartu ATM (Automated Teller Machine) karena kartu tersebut dapat digunakan juga untuk melakukan transaksi di ATM. Dengan sistem kartu debit, pada pihak penjual tersedia alat yang dengan menekan kode rahasia kartu ATM/debit tersebut oleh pihak pembeli, maka rekening pihak pembeli langsung didebit oleh bank dan mengkreditkannya langsung ke rekening penjual. Jadi berbeda dengan pembayaran yang menggunakan kartu kredit, penggunaan kartu debit tidak memerlukan konfirmasi kepada penerbit kartu dan tidak memerlukan konfirmasi kepada penerbit kartu dan tidak memerlukan penagihan ke bank oleh pihak penjual.
5.      Metode Pembayaran dengan Memakai Cek
Metode pembayaran dengan memakai cek juga merupakan metode pembayaran alternatif yang tidak memerlukan pemberian uang cash, sehingga dianggap relatif lebih aman, meskipun berbagai persoalan bisa timbul, misal pemalsuan cek, penerbitan cek kosong, dan lain-lain. Pembayaran dengan memakai cek ini, pihak pembayar cukup memberikan sepucuk cek kepada pembeli, cek mana dikeluarkan oleh bank, dimana terdapat rekening koran dari pihak pembayar, untuk kemudian, setelah cek diserahkan kepada penerimanya, pihak penerima cek tersebut dapat mencairkan cek tersebut.
6.      Metode Pembayaran Terlebih Dahulu
Dengan menggunakan pembayaran terlebih dahulu ini, pihak penjual baru mengirim barangnya jika dia telah menerima seluruh pembayaran terhadap harga barang tersebut. Model pembayaran seperti ini sangat tidak aman bagi pembeli.
7.      Metode Pembayaran secara Open Account
Metode ini merupakan kebalikan dari metode pembayaran terlebih dahulu. Dengan metode ini pihak pembeli baru membayar atau mengirim pembayaran uang harga pembelian. Setelah dia menerima barangnya secara utuh. Karena itu, sistem pembayaran seperti ini sangat tidak aman bagi pihak penjual.
8.      Metode Pembayaran Atas Dasar Konsinyasi
Metode ini sangat merugikan dan sangat tidak aman bagi pihak penjual. Dalam hal ini, harga baru dibayar setelah pihak pembeli menjual lagi barang tersebut kepada pihak ketiga dan setelah pembayaran oleh pihak ketiga tersebut dilakukan.
9.      Metode pembayaran Secara Documentary Collection
Metode ini merupakan cara pembayaran dengan menggunakan bills of exchange. Dalam hal ini harga baru dibayar jika dokumen pengiriman barang (shipping documents) tiba di banknya importir. Tanpa membayar harga barang, shipping document tersebut, tidak akan diberikan oleh bank, dan tanpa shipping documents tersebut barang yang bersangkutan tidak dapat diambil oleh pembeli.
10.  Metode Pembayaran Secara Documentary Credit
Metode ini merupakan pembayaran yang sangat populer saat ini khususnya dalam dunie ekspor impor. Metode ini dilakukan dengan menggunakan instrumen yang disebut dengan Letter of Credits (L/C). Pembayaran dengan L/C ini merupakan jembatan atau jalan tengah diantara kepentingan pihak penjual yang menginginkan harga segera dibayar sebelum barang dikirim, sedangkan kepentingan pihak pembeli adalah agar harga baru dibayar jika barang sudah sampai di tangannya.

Pembyaran transaksi dengan mempergunakan L/C merupakan cara pembayaran yang paling umum dipergunakan dalam transaksi-transaksi bisnis, khususnya transaksi jual beli barang (sales of good). Cara pembayaran dengan mempergunakan L/C terlebih dahulu dicantumkan dalam sales contract. Berdasarkan klausula cara pembayaran dengan L/C yang tercantum dalam kontrak inila selanjutnya pembeli (importir) mengajukan aplikasi L/C kepada bank devisa di negaranya (opening bank) untuk manfaat penjual. Opening bank selanjutnya akan mengirim surat L/C kepada beneficiary melalui bank korespondennya di negara penjual (eksportir). Bank Koresponden/ advising bank kemudian memberi tahu beneficiary bahwa kepadanya telah dibuka L/C. Setelah menerima L/C tersebut kemudian penjual (eksportir) mengirimkan barang kepada pembeli. Dokumen-dokumen asli mengenai barang tersebut diserahkan kepada advising bank dan duplikatnya dikirimkan kepada pembeli. Setelah melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen, maka advsing bank akan melakukan pembayaran. Dokumen yang diterima dan telah diperiksa oleh advising bank kemudian dikirim ke opening bank (issuing bank) dan setelah itu issuing bank melakukan pembayaran kepada advising bank.
Pembuka kredit (importir) membayar semua kewajiban kepada issuing bank setelah dinotofikasi bahwa semua dokumen telah dating. Issuing akan mengirim dokumen asli kepada pembuka kredit, sebagai dasar untuk meminta barang dari pengangkut. Dengan mempergunakan L/C pembayaran akan menjadi lebih mudah, aman dan terjamin kelengkapan dokumen pengapalan, serta resiko dapat dialihkan kepada bank yang terkait. Selain itu bagi eksportir L/C juga dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh pinjaman. Cara pembayaran dengan L/C memiliki berbagai keuntungan tergantung pada jenis L/C yang dipergunakan. Misalnya jenis irrevocable and comfirmed L/C akan sangat menguntungkan eksportir dari segi keamanan, karena L/C seperti ini tidak dapat dibatalkan atau diubah secara sepihak selama jangka waktu berlakunya kecuali ada persetujuan semua pihak. Jenis sight L/C dan red clause L/C juga sangat menguntungkan dan aman bagi eksportir karena eksportir bias segera mendapat pembayaran. sight L/C yaitu L/C yang jika semua persyaratan telah terpenuhi, maka negotiating bank wajib membayar nominal L/C kepada eksportir paling lama dalam 7 hari kerja ; red clause L/C yaitu pembayaran dilakukan oleh negotiating bank kepada eksportir sebelum barang dikapalkan).
Bagi importir bentuk documentary L/C mungkin akan lebih menguntungkan. Dengan bentuk ini eksportir (penjual) hanya dibenarkan menarik wesel jika eksportir (penjual) telah melengkapi semua syarat-syarat dokumen. Pemilihan jenis L/C tergantung pada perjanjian dan kesepakatan yang diambil pada saat dilakukan korespondensi transaksi. Dengan demikian kemampuan bernegosiasi dan bargaining power sangat menentukan jenis L/C yang dipergunakan.
E.    SYARAT PEMBAYARAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
            Dalam transaksi jual beli biasanya diikuti dengan suatu perjanjian antara penjual dan pembeli yang sifatnya mengikat. Syarat pembayaran adalah salah satu isi perjanjian yang erat hubungannya dengan pemberian potongan (potongan tunai), jangka waktu pembayaran dan besarnya potongan yang diberikan.
            Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan beberapa syarat pembayaran yang umumnya terjadi dalam perjanjian jual beli yang dilakukan secara kredit.
a.      n/30
artinya pada syarat ini harga faktur harus dilunasi paling lambat 30 hari setelah terjadinya penyerahan barang dan jumlah yang harus dibayar adalah jumlah akhir yang tertera dalam faktur.
b.     2/10 n/30
artinya dengan syarat ini pembeli akan diberikan potongan 2 % apabila ia membayar harga faktur paling lambat 10 hari setelah tanggal transaksi, sedangkan waktu pembayar paling lambat adalah 30 hari. 2 = (pembilang) artinya besarnya persentase potongan, 10 = (penyebut) artinya batas waktu mendapatkan potongan dan n/30 = batas akhir pelunasan faktur.
c.      EOM (End Of Month )
artinya dengan syarat ini harga faktur harus dilunasi paling lambat pada akhir bulan berjalan.
d.     n/10 EOM
artinya dengan syarat ini harga faktur harus dilunasi paling lambat 10 hari setelah akhir bulan, tanpa mendapat potongan.

F.    WANPRESTASI DAN AKIBAT-AKIBATNYA
      Wanprestasi adalah prestasi yang tidak terpenuhi. Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi). Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni:
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata. Ada dua alasan:
1. Karena Wanprestasi. kesalahan, kesengajaan, kekhilafan dari debitur
2. Overmacht. Karena keadaan memaksa .Dalam Wanprestasi tentu ada kelalaian/alpa, cidera janji. Kesengajaan, kesalahan .
acht ada pada “debitur”
G.  FORCE MAJOR
Force majeure dapat diartikan sebagai clausula yang memberikan dasar pemaaf pada salah satu pihak dalam suatu perjanjian, untuk menanggung sesuatu hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dalam force major atau yang sering diterjemahkan sebagai“keadaan memaksa” merupakan keadaan di mana seorang debiturterhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atauperistiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaanatau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadadebitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad dapat menunaikan kewajibannya berdasarkan kontrak yang telah diperjanjikan.
Dalam ruang lingkup yang lebih spesifik, terdapat istilah “Acts of God”, yang merupakan cakupan dari Force Majeure itu sendiri . Sesungguhnya dapat diuraikan bahwa Force Majeure Clause adalah klausula yang memberikan dasar pemaaf atas terjadinya event-event atau kejadian-kejadian tertentu yang dialami pihak tertentu. Event-event atau kejadian-kejadian tersebut dapat berupa kejadian atau event yang tergolong sebagai kehendak Tuhan (Acts of God) seperti banjir, gempa bumi dan Tsunami atau kejadian yang tidak tergolong sebagai kehendak Tuhan seperti krisis ekonomi, terhentinya proses produksi karena unjuk rasa dll.
Senada dengan hal tersebut di atas, menurut HarimurtiSubanar,7 kondisi force major mengandung risiko yang tidak terdugaduga.Sehingga apabila risiko tersebut datang, pengusaha tidaksempat untuk melakukan persiapan dan upaya lain, risiko tersebutdapat berupa antara lain yaitu; mesin rusak atau terbakar tanpasebab, gempa bumi besar disekitar lokasi usaha, kecelakaan individuatau musibah yang menimpa karyawan, pemilik sakit atau meninggal, adanya kegiatan tertentu yang merugikan bagikelangsungan hidup perusahaan misalnya penutupan ruas jalansebagai akibat adanya perbaikan jalan, jembatan, kegiatan lain yangmenuju ke perusahaan.
Dalam hal ini, kejadian-kejadian yang merupakan force majortersebut tidak pernah terduga oleh para pihak sebelumnya. sebab,jika para pihak sudah dapat menduga sebelumnya akan adanyaperistiwa tersebut, maka seyogyanya hal tersebut harus sudahdinegosiasi di antara para pihak.Dengan demikian, dari berbagai risiko tersebut di atas, makasiapa yang bertanggung jawab tentunya harus dilihat secarakasuistis dan proporsional. Sedangkan adanya perubahan keadaansetelah dibuatnya perjanjian,8 maka sesuai dengan rasa keadilan dankepatutan di Indonesia dan berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdatayang berdasarkan pada ajaran berlakunya itikad baik dan kepatutansebagai yang melenyapkan (derogerende werking), maka apabilaterjadi perubahan keadaan setelah dibuatnya perjanjian, yang perludiperhatikan ialah bahwa risiko dibagi dua antar kedua belah pihak.Kecuali apabila perubahan keadaan itu praktis sangat berat bagisalah satu pihak untuk memenuhi perjanjiannya kita selaluberhadapan dengan dengan keadaan memaksa (overmacht).
H. RESIKO
            Defenisi resiko menurut para ahli :
a.       Arthur Williams dan Richard, M. H: ”Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu”
b.       Abas Salim Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss)”
c.       Soekarto Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa”
d.      Herman Darmawi ”Resiko adalah probabilitas suatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan”.
e.       Prof Dr.Ir. Soemarno,M.S. Suatu kondisi yang timbul karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin terjadi disebut resiko”
f.       Sri Redjeki Hartono Resiko adalah suatu ketidakpastian di masa yang akan datang tentang kerugian”
g.      Subekti "Resiko kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena sutau kejadian di luar kesalahan salah satu pihak”
h.      Ahli Statistik Resiko adalah derajat penyimpangan sesuatu nilai disekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
i.        Vaughan: Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian).Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
·         Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian).
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
·         Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian).
Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi risiko berikut.
j.        Kamus Besar Bahasa Indonesia "Resiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan"
k.      Isto “Resiko adalah bahaya yang dapat terjadiakibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang”
l.        Menurut hukum perikatan Risiko adalah suatu ajaran tentang sipakah yang harus menanggungganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan force majeur
Macam resiko
Dalam berinvestasi terdapat berbagai macam resiko
1. Risiko suku bunga
Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik, yang berarti jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun. Demikian pula sebaliknya, apabila suku bunga menurun, maka harga saham akan meningkat.
2. Risiko pasar
Yang dimaksud risiko pasar adalah fluktuasi pasar yang secara keseluruhan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti munculnya resesi ekonomi, kerusuhan, maupun perubahan politik.
3. Risiko inflasi
Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Maka dari itu, risiko ini juga bisa disebut sebagai risiko daya beli.
4. Risiko bisnis
Risiko bisnis merupakan risiko yang terdapat dalam menjalankan bisnis suatu jenis industri. Misalnya perusahaan pakaian jadi yang bergerak di bidang industri tekstil, akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik industri tekstil itu sendiri.
5. Risiko finansial
Risiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar hutang yang digunakan, maka semakin besar pula risiko yang akan ditanggung.
6. Risiko likuiditas
Risiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, maka semakin likuid sekuritas tersebut. Dan demikian pula sebaliknya.
7. Risiko nilai tukar mata uang (valas)
Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik dengan nilai mata uang negara lainnya. Risiko ini juga dikenal dengan nama currency risk atau exchange rate risk.
8. Risiko negara
Risiko ini juga disebut sebagai risiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi perpolitikan suatu negara. Bagi perusahaan yang beroperasi di luar negeri, maka stabilitas ekonomi dan politik negara bersangkutan akan sangat perlu diperhatikan guna menghindari risiko negara yang terlalu tinggi.
Selain risiko di atas tersebut, dalam manajemen investasi dikenal pembagian risiko dalam dua jenis, yaitu risiko sistematis dan risiko unsistematis. Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Sedangkan risiko unsistematis merupakan risiko yang tidak berkaitan dengan perubahan pasar secara keseluruhan.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan ekonomi harus dibarengi dengan pembangunan hukum. Pembangunan ekonomi yang dibarengi dengan pembangunan hukum maka akan terbentuk tatanan perekonomian yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam perekonomian negara. Sehingga pembangunan ekonomi bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia secara merata sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 maupun Pancasila. Maka untuk itu diperlukan pembangunan hukum yang progresif yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan yuridis, keadilan sosiologis maupun keadilan filosofis.
Dampak dari globalisasi telah menyentuh semua sendi-sendi kehidupan bangsa, termasuk ekonomi. Saling ketergantungan antar negara menimbulkan norma-norma baru dalam menjalin hubungan antar negara. Dan terkadang norma-norma tersebut selalu berbenturan dengan nilai-nilai yang terdapat didalam sebuah konstitusi, untuk memenuhi kebutuhannya, maka mau tidak mau dilakukan langkah-langkah berani untuk menerobos konstitusi dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Untuk itu diperlukan sebuah konstitusi dibidang ekonomi yang memiliki nilai keseimbangan dan keadilan. Disatu sisi tidak menutup diri dari dunia luar dan disisi yang lain tetap menjaga kepentingan-kepentingan masyarakat banyak.


B. Kritik dan Saran
Semoga apa yang kami paparkan di atas bisa menambah pengetahuan para pembaca serta dapat diamalkan sebagaimana mestinya.
Sebagai seorang manusia kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami selalu mengharap kritik dari pembaca yang sifatnya dapat membangun dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Mas media Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Januari 2010
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1994


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Babtis (Tardidi) di Gereja HKBP

REKAPITULASI DAN POSTING JURNAL KHUSUS KE BUKU BESAR