Pengantar Perpajakan



PENGANTAR PERPAJAKAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :



YUDI A SIPAYUNG                       
SAHAT SIJABAT
RUDI TUMANGGOR


B REGULER
PENDIDIKAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2013


PENDAHULUAN
 Pajak sudah sangat dikenal sejak lama. walaupun namanya pajak tapi praktek semacam ini sudah bisa dijumpai sedari dulu. Pajak adalah sejenis pungutan yang beredar disuatu masyarakat. Tapi tentunya ada perbedaan dengan pungutan lainnya
Pengertian pajak itu sendiri berarti iuran atau pungutan yang dipaksakan kepada seorang wajib pajak oleh Negara menurut peraturan yang berlaku. Dalam pajak, si wajib pajak tidak mendapat imbalan langsung atau balas jasa. Biasanya pajak digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara





PEMBAHASAN

PENGANTAR PERPAJAKAN
1.      Pengertian pajak
Dalam bukunya, Merdiasmo (2002:1) mengemukakan pengertian pajak sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
2.      Kedudukan hukum pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, Sh., Hukum Pajak mempunyai keudukan di antara hukum-hukum sebagai berikut:
1.      Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2.      Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut:
§  Hukum Tata Negara
§  Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
§  Hukum Pajak
§  Hukum Pidana
Dengan demikian kedudukan pajak merupakan bagain dari hukum publik. Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogat Lex Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak itu sendiri, sedangkan peraturan umum adalah hukum publik atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya.
Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni pelaksanaan tidak dapat ditunda Misalnya dalam hal pengujian keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jendral Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas, yakni pelaksanaannya dapat ditunda setelah keputusan lain.
3.      Fungsi pajak
·         Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
·         Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
·         Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.


·         Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
4.      Asas-asas pemungutan pajak
asas-asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Pudyatmoko (2000:4) bahwa pungutan pajak didasarkan pada :
1.      Equality, adalah pungutan pajak yang adil dan merata.
2.      Certainty, adalah Penetapan pajak yang tidak di tentukan wewenang-wewenang.
3.      Conveinance, adalah pembayaran pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan wajib pajak.
4.      Economy, biaya pungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak ditetapkan seminimum mungkin

5.      Jenis pajak
Pada umumnya Pajak dapat dikelompokkan menjadi:
A. Menurut  Golongannya
·         Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan
·         Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan nilai.
B. Menurut Sifatnya
·         Pajak subjektif, yaitu Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
·         Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah.
C. Menurut Lembaga Pemungutnya
·         Pajak Pusat, yaitu Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
·         Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hotel dan restoran (pengganti pajak pembangunan), pajak hiburan, dan pajak penerangan jalan.
6.      Hak dan kewajiban wajib pajak
Berdasarkan undang-undang no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan, sebagaimana terakhir telah diubah dengan undang-undang no 16 tahun 2000, terdapat hak dan kewajban wajib pajak sebagai berikut :
a. Kewajiban Wajib Pajak.
1) Mendaftarkan diri ke KPP untuk memperoleh NPWP.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan,
2) Wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk pengawasan
administrasi perpajakan.
3) Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
formulir Surat Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor di lingkungan DJP dan tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak.
4) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
Bagi Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
5) Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Persepsi.
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak
6) Wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban pembukuan, tetapi diwajibkan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pembukuan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kegiatan usaha harus disimpan oleh wajib pajak selama 10 (sepuluh) tahun. Karena selama jangka waktu tersebut DJP masih dapat melakukan pemeriksaan.
7) Dalam hal terjadi pemeriksaan pajak,Wajib Pajak wajib :
• Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
• Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
• Memberikan keterangan yang diperlukan.


b. Hak Wajib Pajak
1) Wajib Pajak berhak untuk menerima tanda bukti pelaporan SPT. Untuk Surat Pemberitahuan yang disampaikan dengan pos tercatat melalui kantor pos dan giro, maka tanggal pegiriman dianggap sebagai tanggal penerimaan.
2) Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan hanya dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan.
3) Wajib Pajak berhak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan ke KPP. Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib Pajak, masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan sendiri dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, 
4) Wajib Pajak dapat untuk mengajukan permohonan penundaan dan permohonan untuk mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya. Atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
5) Wajib pajak berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6) Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak.
Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak dan memperoleh kepastian terbitnya keputusan atas surat keberatannya.Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
7) Wajib Pajak berhak mengajukan banding ke pengadilan pajak atas keputusan keberatan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
8) Wajib Pajak berhak untuk mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan pengenaan sanksi perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.
9) Wajib Pajak berhak memberikan kuasa khusus kepada orang lain yang dipercayainya untuk mewakilinya dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.      Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan

·         Pemkuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba/rugi untuk periode tahun pajak tertentu.
·         Pencatatan yaitu mengumpulkan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Berikut akan dijelaskan Wajib Pajak yang dalam kondisi bagaimana yang berhak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
 a. Wajib Pajak Menyelenggarakan Pembukuan
·         Wajib Pajak Badan
·         Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah)
b. Wajib Pajak menyelenggarakan Pencatatan
·         Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 dapat menghitung penghasilan netto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan netto dengan syarat memberitahukan ke Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahu pajak yang bersangkutan
·         Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
·         Wajib Pajak Badan ataupun Orang Pribadi dalam melakukan penyelenggaraan pembukuan atau pun pencatatan tersebut harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebagai berikut:
Syarat - syarat penyelenggaraan Pembukuan:
·         Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
·         Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan
·         Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel aktual atau stelsel kas
·         Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat dielenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan
·         Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang
Syarat – syarat penyelenggaraan pencatatan:
·         Pencatatan harus menggambarkan antara lain: Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh, Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final
·         Bagi Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan
·         Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan Wajib Pajak Orang Pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban
Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan atau pencatatan
Tujuan dari penyelenggaraan pembukuan dan pencatatan adalah untuk mempermudah dalam hal:
1. Pengisian Surat pemberitahuan (SPT)
2. Perhitugan Penghasilan Kena Pajak
3. Penghitungan PPN dan PPnBM
4. Penyelenggaraa pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas











PENUTUP
Melihat dari berbagai hal yang berhubungan dengan pajak di atas, maka kita juga perlu mengetahui apa-apa saja unsur-unsur pajak itu sendiri. Unsur-unsur pajak ialah sebagai berikut:
1.      iuran wajib dari Negara kepada wajib pajak
2.      dilaksanakan berdasarkan pada UU
3.      tidak ada imbalan langsung
4.      dipakai untuk pembiayaan rumah tangga Negara
Dan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan, maka pajak dibuat berdasarkan UU. Dalam pembuatan UU otomatis akan dihadiri dair pihak masyarakat dalam hal ini anggota DPR. Maka dari sini DPR menjadi wakil rakyat dalam regulasi dan peruntukan pajak.
Berikut  undang-undang perpajakan negara
1.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
2.     Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
3.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
4.     Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
5.     Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai


REFERENSI
·         Mardiasmo, 2002. Perpajakan, Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit Andi.
·         Waluyo dan Wirawan, 2002. Perpajakan Indonesia : Pembahasan sesuai dengan Ketentuan     Pelaksanaan Perundang-undangan Perpajakan Terbaru, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
·         http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/564-penyelenggaraanpembukuanataupencatatanbagiwajibpajak-

Komentar

  1. Sebenarnya untuk melakukan cek npwp online bisa dilakukan dengan mudah yaitu melalui karena kalau untuk ke kantor perpajakan pasti membutuhkan waktu dan belom lagi macet.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Babtis (Tardidi) di Gereja HKBP

SEJARAH PEMIKIR EKONOMI KAUM NEOKLASIK