KEBIJAKAN INDUSTRIAL DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG
KEBIJAKAN
INDUSTRIAL DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG
Sebagian besar pendapatan dunia
dihasilkan oleh segelintir negara maju: negara-negara di Eropa Barat dan
Amerika Utara, serta Jepang, Australia, dan Selandia Baru. Mereka adalah
negara-negara yang beruntung, yang kemakmurannya menimbulkan kecemburuan
negara-negara lain. Sekalipun demikian negara-negara kaya ini tetap
menginginkan untuk terus meningkatkan kekayaannya melalui pertumbuhan ekonomi.
Diseluruh negara industri, perekonomian ekonomi telah mulai mengendur selama
tahun 1970an 1980an jika dibandingkan dengan tahun 1950an dan 1960an. Di Eropa
Barat, pertumbuhan yang makin rendah disertai dengan naiknya tingkat
pengangguran. Di Amerika Serikat, lapangan kerja terus meningkat tetapi
pertumbuhan produktivitas melemah, dan kelompok penduduk terbanyak mengalami
kemunduran ekonomi dibandingkan dengan yang mereka nikmati di tahun 1970. Di
Jepang, pertumbuhan tetap melampaui yang dicapai negara-negara industri
lainnya, namun itupun telah mulai melemah setelah 1970.
Bagaimana suatu negara dapat
memacu pertumbuhan ekonominya? Salah satu kemungkinan adalah dengan menempuh
kebijakan industrial, dimana pemerintah berupaya untuk menyalurkan sumber daya
ke sektor-sektor yang dianggap penting bagi pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Bab ini meninjau perdebatan di seputar kegunaan dan kelayakan wujud kebijakan
industrial bagi negara seperti Amerika Serikat. Bagian pertama bab ini membahas
alasan-alasan kebijakan industrial yang tidak didasarkan kepada analisis yang
cermat, dan mengupas kelemahan-kelemahanya. Bagian kedua meninjau beberapa
alasan canggih yang memang dapat dipahami dari segi ekonomi, dan mengapa
alasan-alasan ini bisa dituangkan dalam praktek. Bagian ketiga mengacu kepada
tinjauan singkat atas pengalaman kebijakan industrial di Jepang dan dibeberapa
negara maju lainnya.
·
ALASAN-ALASAN POPULER BAGI
KEBIJAKAN INDUSTRIAL
Kebijakan industrial merupakan
suatu upaya oleh pemerintah untuk menggiring penggunaan sumber daya
kesektor-sektor tertentu yang dipandang penting oleh pemerintah bagi pertumbuhan
ekonomi dimasa depan. Karena ini berarti mengarahkan penggunaan sumber daya
agar tidak digunakan oleh sektor-sektor lain, kebijakan industrial selalu
memajukan beberapa pihak didalam perekonomian domestik dan merugikan yang lain.
Karena itu masalahnya adalah kepada persoalan kriteria pilihan: bagaimana kita
memilih sektor-sektor yang harus didorong dan mana yang tidak.
Kita hendaknya jangan bingung
dalam membedakan antara pertanyaan mengenai sektor mana yang harus didorong
oleh pemerintah dan pertanyaan mengenai sektor mana yang harus berkembang. Dalam perekonomian pasar sejumlah sektor akan
berkembang, yang lain akan surut, sebagai akibat dari kekuatan-kekuatan pasar
yang bersifat alamiah. Dalam merancang kebijakan industrial, pemerintah harus
berbuat lebih jauh dari sekedar memutuskan industri-industri mana yang patut
dikembangkan di masa depan; hal ini harus menjawab pertanyaan yang lebih sulit:
sektor-sektor mana yang harus tumbuh dan dan mana yang harus menyusut lebih
cepat dibandingkan kalau pasar dibiarkan berlangsung secara bebas? Misalnya,
kita mungkin bisa mengatakan bahwa keunggulan komparatif A.S bergeser dari
industri-industri “cerobong asap” tradisional seperti baja dan mobil ke
industri-industri berteknologi tinggi seperti komputer dan bioteknologi. Namun,
pengamatan demikian tidak berarti bahwa pemerintah amerika serikat harus secara
aktif mendorong para pekerja dan investasi bergerak ke sektor-sektor yang baru,
karena bagaimanapun juga pergerakan sumber-sumber daya ke industri-industri
baru disebabkan oleh rangsangan pasar. Untuk memberikan pembenaran terhadap
program pemerintah yang aktif mendorong perpindahan sumber daya, kiranya perlu
untuk menunujukkan bahwa karena alasan tertentu pergeseran berlangsung begitu
lamban, dalam hal ini kegagalan pasar dijadikan alasan bagi campur tangan
pemerintah.
Dewasa ini alasan populer bagi
kebijakan industrial biasanya tidak mengacu pada wujud kegagalan pasar. Kini,
mereka mengajukan tolak ukur yang masuk akal dalam mengidentifikasikan industri-industri
yang harus dikembangkan. Dalam kenyataannya, pendukung kebijakan industrial di
A.S memberikan alasan bahwa pemerintah amerika serikat hendaknya mendorong
pertumbuhan dari (1) industri-industri yang nilai tambah per pekerja yang
tinggi. (2) industri-industri memiliki “keterkaitan” dengan industri-industri
lain, (3) industri-industri yang memiliki potensi untuk bertumbuh dimasa depan,
dan (4) industri-industri yang ditargetkan oleh pemerintah asing. Meskipun
wujud luar dari kriteria ini tampaknya bisa diterima, analisis lebih mendalam
menunjukkan bahwa sebetulnya kriteria ini sangat lemah.
Menggalakkan
Industri-Industri Yang Menghasilkan Nilai Tambah Per Pekerja Yang Tinggi
Nilai tambah yang dihasilkan suatu
industri adalah perbedaan nilai output dan nilai input yang dibeli dari
industri-industri lain. Jumlah nilai tambah dari semua industri disuatu negara
disebut pendapatan nasional negara tersebut. Nilai tambah per pekerja sangat
berbeda disetiap industri. Hal ini menyebabkan banyak komentar berpendapat
bahwa suatu negara dapat meningkatkan pendapatan nasionalnya dengan mengubah
struktur industrinya ke arah industri-industri dengan nilai tambah per pekerja
yang tinggi.
Masalahnya alasan ini gagal
menjawab pertanyaan mengapa beberapa sektor perekonomian memiliki nilai tambah
per pekerja yang tinggi dibandingkan dengan yang lain? Para pengamat kerap
menyangka bahwa sektor yang nilai tambahnya tinggi harus membayar tingkat upah
yang lebih tinggi atau memperoleh tingkat keuntungan yang lebih besar dibandingkan
dengan sektor yang nilai tambahnya rendah. Tetapi jika demikian halnya, tenaga
kerja dan modal akan mempunyai dorongan untuk beralih ke industri-industri
dengan nilai tambah tinggi, tanpa memerlkan dorongan khusus dari pemerintah.
Namun kenyataannya, nilai tambah per pekerja yang tinggi biasanya mencerminkan
tingginya input per pekerja. Sektor-sektor dengan nilai tambah yang tinggi
biasanya padat modal, seperti petrokimia. Di industri-industri macam ini nilai
tambah per pekerja yang tinggi diimbangi dengan biaya modal yang sangat tinggi
sehingga upah dan keuntungan khususnya akan bersesuaian. Dalam kasus lain,
nilai tambah yang tinggi mencerminkan modal manusia: tingginya tingkat
pendidikan dan kecakapan.
Untuk sementara, anggaplah bahwa
sektor-sektor yang nilai tambahnyatinggi adalah industri-industri yang memiliki
input per pekerja yang besar. Lalu, apakah kita bisa berargumen bahwa negara
ini dapat meningkatkan pendapatan nasionalnya dengan memperluas sektor-sektor
ini? Seperti telah dibahas pada bab 4, jika suatu negara memupuk modal, negara
tersebut memang akan semakin makmur dan struktur industrinya akan bergeser dari
sektor-sektor yang padat karya ke sektor-sektor yang padat modal. Namun,
pergeseran ini tidak memerlukan kebijakan khusus pemerintah karena proses ini
akan berangsung sebagai konsekuensi alamiah dari kekuatan-kekuatan pasar.
Pemerintah bisa menggalakkan tabungan dan investasi, yang pada gilirannya akan
menyebabkan pemupukan modal dan secara otomatis akan menyebabkan pergeseran struktur
ke arah barang-barang modal. Namun, penggalakan tabungan bukanlah kebijakan
industrial. Kebijakan industrial terbatas pada subsidi atau bentuk lainnya yang
secara sengaja diberikan untuk mendorong pertumbuhan-pertumbuhan industri padat
modal dalam keadaan suplai modal yang terbatas.
Akankah kebijakan industrial
semacam ini meningkatkan kesejahteraan nasional? Tidak, kecuali jika kebijakan
ini membantu dalam mengoreksi dalam ketidakberfungsian pasar. Jika pasar
berfungsi sepenuhnya, alokasi sumber daya yang sudah terjadi sudah optimal, dan
realokasi yang diprakarsai pemerintah tidak akan memperbaiki keadaan. Jika
pasar tidak berfungsi sepenuhnya maka akan terjadi kegagalan pasar, tetapi
tidak beralasan untuk menganggap bahwa pasar yang tidak berfungsi sepenuhnya
ini menyebabkan alokasi sumber dayake sektor-sektor yang padat modal menjadi
tidak memadai.
Apa yang terjadi jika suatu negara
yang memberikan subsidi kepada industri-industri yang padat modal? Jika hal-hal
lain tidak berubah, sejumlah modal tertentu akan ditambahkan ke sektor-sektor
yang padat modal yang membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja. Dengan demikian
pergeseran modal ke sektor yang padat modal pada awalnya akan mengurangi
kesempatan kerja. Meskipun pengangguran pada akhirnya akan hilang dengan
penurunan upah riil mendorong seluruh sektor memperbanyak tenaga kerja sebagai
pengganti modal, meningkatnya pengangguran pada tahapan awal boleh dikatakan
bukan akibat dari kebijakan industrial.
Menggalakkan
Keterkaitan Industri
Suatu pandangan yang kerap
dilontarkan dalam pembahasan-pembahasan tentang kebijakan industrial adalah
pemerintah hendaknya menawarkan rangsangan khusus kepada sektor-sektor yang
produksinya merupakan input bagi sektor-sektor lain. Gagasannya adalah
perluasan industri yang menghasilkan barang antara memiliki dampak berganda
melalui penggalakan industri-industri yang menggunakan apa yang mereka
produksi. Misalnya, beberapa pengamat berargumen bahwa subsidi yang diberikan
pemerintah jepang kepada industri baja, menyebabkan harga baja lebih murah,
mendorong pertumbuhan-pertumbuhan industri yang menggunakan baja, seperti
galangan kapal dan mobil.
Kepopuleran argumen keterkaitan
berakar dari anggapan bahwa memproduksi barang-barang antara yang dapat
digunakan oleh berbagai sektor adalah kegiatan ekonomi yang lebih mendasar
daripada memproduksi barang-barang konsumsi yang hanya memberikan kepuasan
kepada rumah tangga. Merupakan hal yang sulit untuk membantah anggapan
seolah-olah penghasil baja atau semi
konduktor melakukan sesuatu yang lebih serius daripada pembuat boneka atau
pasta gigi.
Namun lagi-lagi jika tidak
terdapat kegagalan pasar, tidak ada alasan untuk untuk mengharapkan pasar
menyalurkan lebih sedikit sumber daya kepada barang-barang produksi hantaran.
Dalil pokok dalam ilmu ekonomi adalah dengan pasar yang bersaing pendapatan
dari suatu input sama dengan nilai produk marginalnya. Dengan demikian dengan
tambahan satu dollar jasa modal akan menambah nilai produksi sektor yang
menggunakan input tersebut senilai satu dollar, apakah itu bagi industri baja,
mobil, galangan kapal, atau yang lain. Jugs benar bahwa baja senilai satu
dollar akan sama dengan nilai satu dollar dari pengunaan alternatif.
Argumen keterkaitan berarti:
pemerintah harus secara langsung meningkatkan investasi di industri baja
daripada di industri mobil atau galangan kapal dibandingkan dengan yang
dilakukan oleh pasar bebas. Akankah ini meningkatkan pendapatan nasional?
Tidak, jika pasar berfungsi penuh. Satu dollar modal yang ditanamkan yang di realokasikan
dari industri mobil ke industri baja menurunkan nilai output mobil sebesar satu
dollar dan meningkatkan nilai output baja sebanyak satu dollar. Tambahan output
baja kini dapat digunakan untuk meningkatkan output mobil ketingkat semula,
tetapi tidak lebih tinggi daripada itu; ini mempertegas bahwa alokasi semula
sudah optimal dan sudah tidak dapat ditingkatkan lagi.
Mengembangkan
Industri-Industri Yang Berpotensi Untuk Tumbuh Di Masa Depan
Argumen lainnya yang lazim
dilontarkan adalah, kebijakan indusrial hendaknya mengupayakan penyaluran
sumber daya ke sektor-sektor yang memiliki potensi tinggi untuk bertumbuh di
masa depan. Tidak ada kesangsian bahwa perubahan teknologi, perubahan pola
permintaan, dan perubahan keunggulan komparatif menyebabkan tingkat pertumbuhan
yang beragam diantara industri-industri dalam perekonomian. Kadang-kadang,
meskipun tak selalu, mungkin saja untuk memperkirakan industri mana saja yang
akan tumbuh paling pesat. Haruskah pemerintah “menentukan” dan mendorong tenaga
kerja dan modal beralih ke industri-industri yang memiliki prospek pertumbuhan
yang paling tinggi?
Kembali bahwa jawabannya bahwa
pasar yang berfungsi dengan sepenuhnya akan membuat peranan pemerintah tidak
diperlukan. Perusahaan-perusahaan yang melakukan pilihan-pilihan investasi dan
pekerja-pekerja yang memilih karirnya sudah merupakan upaya untuk memilih
industri-industri yang unggul. Hanya jika pemerintah dapat melakukan tugas yang
lebih baik dalam memilih yang unggul dibandingkan dengan pelaku-pelaku dipasar
bebas yang dapat memperbaiki hasil mekanisme pasar. Dengan kata lain, jika
setiap orang mengetahui bahwa industri-industri tertentu akan tumbuh pesat,
modal dan tenaga kerja akan beralih ke industri tersebut, meskipun tanpa
dorongan khusus dari pemerintah. Jika tidak ada kegagalan pasar, memberikan
rangsangan tambahan kepada suatu sektor merupakan tindakan yang berlebihan.
Merupakan hal yang mungkin untuk terlalu banyak menanamkan modal di industri
yang pertumbuhannya tinggi. Pembahasan tentang pangalaman di industri baja dan
pesawat terbang akan membuat jelas permasalahan ini.
Argumen bahwa pemerintah hendaknya
selalu memajukan sektor-sektor yang berkembang sama juga dengan mengatakan
bahwa pasar bebas secara sistematis meremehkan prospek pertumbuhan di masa
depan. Argumen ini erat kaitannya dengan argumen industri yang masih rapuh yang
dibahas pada bab 11. Argumen industri yang masih rapuh telah di kecam pedas
berdasarkan bahwa tidak ada bukti yang kuat bagi berbagai kegagalan pasar yang
dapat membenarkan argumen ini. Kritik yang lebih tajam berlaku pula bagi kasus
negara-negara industri maju, dimana mekanisme pasar dianggap berjalan lebih
efisien. Di amerika serikat, penanam modal swasta kerap menyokong usaha-usaha
yang beresiko tinggi, seperti pipa saluran minyak alaska dan pengembangan
bioteknologi yang memerlukan pengeluaran besar sementara keuntungannya baru
akan diperoleh setelah jangka waktu yang relatif lama yang boleh jadi tingkat
ketidakpastiannya tinggi. Mempertimbangkan contoh-contoh ini, dimana keduanya
menyedot investasi swasta yang amat besar adalah sulit untuk berargumen bahwa
pasar bebas secara sistematis tidak
peka.
Menandingi
Dampak Kebijakan Industrial Negara-Negara Lain
Dasar pertimbangan terakhir bagi
kebijakan industrial yang khususnya populer dalam pembahasan di Amerika Serikat
adalah gagasan kebijakan industrial sebagai senjata penangkal. Misalnya suatu
negara memberikan sokongan kepada suatu industri sehingga menyebabkan penciutan
industri sejenis di A.S. haruskah A.S menanggapi dengan menyokong industri
tersebut? Jika ya, argumennya berlaku, Amerika Serikat akan menjadikan struktur
industrinya ditentukan oleh kebijakan industrial negara lain.
Untuk menilai kesalahan dari
argumen ini, marilah pertama kali membayangkan beberapa skenario. Misalkan
negara-negara lain lebih efisien dalam memproduksi suatu barang, katakan
tekstil, dan karena itu harga tekstil dipasaran jatuh. Bagaimana tanggapan yang
cocok yang perlu ditempuh amerika serikat? Karena ini merupakan suatu pergeseran
dalam keunggulan komparatif, amerika serikat harus menyesuaikan diri dengan
mengalihkan sumber daya dari tekstil ke sektor lain. Selanjutnya pasar akan
cenderung melakukan penyesuaian otomatis, karena penurunan harga relatif
tekstil akan memberikan rangsangan. Jika tidak ada kegagalan pasar dalam
perekonomian amerika, maka tidak perlu ada kebijakan khusus pemerintah untuk
menghentikan atau merangsang gerak penyesuaian.
Kini kembali kepada persoalan
penargetan industri, dan anggap bahwa harga tekstil jatuh, bukan karena
pergeseran keunggulan komparatif melainkan karena negara-negara lain mensubsidi
produksi tekstil. Haruskah tanggapan amerika serikat berbeda? Tidak sekali.
Dari sisi tinjau amerika serikat, tidak ada perbedaan apakah kejatuhan harga
tekstil disebabkan oleh perubahan teknologi negara-negara lain atau karena
subsidi yang diberikan oleh pihak luar negeri. Dalam kedua kasus ini, tanggapan
yang memaksimumkan kesejahteraan amerika serikat adalah dengan mengalihkan
sumber daya dari sektor tekstil. Petani dalam memutuskan apakah menanam jagung
atau gandum memerlukan informasi tentang harga relatif, namun keputusan yang
tepat tidak bergantung kepada apakah harga ini terjadi akibat kekuatan-kekuatan
pasar alamiah atau dukungan pemerintah. Hal yang sama berlaku pula bagi negara
yang menargetkan keberagaman industrinya. Ekonom perancis, Frederich Bastiat
pernah menulis, kenyataan bahwa negara-negara lain menempatkan karang
dipelabuhannya adalah bukan alasan untuk melemparkan karang di pelabuhan kita,
artinya, kenyataan bahwa negara-negara lain menyimpangkan produksi mereka
dengan proteksi dan subsidi bukan merupakan alasan bagi kita untuk
menyimpangkan produksi kita.
Argumen yang lazim adalah jika
Amerika Serikat tidak menanggapi penargetan industrial pihak asing,
negara-negara lain memaksa kita tersingkir dari industri-industri kunci. Namun
ini menganggap bahwa sektor-sektor dinegara lain yang ditargetkan tersebut
memang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi. Tentu saja kenyataan bahwa
negara lain memilih untuk menargetkan suatu sektor bukan satu-satunya bukti
kegagalan pasar yang menuntut campur tangan pemerintah. Argumen yang
mempertahankan kebijakan industrial meyakinkan kita untuk menerima
alasan-alasan negara lain tentang sektor-sektor mana saja yang harus didorong
dan sebagaimana yang akan kita tinjau, catatan tentang alasan yang dikemukakan,
baik oleh amerika serikat pemerintah-pemeritah negara lain tidak kuat.
Apa yang telah kita tempuh sejauh
ini ialah menguji serangkaian kriteria bagi kebijakan industrial yang telah
mengakar dalam diskusi-diskusi umum. Kesemua kriteria agaknya menarik tetapi
tidak memiliki landasan kokoh untuk analisis ekonomi yang mendalam. Haruskah
pemerintah menolak apa yang dikemukakan aktivis tentang kebijakan industrial? Jika
anjurannya tidak dapat diajukan dengan argumen yang lebih baik dari ini,
mengapa para pengamat yang arif memperlakukan kebijakan industrial dengan
seksama? Ada dua jawaban untuk itu. Pertama adalah persoalan praktis: meskipun
pemikiran-pemikiran ini mungkin tidak meyakinkan para ekonom, mereka sangat
mempengaruhi kebijakan yang diterapkan. Karena itu penting untuk mempertanyakan
bagaimana kebijakan industrial terbentuk dalam prakteknya (bukti-bukti tentang
hal ini dicakup pada bagian selanjutnya dalam bab ini).
Jawaban kedua atas penolakan
terhadap pemikiran kebijakan industrial adalah
bahwa untuk membatasi pembahasan tentang kriteria umum adalah bukan
dengan membuat pemikiran kebijakan industrial sebagai peninjauan yang wajar.
Meskipun kriteria yang populer bagi kebijakan industrial mungkin tidak bertahan
kokoh, terdapat banyak argumen yang lebih dapa dipahami yang harus kita uji
dengan seksama. Argumen-argumen ini tidak mempunyai daya tarik politis seperti argumen-argumen sederhana
diatas, tetapi lebih memiliki kandungan intelektual.
Argumen-Argumen
Canggih Bagi Kebijakan Industrial
Tidak ada kerangka analitis yang
dikembangkan analitis yang dikembangkan dalam bab 9 dan 10 yang mengesampingkan
hasrat bagi kebijakan industrial. Apa yang benar-benar ditunjukkan oleh
kerangka pemikiran tersebut adalah, aktivis kebijakan pemerintah memerlukan
suatu pembenaran spesifik, yakni, harus menghilangkan kegagalan pasar domestik
yang sebenarnya terjadi. Persoalan-persoalan dengan argumen-argumen populer
bagi kebijakan industrial pada halaman-halaman sebelumnya adalah justru bahwa
mereka tidak mengaitkan kasus campur tangan pemerintah dengan kegagalan
tertentu dari asumsi-asumsi lainnya dari ketiadaan campur tangan pemerintah
(laissez faire).
Persoalan sehubungan dengan
argumen-argumen kegagalan pasar kegagalan pasar dari campur tangan adalah
bagaimana mengetahui suatu kegagalan pasar jika anda menghadapinya. Dalam
beberapa tahun terakhir para ekonom yang menelaah negara-negara industri telah
mengidentifikasi dua macam kegagalan pasar yang terjadi dan relevan dengan
kebijakan-kebijakan industrial negara-negara maju. Salah satunya adalah
ketidakmampuan perusahaan-perusahaan di dalam industri-industri teknologi tinggi untuk mersih
keuntungan-keuntungan yang sebagiannya merupakan sumbangan mereka kepada
pengetahuan yang mengalir ke perusahaan-perusahaan lain. Yang lainnya adalah
adanya keuntungan monopoli di industri-industri oligopolistik yang sangat
terkonsentrasi.
TEKNOLOGI
DAN EKSTERNALITAS
Pembahasan mengenai argumen
industri yang baru tumbuh pada bab 11 menegaskan bahwa ada suatu kegagalan yang
potensial yang timbul dari kesulitan-kesulitan dari pengetahuan yang tepat
guna. Jika perusahaan-perusahaan di suatu industri menghasilkan pengetahuan yang juga dapat dimanfaatkan
oleh perusahaan-perusahaan lain tanpa membayar, industri ini sebetulnya
menghasilkan sejumlah output tambahan, keuntungan sosial marginal dari
pengetahuan yang tidak tercemin didalam insentif-insentif perusahaan. Jika
eksternalitas (keuntungan yang jatuh ke pihak-pihak diluar perusahaan) dapat
ditunjukan sebagai hal yang penting, agaknya mensubsidi industri yang
bersangkutan merupakan pemikiran yang baik.
Pada tingkat yang abstrak argumen
ini serupa bagi industri-industri baru tumbuh di negara-negara berkembang
sebagaimana bagi industri-industri mapan di negara-negara maju. Namun,
dinegara-negara maju, argumennya mempunyai sisi khusus karena di negara-negara
itu tidak ada sejumlah industri dimana kebangkitan pengetahuan merupakan aspek
sentral dari perusahaan. Industri-industri, disebut industri-industri teknologi
tinggi, meliputi komputer, elektronik, dan ruang angkasa. Di industri-industri
teknologi tinggi, perusahaan-perusahaan mencurahkan banyak sekali sumber daya
mereka untuk menyempurnakan teknologi, baik dari pengeluaran nyata untuk
penelitian dan pengembangan atau dengan kesediaan menanggung kerugian pada
tahap awal terhadap produk-produk dan proses-proses baru untuk memperoleh
pengalaman. Aktivitas-aktivitas seperti itu, tentu saja terjadi di semua
industri, sehingga tidak terdapat pemisah yang jelas antara teknologi tinggi
dengan perekonomian secara keseluruhan. Namun, terdapat perbedaan-perbedaan
berteknologi tinggi yang mana investasi dalam pengetahuan merupakan bagian
utama dalam usaha.
Persoalan bagi kebijakan
industrial adalah sementara perusahaan-perusahaan dapat mengambil keuntungan
dari investasi dalam ilmu pengetahuan yang mereka lakukan ( kalau tidak, maka
tidak ada investasi), mereka biasanya tidak dapat memperoleh sepenuhnya. Sebagian
keuntungan jatuh ke perusahaan lain yang dapat meniru gagasan-gagasan dan
teknik-teknik dari pendahulunya. Di elektronik, misalnya, sudah merupakan
kelaziman-kelaziman bagi perusahaan-perusahaan untuk memutarbalikkan rancangan
saingan mereka, membongkar produk-produk mereka untuk mengenali bagaimana
mereka bekerja dan bagaimana mereka membuatnya. Karena undang-undang hak paten
hanya memberikan perlindungan yang lemah terhadap para inovator, ada suatu
anggapan yang beralasan bahwa dalam keadaan laissez faire perusahaan-perusahaan
teknologi tinggi tidak memperoleh dukungan kuat untuk melakukan inovasi
sebagaimana mereka kehendaki.
Kasus
Untuk Pemerintah Dalam Mendukung Industri-Industri Teknologi Tinggi Haruskah
pemerintah Amerika Serikat mensubsidi industri-industri teknologi tinggi?
Sementara ada kasus yang sangat bagus untuk subsidi semacam ini, kita
memberikan suatu peringatan. Dua pertanyaan, khususnya muncul; pertama,
kemampuan kebijakan pemerintah untuk menargetkan sesuatu yang benar. Dan kedua,
pentingnya argumen secara kualitatif. Meskipun industri-industri teknologi
tinggi boleh jadi menghasilkan keuntungan sosial tambahan karena pengetahuan
yang mereka kembangkan, seberapapun besarnya apa yang telah diberikan oleh
industri teknologi tinggi tidak ada hubungannya dengan pengembangan ilmu
pengetahuan. Tidak ada alasan untuk mensubsidi penggunaan modal atau
pekerja-pekerja non teknologi di industri-industri teknologi tinggi; dipihak
lain, imbas inovasi dan teknologi sampai batas tertentu terjadi juga di
industri-industri yang berteknologi tinggi pada umumnya. Kaidah umumnya adalah
bahwa kebijakan perdagangan dan industrial harus ditargetkan secara spesifik
pada aktivitas-aktivitas dimana terjadi kegagalan pasar. Dengan demikian
kebijakan hendaknya mengarahkan pemberian subsidi untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan yang tidak mampu diemban oleh perusahaan. Suatu subsidi yang
bersifat umum bagi sejumlah industri yang mengembangkan pengetahuan semacam ini
diyakini merupakan perangkat yang sangat baik untuk maksud ini.
Bahkan, barangkali pemerintah
harus mensubsidi penelitian dan pengembangan dimanapun ini terjadi. Masalahnya
disini adalah soal definisi. Bagaimana kita mengetahui jika suatu perusahaan
tersebut didalam pengembangan ilmu pengetahuan? Suatu definisi yang longgar
dapat menyebabkan hal tersebut disalahgunakan; siapa yang menganggap penjepit
kertas dan mobil-mobil perusahaan betul-betul mendukung pengembangan ilmu
pengetahuan ataupun dimanapun peranan anggaran bagian penelitian untuk memompakan
subsidi? Suatu definisi yang tegas, dipihak lain akan menimbulkan resiko
menguntungkan yang besar, dan berbagai bentuk birokrasi dari penelitian dimana
alokasi dana dapat dibuktikan kebenarannya terhadap organisasi-organisasi yang
lebih kecil dan informal yang secara luas diyakini menjadi kunci bagi
kebanyakan pemikiran awalnya.
Amerika serikat sebetulnya memang
mensubsidi penelitian dan pengembangan, setidaknya jika dibandingkan dengan jenis-jenis investasi lainnya.
Penelitian dan pengembangan dapat dinyatakan oleh perusahaan sebagai
pengeluaran rutin dan karena itu bisa mengurangi pajak keuntungan perusahaan.
Sebaliknya, investasi dalam bentuk pabrik dan peralatan tidak dapat dinyatakan
sebagai pengeluaran rutin sehingga hanya bisa dihapuskan melalui depresiasi
bertahap. Perlakuan yang mendukung secara efektif bagi pengembangan ilmu
pengetahuan ini merupakan suatu kebetulan dari sejarah perpajakan daripada
sebagai kebijakan yang eksplisit, tetapi kita perlu mencatatnya sebelum
menyimpulkan bahwa amerika serikat membelanjakan terlalu sedikit untuk
penelitian dan pengembangan atau bahwa sektor teknologi tinggi memerlukan
sokongan lebih jauh. Untuk sampai kepada kesimpulan ini kita perlu menngetahui
bagaimana subsidi bisa dibenarkan.
Seberapa
Pentingkah Eksternalitas?
Pertanyaan tentang tingkat kelayakan dari subsidi bagi teknologi tinggi
bergantung kepada jawaban terhadap masalah empiris yang sulit; seberapa
penting, secara kuantitatif, argumen mengenai teknologi bagi penargetan
industri-industri teknologi tinggi? Apakah subsidi optimal adalah 10, 20, atau
100 persen? Jawaban yang jujur adalah tidak ada satupun yang baik. Sudah
merupakan sifat dari eksternalitas, keuntungan yang tidak terkandung pada harga
pasar sulit diukur.
Selanjutnya, sekalipun
eksternalitas yang diciptakan oleh industri-industri berteknologi tinggi dapat
ditunjukan begitu besar, mungkin hanya suatu insentif terbatas bagi suatu
negara untuk menyokong industri-industri ini. Alasannya adalah keuntungan dari
ilmu pengetahuan yang dikembangkan disuatu negara kenyataannya dinikmati oleh
perusahaan-perusahaan dinegara lain. Maka jika, katakanlah, suatu perusahaan
belgia mengembangkan suatu teknik baru untuk pengecoran baja, kebanyakan
perusahaan yang dapat meniru teknik ini adalah negara-negara eropa lainnya
seperti amerika serikat dan jepang, daripada belgia. Suatu pemerintahan di
dunia mungkin yakin akan manfaat untuk mensubsidi inovasi ini.
Persoalan-persoalan kelayakan pada tingkat negara ini (sebagai lawan dari
perusahaan) kurang begitu serius tetapi penting sekalipun bagi negara seluas
amerika serikat.
Terlepas dari kritik-kritik,
argumen imbas teknologi barangkali merupakan kasus terbaik yang dapat
dikemukakan secara ilmiah bagi suatu kebijakan industrial yang aktif. Berbeda
dengan kriteria simplistik bagi pemilihan industri-industri, yang dapat ditolak
secara meyakinkan, kasus yang mendukung atau menolak penargetan
industri-industri padat pengetahuan merupakan sesuatu yang masih diperdebatkan.
Persaingan
Tidak Sempurna Dan Kebijakan Perdagangan Strategis
baru-baru ini argumen baru bagi penargetan industrial memperoleh perhatian yang
besar. Mulanya di ajukan oleh ekonom barbara spencer dan james brander dari
university of british columbia, argumen ini menempatkan kegagalan pasar yang
membenarkan campur tangan pemerintah jika kondisi persaingan sempurna tidak
terpenuhi. Mereka menegaskan bahwa disejumlah industri hanya terdapat sedikit
perusahaan yang bersaing secara efektif. Karena jumlah perusahaan tidak banyak,
asumsi-asumsi persaingan sempurna tidak berlaku. Khususnya, yang terpenting
ialah adanya imbalan yang berlebih , yakni perusahaan akan meraih keuntungan
lebih besar dari tingkat yang dapat dicapai oleh investasi-investasi beresiko
sama dilain tempat didalam perekonomian. Akan terjadi persaingan-persaingan
internasioanal untuk memperoleh keuntungan ini.
Spencer dan brander mengingatkan
bahwa, dalam kasus ini, pada dasarnya mungkin bagi pemerintah untuk mengubah
aturan main untuk mengalihkan imbalan berlebih ini dari perusahaan asing ke
domestik. Dalam kasus yang paling sederhana, subsidi kepada
perusahaan-perusahaan domestik, dengan merintangi investasi dan produksioleh
pesaing-pesaing luar negeri, dapat meningkatkan keuntungan
perusahaan-perusahaan domestik lebih besar daripada jumlah subsidi. Dengan
mengenyam dampak konsumen, misalnya, jika perusahaan hanya menjual dipasar luar
negeri, keuntungan dari pesaing-pesaing luar negeri ini berarti bahwa subsidi
meningkatkan pendapatan nasional atas pengorbanan negara-negara lain.
Analisis
Brander –Spencer:
Suatu contoh. Analisis brander-spencer dapat diperagakan dalam suatu
contoh sederhana dimana hanya ada dua perusahaan yang bersaing, masing-masing
dari negara yang berbeda. Ingat kembali bahwa suatu kemiripan dengan
kejadian-kejadian nyata mungkin suatu kebetulan, katakanlaj boeing dan airbus,
dan negara-negara amerika serikat dan eropa. Misalkan ada produk baru, pesawat
dengan 150 tempat duduk, yang mampu dibuat oleh kedua perusahaan. Untuk
mudahnya, misalkan setiap perusahaan hanya dapat membuat keputusan ya/tidak:
memproduksi pesawat 150 tempat duduk atau tidak. Tabel 12-1 menggambarkan
bagaimana keuntungan yang diperoleh kedua perusahaan bergantung kepada
keputusan mereka. (penentuannya sama dengan yang kita gunakan untuk menelaah
interaksi diantara kebijakan-kebijakan perdagangan dari negara-negara yang
berbeda pada bab 10). Setiap baris mengacu pada suatu keputusan oleh boeing,
setiap kolom pada keputusan oleh airbus. Dimana setiap kotak ada dua angka:
angka dikiri bahwa menunjukkan keuntungan boeing, sedangkan yang dikanan atas
menunjukkan keuntungan airbus.
Tabel 12-1 Persaingan Dua Perusahaan
Memproduksi Tidak
Memproduksi
Memproduksi
Tidak memproduksi
Berdasarkan ketentuan, tabel ini
mencerminkan asumsi sebagai berikut : jika hanya satu perusahaan yang memproduksi
pesawat dengan 150 tempat duduk, perusahaan tersebut memperoleh keuntungan,
tetapi jika keduanya memproduksi pesawat ini keduanya akan mengalami kerugian.
Perusahaan mana yang benar-benar memperoleh keuntungan? Ini tergantung kepada
siapa yang memproduksinya lebih dulu. Andaikan boeing mampu mendahului dan
melaksanakan sendiri produksi pesawat dengan 150 tempat duduk sebelum airbus
dapat melakukannya. Airbus akan sadar bahwa ia tidak mempunyai dorongan untuk
masuk. Hasilnya adalah angka diakanan atas tabel, yakni boeing meraih
keuntungan.
Kini sampai kepada persoalan
Brander-Spencer: pemerintah Eropa dapat membalik keadaan ini, misalkan
pemerintah eropa mencanangkan untuk memberikan subsidi sebesar 25 jika kepada
perusahaan-perusahaan eropa yang mau memproduksi pesawat ini. Akibatnya
tabel-tabel (payoff table) berubah sebagaimana tercermin pada tabel 12-2. Kini
akan menguntungkan pada airbus untuk memproduksi pesawat dengan 150 tempat
duduk tidak peduli apa yang dilakukan oleh boeing.
Mari kita tinjau implikasi dari
pergeseran ini. Boeing kini sadar bahwa apapun yang dilakukannya, ia harus
bersaing dengan airbus karena itu akan merugi jika ia memutuskan untuk
berproduksi. Maka boeing lah kini terhalang untuk masuk. Sungguh, subsidi
pemerintah telah mengalihkan keunggulan untuk masuk lebih dulu yang kita
tetapkan sebelumnya dimiliki oleh boeing kepada airbus.
Hasil akhirnya ialah keseimbangan
bergeser dari kanan atas tabel 12-1 kekiri bawah tabel 12-2 airbus meraih
keuntungan 125, yang tadinya nihil. Ini merupakan subsidi pemerintah hanya 25.
Dengan demikian subsidi pemerintah meningkatkan keuntungan dengan jumlah yang
lebih besar dari subsidi itu sendiri, karena dampak perintangnya terhadap
pesaing luar negeri. Subsidi berdampak demikian karena ia menciptakan
keunggulan bagi airbus yang setara dengan keunggulan strategis jika memang itu
yang tejadi, sedangkan boeing tidak memiliki keunggulan untuk masuk lebih dulu.
Tabel 12-2 Dampak subsiadi kepada airbus
Memproduksi Tidak
Memproduksi
Memproduksi
Tidak memproduksi
Masalah-Masalah
Dengan Analisi Brander-Spencer. Contoh hipotesis ini
agaknya bisa menunjukkan bahwa argumen kebijakan perdagangan strategis
memberikan dorongan bagi aktivis pemerintah. Subsidi oleh pemerintah Eropa
meningkatkan secara tajam keuntungan perusahaan eropa atas kerugian pesaing
luar negeri. Dengan demikian mematikan kepentingan konsumen, ini nyata-nyata
menigkatkan kesejahteraan eropa ( dan menurunkan kesejahteraan amerika
serikat). Bukankah pemerintah amerika serikat menempuh langkah serupa dan
menggunakan argumen ini?
Tabel 12-3 Persaingan dua perusahaan; kasus alternatif
Memproduksi Tidak
Memproduksi
Memproduksi
Tidak memproduksi
Kenyataan, pembenaran strategik
bagi kesejahteraan perdagangan, sementara ia telah menarik banyak perhatian
juga banyak menghadapi kritik. Pihak yang mengajukan kritik berargumen bahwa
untuk membuat teori ini bisa diterapkan maka diperlukan lebih banya informasi
dari yang sudah tersedia, bahwa kebijakan demikian akan menghadapi resiko
balasan dari luar negeri, dan bahwa dalam kasus tertentu politik dalam negeri
dari kebijakan perdagangan dan industrial akan merintangi perangkat-perangkat
analitis yang samar-samar ini.
Persoalan keterbatasan informasi
mempunyai dua aspek. Pertama ialah bahwa sekalipun meninjau suatu industri
dalam isolasi, mungkin sulit untuk menentukan angka-angka didalam tabel seperti
tabel 12-1 dengan pasti. Dan jika pemerintah menetapkannya salah, kebijakan
subsidi bisa mengakibatkan kesalahan yang mahal. Untuk meninjaunya, misalkan
bahwa yang terjadi adalah bukan seperti yang terjadi pada tabel 12-3, melainkan
seperti yang ditunjukan oleh angka-angka yang agak mirip sebagaimana yang
tertera pada tabel 12-4. Angka-angka ini tidak banyak berbeda, tetapi
perbedaanya sangat penting. Pada tabel 12-3 boeing dianggap memiliki suatu
keunggulan yang mendasar, mungkin teknologi yang lebih handal sehingga meskipun
airbus masuk ke pasar, boeing akan menguntungkan untuk berproduksi.
Bagaimanapun, airbus tak memproduksi dengan menguntungkan jika airbus
memproduksi pula.
Tanpa subsidi, hasil pada tabel
12-3 adalah disudut kanan atas; boeing berproduksi dan airbus tidak. Sekarang
anggaplah bahwa, seperti pada kasus sebelumnya, pemerintah eropa memberikan
subsidi sebesar 25 yang cukup untuk memungkinkan airbus berproduksi. Tabel
hasil yang baru digambarkan pada tabel 12-4. Hasilnya ialah kedua perusahaan
memutuskan untuk berproduksi; angka-angka hasil tercantum dikiri atas. Dalam
kasus ini airbus memperoleh subsidi 25 hanya meraih keuntungan sebesar 5.
Berarti terbalik dengan hasil diatas, dimana subsidi meningkatkan keuntungan
lebih besar dari jumlah subsidi. Alasan bagi perbedaan hasil ini ialah, kali
ini subsidi bertindak gagal untuk merintangi boeing.
Tabel 12-4 Dampak subsidi kepada airbus
Memproduksi Tidak
Memproduksi
Memproduksi
Tidak memproduksi
Pada awalnya kedua kasus ini
tampak mirip, namun salah satu kasus subsidi merupakan gagasan baik, sementara
yang lain merupakan gagasan buruk. Kelihatannya, disukainya kebijakan-kebijakan
perdagangan strategis bergantung kepada ketetapan membaca situasi. Ini
menggiring sejumlah ekonom untuk mempertanyakan apakah kita mungkin pernah
memiliki cukup informasi untuk menggunakan teori ini dengan efektif.
Persyaratan-persyaratan informasi
sangat pelik karena fakta bahwa kita tidak menganggap industri-industri dalam
isolasi. Jika satu industri disubsidi, ini akan menghela sumber daya dari
industri-industri lain dan cenderung meningkatkan beban mereka. Dengan
demikian, meskipun suatu kebijakan yang berhasil memberikan
perusahaan-perusahaan amerika serikat suatu keunggulan strategis di satu
industri akan cenderung menyebabkan kerugian strategis disektor-sektor lain.
Untuk memastikan apakah kebijakan-kebijakan demikian bisa dibenarkan,
pemerintah amerika serikat perlu menilai dampak-dampak sampingan ini. Sekaligus
pemerintah memiliki pemahaman yang akurat atas suatu industri, ini belum cukup
diperlukan pula pemahaman yang sama akuratnya atas sektor-sektor lain dengan
mana industri tersebut bersaing untuk memperoleh sumber daya.
Jika kebijakan perdagangan yang
diajukan dapat mengatasi kritik-kritik ini, ia masih menghadapi persoalan
pembahasan dari negara lain, yang pada dasarnya merupakan masalah yang dihadapi
jika mempertimbangkan penggunaan tarif untuk memperbaiki nilai tukar
perdagangan (bab 10) . kebijakan-kebijakan strategik merupakan
kebijakan-kebijakan yang merugikan negara tetangga yang meningkatkan kesejahteraan
kita atas pengorbanan negara negara-negara lain. Karena itu kebijakan ini
memungkinkan perang dagang yang membuat semua pihak merugi. Sangat sedikit
ekonom yang menganjurkan amerika serikat untuk memprakarsai kebijakan-kebijakan
seperti itu. Sebaliknya, banyak ekonom yang biasanya berargumen agar amerika serikat sendiri perlu disiapkan
untuk membahas jika negara-negara lain ternyata secara agresif menggunakan
kebijakan-kebijakan strategik.
Akhirnya, dapatkah teori-teori
seperti ini digunakan dalam konteks politisi? Kita membahas persoalan ini pada
bab 10, dimana alasan-alasan bagi keraguan-keraguan ditempatkan dalam konteks
kasus keraguan politis atas perdagangan bebas.
KEBIJAKAN
INDUSTRIAL DALAM PRAKTEK
Teori tentang kebijakan industrial
merupakan suatu kasus khusus dari analitis kegagalan pasar domestik yang
diutarakan pada bab 10. Prinsip-prinsipnya karena itu sangat sederhana,
meskipun rinciannya mungkin rumit. Namun kesederhanaan yang mendasarinya tidak
bertalian dengan praktek kebijakan industrial. Banyak sekali kontroversi
sekalipun telah banyak negara mencoba untuk melaksanakannya, namun jangan
ditanyakan seberapa jauh mereka berhasil. Berikut adalah tinjauan ringkas dari
beberapa kenyataan menonjol tentang kebijakan industrial, dilanjutkan dengan
pembahasan beberapa kasus yang terkenal.
Kebijakan
Industrial Jepang
Jepang merupakan suatu kisah
keberhasilan spektakuler dari dunia industri maju, merupakan dari kehancuran
setelah perang dan kelunglaian ekonomi ke dekade-dekade pertumbuhan yang
menakjubkan. Jepang juga memiliki kebijakan industrial yang paling gamblang
dari kebijakan tersebut.
Ahli-ahli tentang jepang
menunjukkan akan perlunya membedakan dua tahapan dalam kebijakan industrial
jepang. Sejak 1950 hingga awal 1970an, perekonomian jepang berlangsung
sedemikian rupa dimana lembaga-lembaga pemerintah melakukan pengendalian
langsung yang besar terhadap alokasi sumber daya. Sejak pertengahan 1970an,
peranan pemerintah mulai kian tidak kentara dan ambisius. Adalah suatu kesalahan
untuk membahas peranan pemerintah jepang dewasa ini dibidang elektronik dan
komputer dalam konteks yang sama dengan peranan pemerintah jepang sebelumnya di
baja, galangan kapal dan industri-industri besar lainnya.
Kebijakan Industrial Jepang Pada
Tahap Awal. Sejak akhir perang dunia kedua sampai
1970an, jepang menghadapi perekonomian yang serba “kekurangan” baik nilai mata auang asing maupun suku bunga
dijaga lebi rendah dari tingkat dimana penawaran menyamai permintaan, sehingga
valuta asing dirasionalkan. Alokasi dari sumber daya yang langka ini pada
dasarnya dikendalikan oleh pemerintah, khususnya oleh kementerian keuangan dan
kementerian perdagangan intrnasional dan industri (MITI) yang terkenal itu.
Pengendalian mereka terhadap sumber daya yang vital memberikan
kementerian-kementerian ini kekuasaan yang besar terhadap arah pertumbuhan
ekonomi. Kekuasaan ini selanjutnya diperkokoh oleh penggunaan tarif dan
pembatasan-pembatasan impor untuk melindungi industri-industri tertentu.
Selama 1950an dan 1960an,
kementerian menggunakan kekuasaan ini untuk mengiringi suatu strategis
pertumbuhan yang mirip dengan apa yang pendukung kriteria “populer” yang
dibahas sebelumnya yang telah disarankan. Pemerintah menyalurkan dana ke
industri-industri berat dengan nilai tambah per pekerja yang tinggi dan menarik
dar industri-industri padat karya tradisional seperti tekstil. Mereka mencoba
untuk mendorong industri tersebut yang mereka yakini mencerminkan keunggulan
komparatif jepang dibandingkan pola perdagangan kala itu. Industri-industri
barang hantaran seperti baja diberikan perilaku sangat khusus.
Hasilnya merupakan sejarah;
perekonomian jepang bertumbuh dengan sangat pesat. Sudah barang
tentu,keberhasilan jepang inilah yang telah menopang keberadaan argumen-argumen
populer yang telah kita bahas.
Pertanyaan pokoknya ialah apakah
kebijakan industri jepang betul-betul merupakan kunci bagi pertumbuhan yang
pesat. Mungkinkah perekonomian bertumbuh sedemikian pesatnya tanpa kebijakan?
Dalam kaitan ini setidaknya ada dua alasan yang perlu diamati tentang
kberhasilan yang terutama berkaitan dengan kebijakan industri.
Pertama, kita tidak tahu pasti
apakah aktivitas-aktivitas pemerintah jepang benar-benar mendorong industri
berat lebih cepat dibandingkan jika mereka menyerahkannya kepada mekanisme
pasar. Kebijakan industrial jepang diterapkan hanya untuk satu perekonomian
yang tidak diatur (unregulated economy). Bahkan, pemerintah mula-mula
memutuskan saluran-saluran alokasi yang normal, merasionalkan valuta asing dan kredit,
kemudian mengejar kekurangan dipasar dengan mengalokasikan sumber daya –sumber
daya ini secara langsung. Beberapa ekonom menandaskan bahwa pada akhirnya
jepang mencapai hasil yang sama, kalau pemerintah berada diluar gelanggang.
Untuk melihatnya dengan caranya, pemerintah mungkin telah melakukan
keputusan-keputusan yang sama jika dibiarkan secara bebas. Ada satu bukti yang
menopang pandangan ini dalam pola perdagangan jepang ditahun 1970an, yang tidak
begitu berbeda dengan apa yang akan diduga dari sumber daya dan tingkat
perkembangan ekonomi mereka, meskipun tanpa kebijakan industrial.
Kedua, ada kemungkinkan bahwa
dinamisme industri jepang berakar pada faktor-faktor diluar kebijakan
industrial bahwa jepang akan melakukan dengan baik dalam setiap keadaan.
Alasan-alasan bagi keberhasilan jepang begitu banyak: jepang memiliki tingkat
tabungan tertinggi didunia, sistem pendidikan yang efektif, hubungan
pekerja-manajemen yang baik, dan budaya orientasi usaha dengan mana ambisi dan
bakat yang paling besar mengalirkan energi mereka kedalam manajemen perusahaan.
Adalah muingkin bahwa kebijakan industrial bisa menjadi faktor positif yang
kurang berarti, bahkan penghambat bagi petumbuhan ekonomi. Beberapa industri
jepang yang paling berhasil, khususnya otomotif adan elektronik untuk pemakaian
akhir (consumer electronics), bukan industri-industri yang memperoleh proritas
tinggi.
Kebijakan industrial jepang
ditahun 1950an dan 1960an merupakan sosok jepang yang terpelihara. Jepang ini
dipandang sebagai “ japan, inc” suatu masyarakat dimana alokasi sumber daya
dibawah pengendalian trpusat oleh MITI, namun gambaran seperti itu kian usang.
Sejak 1970an, pengungkit tradisional dari kebujakan industrial jepang telah
kehilangan kekuasaan mereka. Valuta asing dan kredit tidak langka dan
dirasionalkan lagi, sedangkan penggunaan hambata-hambatan telah menjadi kendala
karena tuntutan negara lain agar jepang membuka pasarnya. Kebijakan industrial
sejak 1975 atau selanjutnya telah mengambil bentuk yang berbeda dan lebih tak kentara.
Kebijakan industrial jepang dewasa
ini. Kebijakan industrial jepang sejak 1970an ditujukan untuk mendorong
sekumpulan industri baru, industri yang “padat penduduknya” atau
industri-industri teknologi tinggi. Perangkat kebijakan indsutrial merupakan
suatu perpaduan dari subsidi-subsidi tak mencolok untuk penelitian dan
pengembangan dan penggalangan proyek-proyek penelitian bersama antara
pemerintah dan industri yang bertujuan untuk mengembangkan teknologi baru yang
memberi harapan. Seluruh perusahaan terwujudkan dalam skala kecil dibandingkan
dengan perekonomian secara keseluruhan daripada ketika penerapan kebijakan
industrial yang lama.
Pembahasan bagi penargetan
teknologi tinggi tidak sepenuhnya gamblang. Jepang sendiri agaknya tidak yakin
karena ia merupakan sektor yang bertumbuh dimasa depan atau karena ia merupakan
pembangkit imbas teknologi. Namun, kebijakan industrial jepang yang baru lebih
muda dibenarkan dengan alasan argumen kegagalan pasar daripada alasan
sebelumnya.
Sampai seberapa jauh dampak
kebijakan-kebijakan baru ini industri yang ditargetkan sejak 1975 tetap
merupakan bagian kecil dari perekonomian jepang. Baik industri mobil atau
elektronik untuk pemakaian akhir (TV, stereo, VCR, dan sebagainya) bukan
merupakan bagian dari bidang teknologi tinggi yang telah menjadi sasaran utama
didalam penelitian bersama antar pemerintah dan dunia industri. Dengan demikian
produk-produk konsumsi jepang yang telah membuat keberhasilan ekspor Jepang
begitu nyata tidak mencerminkan kebijakan industrial baru mereka. Namun, jepang
telah menjadi produsen utama dari sejumlah produk, dimana kebijakan indsutrial
akhir-akhir ini memegang peranan kunci. Yang paling terkenal dan yang paling
penting dari produk-produk ini ialah kepingan semikonduktor, suatu kasus yang
akan kita telaah segera.
Sejarah ringkas memebrikan kita
suatu perspektif agar keberadaan kebijakan Jepang. Jepang dipandang sebagai suatu
masyarakat yang terorganisir nyaris secara militer, diperintah secara pusat
untuk menghadapi tujuan-tujuan ekonomi. Pandangan ini membesar-besarkan
pemerintah jepang sekalipun selama kurun waktu pengaruh terbesarnya dan
melebihkan seperti ini tidak surut hingga kini.
Kebijakan
Industrial Di Negara-Negara Lain
Negara-negara lain telah menempuh
kebijakan-kebijakan industrial sampai batas-batas tertentu selama periode pasca
perang, meskipun tanpa dengan tingkat pengendalian pemerintah, atau
keberhasilan, sebagaimana yang ditempuh jepang. Perancis telah menerapkan
kebijakan-kebijakan industrial dengan sebagai derajat kesungguhan. Pula,
Amerika Serikat, meskipun tanpa suatu industrial yang eksplisit, memang
memiliki kebijakan-kebijakan , khususnya dukungan mereka terhadap sektor
pertanian dan pengadaan militer mereka, yang dipandang oleh beberapa pengamat
mirip dengan kebijakan-kebijakan industrial.
Kebijakan
Industrial Perancis.
Aspek dari kebijakan industrial
Perancis yang paling banyak menarik perhatian ialah upaya pemerintah untuk
mendukung perusahaan Perancis dalam persaingan teknologi dan perusahaan asing.
Sejak 1960an, pemerintah Perancis khawatir bahwa teknologi dunia kian
didominasi oleh Amerika Serikat atau, lebih jauh lagi, perusahaan Jepang. Untuk
menghindari kemungkinan ini, pemerintah telah berupaya utnuk meyakinkan bahwa
ada perusahaan Perancis, disebut kampiun-kampiun nasional, pemerintah Perancis
telah mendorong merger dari perusahaan-perusahaan yang lebih kecil menjadi
unit-unit yang lebih besar. Pemerintah juga menggunakan pengaruhnya terhadap
tuntunan untuk memberikan pasar-pasar yang diperlukan khusus, misalnya, dengan
mensyaratkan perusahaan telepon yang dikelola oleh pemerintah untuk membeli
peralatan telekomunikasi dan komputer dari perusahaan Pernacis. Dan kasus-kasus
yang terbatas, subsidi-subsidi pemerintah yang luas telah digunakan untuk
mengajukan industri yang dipandang sebagai kunci.
Bagaimana kebijakan industri
Perancis berlangsung? Perekonomian Perancis mengalami kinerja yang cukup baik
hingga akhir 1970-an, mencapai tingkat pertumbuhan sedikit lebih tinggi dari
Jerman dan jauh lebih tinggi dari Inggris. Setelah itu Perancis menghadapi
pengangguran yang serius, tetapi ini merupakan masalah yang di alami pula oleh
banyak negara Eropa. Namun, yang terpenting tentang Perancis, adalah bahwa
sementara perekonomian secara keseluruhan berlangsung dengan baik,
sektor-sektor yang didambakan oleh pemerintah tidak demikian.industri komputer
Perancis tetap bergantung pada pasar yang dilindungi, dan upaya- upaya untuk
mengembangkan industri pesawat terbang hanya mencapai sukses secara teknologis
dengan pengorbanan biaya dana yang amat besar. Karena alasan-alasan ini sedikit
sekali yang memandang kebijakan industri perancis sebagai kunci pertumbuhan
perekonomian negeri itu.
Kebijakan
Industrial Amerika Serikat.
Amerika serikat memiliki suatu
komitmen ideologi pasar bebas yang menghalangi setiap pengarahan eksplisit oleh
pemerintah atas perekonomian sebagai mana yang dilakukan pemerintah Jepang pada
tahap awalnya. Namun, ada bidang-bidang tertentu dimana pemerintah mempunyai
peranan penting dalam memajukan indsutri-indsutri.
Yang paling penting ialah sektor
pertanian. Disini pemerintah amerika serikat telah bertindak yang sangat mirip
dengan kebijakan indsutrial yang bisa kita ajukan atas dasar kriteria canggih
yang dibahas sebelumnya. Ingat bahwa persoalan kelainan ilmu pengetahuan dapat
dijadikan alasan bagi campur tangan pemerintah disuatu industri. Di sektor
pertanian, yang sebagian besar masih merupakan perkebunan keluarga. Masalah ini
sangat akut: petani yang melakukan inovasi dapat ditiru oleh ribuan petani
lainnya, yang meraih keuntungan tanpa mengambil resiko. Untuk meringankan
masalah ini, pemerintah Amerika Serikat telah lama terlibat dalam penelitian
yang berkaitan dengan teknik-teknik pertanian maupun dalam penyebaran
teknik-teknik yang telah disempurnakan melalui agrikultural exstension service
juga, pemerintah telah mengambil peranan utama di proyek-proyek besar, seperti
fasilitas-fasilitas irigrasi yang menurut aksi kolektif. Campur tangan demikian
sangat sesuai dalam kerangka kegagalan pasar dan bahkan disarankan oleh
ekonom-ekonom yang skeptis terhadap kebijakan industrial.
Peranan penting dari pemerintah
amerika serikat adalah dibidang pertahanan. Baik karena Amerika Serikat memilki
pendataan nasional yang lebih besar daripada negara-negar indsutri lainya
maupun pengeluaran pemerintah yang relatif besar untuk pertahanan, pemerintah
amerika serikat pasti merupakan pasar terbesar didunia untuk peralatan militer.
Tak mengejutkan tentunya, amerika serikat mendominasi produksi barang-barang
militer seperti pesawat tempur yang melibatkan skala ekonomi yang besar. Dalam
beberapa kasus boleh jadi bahwa pengeluaran pemerintah amerika serikat untuk
barang-barang telah membantu dalam memberikan perusahaan Amerika Serikat suatu
keunggulan pula dipasar-pasar barang non militer. Misalnya, salah satu pesawat
terbang sipil paling berhasil yang diproduksi oleh boeing 707 (diperkenalkan
tahun 1960), berhutang besar kepada pesawat militer yang dikembangkan
sebelumnya (B-52 bomber). Pesawat militer tentu saja membantu perusahaan
Amerika Serikat meraih skala ekonomis yang menolong mereka dipasar
barang-barang sipil (boeing 707) tetap diproduksi, lama setelah penjualan untuk
kebutuhan sipil berakhir, sebagaimana pesawat pengintai AWACS. Penelitian dan
pengembangan militer terkadang memberikan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat
pengetahuan bahwa mereka dpat menerapkan dibidang lain. Namun, seperti lazimnya
dalam persoalan kebijakan industrial, pentingnya dampak-dampak ini secara
kuantitatif merupakan bahan perselisihan. Pengulas-pengulas dari Eropa, yang
terkadang merasa bahwa mereka kalah bertarung dengan Amerika Serikat dan
Jepang, mengesankan bahwa dalam kenyataan Amerika Serikat memiliki kebijakan
industrial yang efektif sebagaimana Jepang.
Komentar
Posting Komentar