Pengantar Perpajakan
PENGANTAR PERPAJAKAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
:
YUDI A SIPAYUNG
SAHAT SIJABAT
RUDI TUMANGGOR
B
REGULER
PENDIDIKAN
EKONOMI
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN 2013
PENDAHULUAN
Pajak
sudah sangat dikenal sejak lama. walaupun namanya pajak tapi praktek semacam
ini sudah bisa dijumpai sedari dulu. Pajak adalah sejenis pungutan yang beredar
disuatu masyarakat. Tapi tentunya ada perbedaan dengan pungutan lainnya
Pengertian
pajak itu sendiri berarti iuran atau pungutan yang dipaksakan kepada seorang
wajib pajak oleh Negara menurut peraturan yang berlaku. Dalam pajak, si wajib
pajak tidak mendapat imbalan langsung atau balas jasa. Biasanya pajak digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara
PENGANTAR PERPAJAKAN
1.
Pengertian
pajak
Dalam
bukunya, Merdiasmo (2002:1) mengemukakan pengertian pajak sebagai
berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan
Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum”.
2.
Kedudukan hukum pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, Sh., Hukum Pajak
mempunyai keudukan di antara hukum-hukum sebagai berikut:
1.
Hukum Perdata,
mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2.
Hukum Publik,
mengatur hubungan antara pemerintah dengan dengan rakyatnya. Hukum ini dapat
dirinci lagi sebagai berikut:
§ Hukum Tata
Negara
§ Hukum Tata
Usaha (Hukum
Administratif)
§ Hukum
Pajak
§ Hukum
Pidana
Dengan
demikian kedudukan pajak merupakan bagain dari hukum publik. Dalam mempelajari
bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogat Lex
Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada
peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam
peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum.
Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak itu sendiri, sedangkan
peraturan umum adalah hukum publik atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya.
Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni pelaksanaan tidak dapat ditunda Misalnya dalam hal pengujian keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jendral Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas, yakni pelaksanaannya dapat ditunda setelah keputusan lain.
Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni pelaksanaan tidak dapat ditunda Misalnya dalam hal pengujian keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jendral Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas, yakni pelaksanaannya dapat ditunda setelah keputusan lain.
3.
Fungsi
pajak
·
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari
penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti
belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan
lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan
dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke
tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin
meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
·
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar
negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi
untuk produk luar negeri.
·
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah
memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini
bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat,
pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
·
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh
negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga
untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
4.
Asas-asas
pemungutan pajak
asas-asas
pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Pudyatmoko (2000:4) bahwa pungutan pajak
didasarkan pada :
1. Equality,
adalah pungutan pajak yang adil dan merata.
2. Certainty,
adalah Penetapan pajak yang tidak di tentukan wewenang-wewenang.
3. Conveinance,
adalah pembayaran pajak sebaiknya sesuai dengan saat yang tidak menyulitkan
wajib pajak.
4. Economy,
biaya pungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak ditetapkan
seminimum mungkin
5.
Jenis
pajak
Pada umumnya
Pajak dapat dikelompokkan menjadi:
A. Menurut
Golongannya
·
Pajak Langsung, yaitu
pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan
·
Pajak tidak langsung,
yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain. Contoh: Pajak Pertambahan nilai.
B. Menurut
Sifatnya
·
Pajak subjektif, yaitu
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan
keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
·
Pajak
Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas barang mewah.
C.
Menurut Lembaga Pemungutnya
·
Pajak Pusat, yaitu
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
·
Pajak Daerah, yaitu
pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah. Contoh: Pajak kendaraan dan Bea balik nama kendaraan
bermotor, pajak hotel dan restoran (pengganti pajak pembangunan), pajak
hiburan, dan pajak penerangan jalan.
6.
Hak
dan kewajiban wajib pajak
Berdasarkan
undang-undang no 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan,
sebagaimana terakhir telah diubah dengan undang-undang no 16 tahun 2000, terdapat
hak dan kewajban wajib pajak sebagai berikut :
a. Kewajiban Wajib Pajak.
a. Kewajiban Wajib Pajak.
1) Mendaftarkan
diri ke KPP untuk memperoleh NPWP.
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan,
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak, Selain daripada itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan,
2) Wajib
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk pengawasan
administrasi perpajakan.
Fungsi pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain dipergunakan untuk mengetahui identitas Pengusaha Kena Pajak yang sebenarnya, juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) serta untuk pengawasan
administrasi perpajakan.
3) Mengambil
sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
formulir Surat Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor di lingkungan DJP dan tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak.
formulir Surat Pemberitahuan disediakan pada kantor-kantor di lingkungan DJP dan tempat-tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang diperkirakan mudah terjangkau oleh Wajib Pajak.
4) Wajib Pajak
wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
jelas, dan menandatanganinya.
Bagi Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
Bagi Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
5) Wajib
membayar atau menyetor pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan
atau Bank Persepsi.
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak
6) Wajib
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban pembukuan, tetapi diwajibkan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pembukuan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kegiatan usaha harus disimpan oleh wajib pajak selama 10 (sepuluh) tahun. Karena selama jangka waktu tersebut DJP masih dapat melakukan pemeriksaan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban pembukuan, tetapi diwajibkan melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pembukuan dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kegiatan usaha harus disimpan oleh wajib pajak selama 10 (sepuluh) tahun. Karena selama jangka waktu tersebut DJP masih dapat melakukan pemeriksaan.
7) Dalam hal
terjadi pemeriksaan pajak,Wajib Pajak wajib :
• Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
• Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
• Memberikan keterangan yang diperlukan.
• Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
• Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
• Memberikan keterangan yang diperlukan.
b.
Hak Wajib Pajak
1) Wajib Pajak
berhak untuk menerima tanda bukti pelaporan SPT. Untuk Surat Pemberitahuan yang
disampaikan dengan pos tercatat melalui kantor pos dan giro, maka tanggal
pegiriman dianggap sebagai tanggal penerimaan.
2) Wajib Pajak
berhak untuk mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT. Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan agar memperoleh perpanjangan waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Perpanjangan jangka waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan hanya dapat diberikan paling lama
6 (enam) bulan.
3) Wajib Pajak
berhak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan ke KPP.
Terhadap kekeliruan dalam pengisian Surat Pemberitahuan yang dibuat oleh Wajib
Pajak, masih terbuka baginya hak untuk melakukan pembetulan atas kemauan
sendiri dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak,
4) Wajib Pajak
dapat untuk mengajukan permohonan penundaan dan permohonan untuk mengangsur
pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya. Atas permohonan Wajib Pajak,
Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk kekurangan pembayaran Pajak
Penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan,
meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan. Kelonggaran tersebut
diberikan dengan hati-hati untuk paling lama 12 bulan dan terbatas kepada Wajib
Pajak yang benar-benar sedang mengalami kesulitan likuiditas.
5) Wajib pajak
berhak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6) Wajib Pajak
berhak untuk mengajukan permohonan pembetulan salah tulis atau salah hitung
atau kekeliruan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak.
Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak dan memperoleh kepastian terbitnya keputusan atas surat keberatannya.Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
Wajib Pajak berhak untuk mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak dan memperoleh kepastian terbitnya keputusan atas surat keberatannya.Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
a. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
7) Wajib Pajak
berhak mengajukan banding ke pengadilan pajak atas keputusan keberatan yang diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
8) Wajib Pajak
berhak untuk mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan pengenaan sanksi
perpajakan serta pembetulan ketetapan pajak yang salah atau keliru.
9) Wajib Pajak
berhak memberikan kuasa khusus kepada orang lain yang dipercayainya untuk
mewakilinya dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7.
Kewajiban
menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan
·
Pemkuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba/rugi untuk periode
tahun pajak tertentu.
·
Pencatatan yaitu
mengumpulkan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau
penerimaan bruto dan/atau penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final. Berikut akan dijelaskan Wajib
Pajak yang dalam kondisi bagaimana yang berhak menyelenggarakan pembukuan atau
pencatatan.
a. Wajib
Pajak Menyelenggarakan Pembukuan
·
Wajib Pajak Badan
·
Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali Wajib Pajak
Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp
4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah)
b. Wajib
Pajak menyelenggarakan Pencatatan
·
Wajib Pajak Orang
Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran
brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 dapat menghitung
penghasilan netto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan netto
dengan syarat memberitahukan ke Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3
bulan pertama dari tahu pajak yang bersangkutan
·
Wajib Pajak Orang
Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
·
Wajib Pajak Badan ataupun
Orang Pribadi dalam melakukan penyelenggaraan pembukuan atau pun pencatatan
tersebut harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
sebagai berikut:
Syarat
- syarat penyelenggaraan Pembukuan:
·
Diselenggarakan dengan
memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya
·
Diselenggarakan di
Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah
dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan
·
Diselenggarakan dengan
prinsip taat asas dan dengan stelsel aktual
atau stelsel kas
·
Pembukuan dengan
menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat dielenggarakan oleh
Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan
·
Pembukuan sekurang-kurangnya
terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,
serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang
Syarat
– syarat penyelenggaraan pencatatan:
·
Pencatatan harus
menggambarkan antara lain: Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah
penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh, Penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final
·
Bagi Wajib Pajak yang
mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus
menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat
usaha yang bersangkutan
·
Selain kewajiban untuk
menyelenggarakan pencatatan Wajib Pajak Orang Pribadi harus menyelenggarakan
pencatatan atas harta dan kewajiban
Tujuan
Penyelenggaraan Pembukuan atau pencatatan
Tujuan dari penyelenggaraan
pembukuan dan pencatatan adalah untuk mempermudah dalam hal:
1. Pengisian Surat
pemberitahuan (SPT)
2. Perhitugan Penghasilan Kena
Pajak
3. Penghitungan PPN dan PPnBM
4. Penyelenggaraa pembukuan
juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas
PENUTUP
Melihat dari berbagai hal yang
berhubungan dengan pajak di atas, maka kita juga perlu mengetahui apa-apa saja unsur-unsur
pajak itu sendiri. Unsur-unsur pajak ialah sebagai berikut:
1. iuran wajib dari Negara kepada wajib
pajak
2. dilaksanakan berdasarkan pada UU
3. tidak ada imbalan langsung
4. dipakai untuk pembiayaan rumah
tangga Negara
Dan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan
yang tidak diinginkan, maka pajak dibuat berdasarkan UU. Dalam pembuatan UU
otomatis akan dihadiri dair pihak masyarakat dalam hal ini anggota DPR. Maka
dari sini DPR menjadi wakil rakyat dalam regulasi dan peruntukan pajak.
Berikut undang-undang perpajakan negara
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
REFERENSI
·
Mardiasmo, 2002.
Perpajakan, Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit Andi.
·
Waluyo dan Wirawan,
2002. Perpajakan Indonesia : Pembahasan sesuai dengan Ketentuan Pelaksanaan Perundang-undangan Perpajakan
Terbaru, Jakarta : Penerbit Salemba Empat.
·
http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/564-penyelenggaraanpembukuanataupencatatanbagiwajibpajak-
Sebenarnya untuk melakukan cek npwp online bisa dilakukan dengan mudah yaitu melalui karena kalau untuk ke kantor perpajakan pasti membutuhkan waktu dan belom lagi macet.
BalasHapus