MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN (sumber daya lahan)



MAKALAH
MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN

SUMBER DAYA LAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Dalam pertanian juga harus menimbangkan unsur lokasi. Hal ini berguna untuk memudahkan para petani dalam menjual hasil produksinya.
            Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis.
            Program yang dikeluarkan oleh menteri pertanian pada saat ini adalah menjaga ketahanan pangan. Untuk hal ini perlu peran pemerintah pula agar kebijakan ini terlaksana dan dijalankan dengan baik oleh para petani, diantaranya memberikan fasilitas pendukung, ketersedian pupuk yang stabil, serta adanya sosialisasi.






1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
1.      Sumberdaya Lahan
2.      Teori Lokasi Pertanian
3.      Ketersedian Pupuk
4.      Tenaga Kerja
5.      Kemampuan Manajerial


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk memperluas pengetahuan serta sebagai wawasan baru dalam pembelajaran di bidang pertanian
2.      Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan sumberdaya lahan, lokasi, ketersediaan pupuk, tenaga kerja dan kemampuan manajerial dalam peningkatan di bidang pertanian.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1    SUMBER DAYA ALAM (LAHAN)
2.1.1 Pengertian Sumberdaya Lahan
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986).
Pertanian adalah pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati terutama tanaman produktif yang menghasilkan dan dapat di pergunakan sebagai kehidupan manusia. (Idianto, 2005 : 54). Sedangkan pengertian pertanian dalam arti sempit adalah suatu proses becocok tanam di suatu lahan yang telah di siapkan sebelumnya dalam skala kecil pola perdagangan lokal, serta mengunakan cara manual tanpa terlalu banyak memakai manajemen.
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.
Secara umum, sistem pertanian yang diterapkan oleh penduduk Indonesia dapat kita golongkan menjadi 4 macam yakni pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, pertanian ladang dan sistem perkebunan.


1)        Sistem Pertanian Lahan Basah
Sistem pertanian lahan basah lebih dikenal dengan istilah pertanian sawah. Pertanian sawah kaya akan air. Di Indonesia, pertanian jenis ini banyak dijumpai terutama di daerah Jawa, Sumatera dan beberapa di Kalimantan. Hasil utama dari pertanian ini adalah padi. Padi memiliki kualitas sangat baik jika ditanam di dataran rendah dimana kurang dari 300 m dari permukaan laut.
Beberapa jenis  sawah yang umumnya diupayakan penduduk antara lain sebagai berikut.
a)      Sawah irigasi
Sawah irigasi yaitu sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi yang airnya berasal dari danau buatan. Sawah irigasi disuplai dengan air yang cukup (dengan sistem irigasi) dan area sawahnya sangat subur sehingga mampu panen 3 kali dalam 1 tahun. Sawah ini terletak di daerah Jawa.
b)      Sawah tadah hujan
Sawah tadah hujan merupakan sawah yang kebutuhan airnya hanya bisa mengandalkan dari air hujan. Sawah jenis ini akan dikelola pada saat musim hujan saja.
c)      Sawah pasang surut atau sawah bencah
Sawah pasang surut atau sawah bencah yaitu sawah yang letaknya berdekatan dengan rawa atau muara dan pengairannya tergantung dari pasang surut air laut. Biasanya panen 1 kali dalam setahun dimana suplai airnya masih tergantung pada pasang-surut air sungai.
d)      Sawah kambang
Padi kambang adalah jenis tanaman padi yang panjang batangnya dapat disesuaikan dengan tinggi muka air pada lahan sawah. Tipe persawahan yang seperti ini menuntut pengetahuan petaninya dalam mengetahui karakteristik air di daerahnya.
e)      Sawah padi gogo
Sawah padi gogo akan ditanami padi seperti pada umumnya hanya pada saat musim hujan. Tapi pada saat musim kemarau, penanaman padi dilakukan dengan cara huma (padi gogo)
2)        Sistem Pertanian Lahan Kering atau Tegal Pekarangan
Pertanian tegalan adalah usaha pertanian yang mengolah lahan-lahan
kering menjadi lebih produktif. Sistem ini cocok untuk lahan yang jauh dari sumber air. Hasil dari sistem pertanian ini biasanya berupa tanaman palawija.

3)        Sistem pertanian ladang
Sistem pertanian jenis ini merupakan sistem pertanian primitif dimana hanya memerlukan lahan yang sempit, hasilnya pun tergantung pada kondisi kesuburan tanah. Tanaman yang dihasilkan dari sistem ini adalah jangung, dan umbi-umbian.


4)        Sistem perkebunan
Sistem pertanian model ini sering kali dianggap sebagai pertanian industri karena hasil dari pertanian ini biasanya digunakan sebagai bahan baku industri. Sistem pertanian ini memerlukan lahan yang sangat luas disertai managemen yang profesional. Adapun tanaman yang dihasilkan antara lain: kopi, sawit, getah karet, teh, tembakau, coklat dll.


2.1.2        Upaya Peningkatan Produksi Pertanian
Upaya peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a)        Intensifikasi pertanian
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi pertanian banyak dilakukan di pulau Jawa dan bali yang memiliki lahan pertanian sempit. Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program panca usaha tani, yang kemudian dilanjutkan dengan program sapta usaha tani.
Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian meliputi kegiatan sebagai berikut.
Ø  Pengolahan tanah yang baik
Ø  Pengairan yang teratur
Ø  Pemilihan bibit unggul
Ø  Pemupukan
Ø  Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
Ø  Pengolahan pasca panen

b)        Ekstensifikasi pertanian
Ekstensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut.
Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang penduduk seperti di luar pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan irian jaya.

c)        Diversifikasi pertanian
Diversifikasi pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Ø  Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan.
Ø  Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi ladang.


d)        Mekanisasi pertanian
Usaha meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan mesin-mesin pertanian modern. Mekanisasi pertanian banyak dilakukan di luar pulau Jawa yang memiliki lahan pertanian luas. Pada program mekanisasi pertanian, tenaga manusia dan hewan bukan menjadi tenaga utama melainkan mesin yang menjadi tenaga utama,karena hal ini akan sangat membantu kinerja petani.

e)        Rehabilitasi pertanian
Usaha memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman yang lebih produktif. Sebagai tindak lanjut dari program-program tersebut, pemerintah menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
Ø  Memperluas,memperbaiki dan memelihara jaringan irigasi yang meluas di seluruh wilayah Indonesia
Ø  Menyempurnakan sistem produksi pertanian pangan melalui penerapan berbagai paket program yang diawali dengan program bimbingan masal (bimas) pada tahun 1970. Kemudian disusul dengan program intensifikasi masal (inmas), intensifikasi khusus (insus) dan supra insus yang bertujuan meningkatkan produksi pangan secara berkesinambungan.
Ø  Membangun pabrik pupuk serta pabrik insektisida dan pestisida yang dilaksanakan untuk menunjang proses produksi pertanian.


2.2              LOKASI
2.2.1        Teori Lokasi Pertanian oleh Von Thunen
Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850) adalah seorang warga negara Jerman uang merupakan ahli ekonomi pertanian yang mengeluarkan teorinya dalam buku “Der Isolirte Staat”. Von Thunen mengembangkan teori ini berdasarkan pengamatan di sekitar tempat tinggalnya. Menurutnya pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Dalam teori ini ia memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut termasuk variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Ia menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah dipengaruhi perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat.
Melalui teorinya, Von Thunen menciptakan bagaimana cara berfikir efektif yang didasarkan atas penelitian dengan menambahkan unsur-unsur baru sehingga didapatkan hasil yang mendekati konkret. Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a)      Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian (Isolated Stated).
b)      Daerah perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah pedalaman, tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain (Single Market).
c)      Daerah pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke perkotaan, tidak ke daerah lain (Single Destination).
d)     Daerah pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen) dengan kondisi geografis kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah.
e)      Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan (Maximum Oriented).
f)       Pada waktu itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh kuda (One Moda Transportation).
g)      Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua biaya transportasi ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.  (Equidistant).

Setiap keuntungan yang ingin dicapai petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
K = N - ( P + A )
Keterangan:
K = Keuntungan
N = Imbalan yang diterima petani dan dihitung berdasarkan satuan hitung, misalnya hektar.
P = Biaya produksi yang dihitung atas dasar sama dengan N
A = Biaya angkutan

Dari rumus tersebut dapat dikatakan petani yang berdiam diri di daerah dekat perkotaan mempunyai alternative komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan. Sedangkan petani yang jauh dari perkotaan mempunyai pilihan yang lebih terbatas. Jumlah pilihan yang menguntungkan menurun sejalan dengan jarak dari daerah perkotaan.
Teori Von Thunnen dapat dimodifikasi dengan unsur yang mengalir melalui daerah perkotaan. Sungai ini memungkinkan pengangkutan dengan biaya yang lebih rendah.
Dari asumsi diatas mendesak para petani berani menyewa lahan yang dekat pusat pasar atau kota, sehingga keuntungan yang di peroleh dari hasil pertaniannya maksimal. Tentunya mereka juga harus mengorbankan nominal yang cukup besar untuk menyewa lahan. Karena semakin dekat suatu lahan dengan pusat pasar atau kota, semakin besar harga sewa lahannya.
Petani yang berperan sebagai pelaku produksi memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk menyewa sewa lahan. Makin tinggi kemampuan pelaku produksi untuk membayar sewa lahan, maka makin besar peluang untuk melakukan kegiatan di lokasi dekat pusat pasar atau kota. Hal ini menunjunjukkan bahwa perbedaan lokasi mempengaruhi nilai harga lokasi tersebut sesuai dengan tata guna lahannya. Hingga saat ini teori Von Thunen masih dianggap cukup relevan. Contohnya persediaan lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum ekonomi, semakin langka barang, permintaan meningkat maka harga akan semakin mahal. Sama halnya seperti lahan di daerah perkotaan, semakin dekat dengan pusat kota akan semakin mahal nilai sewa atau beli lahannya. Harga lahan di perkotaan akan semakin bertambah dari tahun ketahun mengikuti dengan perkembangan zaman. Penggunaan teknologi modern yang berkembang saat ini menjadikan teori Von Thunen menjadi kurang relevan.

2.2.2        Kelebihan dan Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen
Pada dasarnya teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Demikian dengan teori lokasi juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
a)      Kelebihan Teori Lokasi Von Thunen
Ø  Menjadi acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama dalam menentukan berbagai kegiatan perekonomian.
Ø  Dapat menentukan berbagai Kawasan ( Zoning )

b)     Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen
Ø  Kemajuan transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
Ø  Ada beberapa daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket center saja, tetapi juga 2 market center.
Ø  Adanya berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk pada pengiriman jarak jauh.
Ø  Kondisi topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian yang akan dihasilkanpun akan berbeda.
Ø  Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota.
Ø  Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasarannya.




2.3      KETERSEDIAAN PUPUK
Pupuk merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi sektor pertanian. Pupuk menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan peningkatan produksi pertanian, khususnya beras antara tahun 1965-1980 dan keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras di tahun 1984. Pupuk pun berkontribusi 15-30 persen untuk biaya usaha tani padi. Dengan demikian sangat penting untuk menjamin kestabilan harga dan kelancaran distribusi pupuk.
Kersediaan pupuk di Indonesia sangat berfluktuasi. Hal ini dapat kita lihat dimana disuatu daerah seorang petani terkadang mendapatkan pupuk dengan mudah namun juga terkadang sulit mendapatkanya. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia kekurangan ketersediaan pupuk.  Kekurangan pupuk dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang tidak normal sehingga menurunkan hasil panen petani atau bahkan terjadi gagal panen. Gagal panen inilah yang selanjutnya menjadi ancaman dalam menciptakan ketahanan pangan.  Jika situasi kelangkaan pupuk dibiarkan berlangsung lama dan tidak segera diambil tindakan yang tepat oleh instansi terkait, akan mengakibatkan timbul rasa kurang adil kepada petani, menurunkan tingkat kesejahteraan petani, mengganggu ketahanan pangan dan keberlangsungan produksi pertanian nasional, serta dapat menekan pertumbuhan ekonomi nasional.

Permasalahan Pupuk di Indonesia
Kondisi perpupukan di Indonesia memiliki berbagai masalah yang serius.
a)      Permasalahan pabrik pupuk yang sudah berusia tua sehingga efisiensi produksinya makin menurun.
b)      Pasokan gas bumi untuk produksi pupuk sangat terbatas. Dengan demikian pabrik tidak dapat beroperasi optimal. Padahal 60 persen bahan bakunya untuk pupuk urea adalah gas alam. Keterbatasan supply gas alam dikarenakan mayoritas perusahaan gas alam dimiliki oleh swasta yang memiliki orientasi yang besar pada keuntungan. Hal itu seiring dengan diresmikannya liberalisasi sektor migas di Indonesia yang diatur dalam UU 22 Tahun 2001 tentang Migas.
c)      Kebutuhan pupuk yang semakin meningkat, sementara produksinya terbatas, sehingga terjadi kelangkaan pupuk. Kelangkaan pupuk juga melanda Indonesia pada tahun 2008 kemarin. Di sinyalir permasalahan kelangkaan pupuk tersebut dikarenakan : (a) Rayonisasi yang tidak fleksibel, sehingga tidak mudah melakukan penyesuaian supply antar wilayah. (b) Pengawasan yang lemah dari Pemda di dalam pengelolaan pupuk bersubsidi juga menyebabkan permasalahan pupuk terjadi. (c) Rendahnya margin (fee) yang diterima distributor dan penyalur di Lini IV yang berkisar Rp 30-40/ kg. (d) Tingginya disparitas harga terjadi pada pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi, sehingga memicu terjadinya penyelewengan pupuk bersubsidi dan pada akhirnya menyebabkan kelangkaan pupuk.
d)     Harga pupuk yang cenderung semakin mahal karena pupuk kimia yang beredar di pasar Indonesia sangat begantung pada bahan baku impor yang harganya terus merangkak naik mengikuti kurs dollar di pasar mata uang internasional.    
e)      Jumlah distributor daerah dan kios penyalur di Lini IV cenderung masih terkonsentrasi di Ibu Kota Kecamatan/ Kabupaten/ Kota.
f)       Penggunaan pupuk anorganik meningkat drastis akibat fanatisme petani dan bertambahnya luas areal tanam, sementara penggunaan pupuk organik belum berkembang.

Langkah-langkah Penanganannya
Permasalahan tersebut telah mendorong instansi terkait untuk membuat kebijakan-kebijakan sebagai solusi. Adapun kebijakan-kebijakan yang dibuat terdiri dari kebijakan jangka pendek dan kebijakan jangka panjang.


a)      Kebijakan Jangka Pendek
Kebijakan jangka pendek yang ditempuh adalah dengan meningkatkan penyediaan pupuk urea mencapai 7 juta ton dengan mengupayakan penyediaan gas bumi sebanyak 9 kargo. Penyediaan gas bumi sebanyak 9 kargo dikarenakan defisit yang terjadi pada PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Namun sampai saat ini yang baru disetujui 1 kargo sementara sisanya masih dalam proses. Disamping itu, peningkatan jumlah ketersediaan pupuk ini juga ditempuh dengan mengimpor pupuk urea dari beberapa negara.

b)      Kebijakan Jangka Panjang
Sedangkan kebijakan jangka panjangnya adalah dengan merevitalisasi industri pupuk yaitu mengganti 5 pabrik pupuk urea yang sudah tua dan tidak efisien lagi, serta membangun satu pabrik pupuk urea baru, melakukan program gasifikasi batubara untuk mengganti bahan baku gas bumi dengan batubara, mengembangkan pabrik pupuk urea di lokasi sumber gas bumi, dan mengembangkan pabrik pupuk melalui kerjasama dengan negara lain.

            Selain kebijakan diatas, Instansi terkait juga telah dan akan melakukan beberapa langkah untuk mengantisipasi kelangkaan pupuk.
a)      Menambah alokasi pupuk urea bersubsidi tahun 2008 dari 4,3 juta ton menjadi 4,8 juta ton, dan tahun 2009 ditingkatkan lagi menjadi 5,5 juta ton.
b)      Pemerintah juga melakukan kelonggaran atau fleksibilitas penyaluran pupuk bersubsidi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 05/Permentan/OT.140/1/2009, pasal 9, ayat (2) dimana disebutkan perlu dilakukan fleksibilitas penyaluran yang dilaksanakan melalui koordinasi dengan Dinas Pertanian setempat.
c)      Mengusulkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan No 21/2008 yang mencakup ketentuan stok pupuk pada puncak musim tanam, penyaluran maksimal 20 persen diatas alokasi, dan pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan cadangan pupuk nasional.
d)     Melakukan operasi pasar langsung kepada petani.
e)      Mengubah pembayaran gas dan transaksi untuk produk hilir pabrik pupuk dalam negeri menjadi rupiah yang pada mulanya dengan dollar Amerika.
Perlu diyakini bahwa permasalahan pupuk bukanlah permasalahan teknis semata. Dengan demikian produksi dan distribusi pupuk tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Diharapkan langkah-langkah tersebut dapat memberikan fondasi yang kuat terhadap perpupukan di Indonesia sehingga selanjutnya akan mendorong ketahanan pangan yang kuat dan dapat memberikan kesejahteraan pada petani.

2.4      TENAGA KERJA
Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehigga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usaha tani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani bersama anggota keluarganya. Rumah tangga tani yag umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sediri maka tidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya.
Baik dalam  usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja belum belum sepenuhnya diatasi dengan tekologi yang menghemat tenaga (teknologi mekanis). Hal ini dikarenakan selain mahal juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak dapat digantikan.




2.4.1    Karakteristik Tenaga Kerja dalam Usahatani
Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karekteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja di bidag usaha lain yng selain pertanian. Karakterisik menurut Tohir (1983) adalah sebagai berikut:
  1. Keperluan akan tenaga kerja dalam  ushatani tidak kontinyu dan tidak merata.
  2. Penyerapan tenaga kerja dalam usaha tani sangat terbatas.
  3. Tidak mudah distandarkan, dirasioalkan, dan dispesialisasikan.
  4. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Karakteristik diatas akan memerlukan sistem-sistem menejerial tertentu yang harus dipahami sebagai usaha peningkatan usahatani itu sendiri. Selama ini khususnya di Indoesia sistem menejerial bisanya masih sangat sederhana.

2.4.2    Fungsi Petani sebagai Tenaga Kerja
Dalam jangka pendek faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi variabel yang penggunaannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi.
Yang dimaksudkan disini adalah kedudukan petani dalam usahatani, yakni tidak hanya sebagai penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan menjadi seorang manajer pula. Kedudukan si petani sangat menentukan dalam usahatani. Dalam usahatani yang semakin besar, maka petani makin tidak mampu merangkap kedua fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan, dan memusatkan diri pada fungsi sebagai pemimpin usahatani (manajer)..

2.4.3        Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah:
a)        Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
b)        Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.
c)        Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
d)        Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman (Soekartawi, 2003). Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada upah tenaga kerja manusia (Mubyarto, 1995). Soekartawi (2003), Umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang juga lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa. Oleh karena itu penilaian terhadap upah perlu distandarisasi menjadi hari kerja orang (HKO) atau hari kerja setara pria (HKSP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja bukan manusia seperti mesin dan ternak juga menentukan basar kecilnya upah tenaga kerja. Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah tanah yang relatif lebih tinggi. Begitu pula halnya tenaga kerja ternak, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja traktor karena kemampuan yang lebih tinggi daripada tenaga kerja tersebut (Soekartawi, 2003).
Sebagai salah satu dari faktor produksi, dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas, SDM sangat dipengaruhi oleh pasar tenaga kerja, pertemuan antara penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja. Berhasilnya usaha peningkatan produksi maupun faktor-faktor produksi menjadi salah satu ukuran bagi kemajuan pembangunan ekonomi. Pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan pendapatan petani. Kebijaksanaan dasar pembangunan pertanian mencakup aspek produksi, pemasaran, dan kelembagaannya dan memungkinkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan industri.

2.4.4    Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu.
Peningkatan produktivitas faktor manusia merupakan sasaran strategis karena peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat tergantung pada kemajuan tenaga manusia yang memanfaatkannya.
Produktivitas rendah karena;
·         Teknologi yang dipakai masih didominasi oleh teknologi tradisional.
·         Rendahnya laju pertumbuhan daya serap tenaga kerja
·         Rendahnya kualitas sumber daya pertanian dan rendahnya curahan jam kerja
·         Upah yang rendah
·         Tingkat pendidikan dan tingkat keterampilan yang rendah.

2.4.5        Efisiensi Tenaga Kerja
Efisiensi tenaga kerja atau produktivitas tenaga kerja dapat diukur dengan memperhatikan jumlah produksi, penerimaan per hari, dan luas lahan atau luas usaha.
a)        Memperhitungkan produksi
Produktivitas yang berhubungan dengan tenaga kerja dapat dihitung melalui jumlah produksi per hektar dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan per hektar. Perhitungan produktivitas akan membandingkan antara usaha yang dibantu dengan mesin traktor dengan usaha yang tanpa menggunakan bantuan mesin traktor. Jika tidak menggunakan traktor maka jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan semakin banyak, sehingga pembaginya akan menjadi semakin besar dan nilai produktivitas akan semakin kecil. Tetapi jika memanfaatkan bantuan mesin traktor maka tenaga kerja yang dibutuhkan akan semakin sedikit sehingga pembagi jumlah produksi per hektar akan semakin kecil sehingga memperoleh nilai produktivitas yang lebih besar. Hal ini justru akan semakin meningkatkan efisiensi tenaga kerja.




b)        Memperhatikan penerimaan per hari kerja
Penerimaan per hari kerja dapat dihitung dengan formula, jumlah produksi fisik dikali harga per hektar dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan per hektar.

c)        Memperhatikan luas usaha per lahan
Efisiensi tenaga kerja dapat juga dihitung melalui luas usahatani dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan perhari.

2.4.6        Curahan Tenaga Kerja
Curahan tenaga kerja pada usahatani sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni:
  1. Faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim, kesuburan tanah, dan topografi;
  2. Faktor jenis lahan yang meliputi sawah, tegal, dan pekarangan;
  3. Luas, petak, dan penyebaran.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan kesibukan tenaga kerja, misalnya yang terjadi pada usaha tani lahan kering yang benar-benar hanya mengandalakan air hujan maka petani akan sangat sibuk hanya pada saat musim penghujan. Sebaliknya, pada musim kemarau akan mempunyai waktu luang sangat banyak karena lahannya tidak dapat ditanami (bero). Pada lahan sawah beririgasi, petani akan sibuk sepanjang tahun karena air bukan merupakan kendala bagi usahataninya.

2.4.7        Intensif dan Ekstensif
Usahatani dikatakan intensif jika banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan. Contoh usahatani intensif adalah jika seorang petani menggarap tanah sesuai dengan kebutuhan sampai siap untuk ditanami jagung, menggunakan pupuk awal, bibit unggul, melakukan penyiangan dan pemupukan periodik. Tiga setengah bulan kemudian petani akan memperoleh hasil panen sekitar 12 kg per satuan luas lahan.
Sedangkan suatu usahatani dikatakan ekstensif jika usahatani tersebut tidak banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan. Sebagai contoh adalah, jika seseorang menggarap tanah ala kadarnya, lalu menebar bibit, biji (untuk serealia). Setelah itu lahan dibiarkan aja. Tetapi tiga setengah bulan, petani juga sambil menunggu mendapat seluruh hasil panen dan diperoleh 2 kg per satuan luas lahan.

2.5      KEMAMPUAN MANAJERIAL
Petani adalah pelaku usahatani.  Menurut A.T.Mosher (1966) dua peranan penting seorang petani yaitu sebagai juru tani (cultivator) dan sebagai pengelola (manajer). Dalam hal ini petani berfungsi sebagai pengelola atau seorang manajer bagi usahatani yang mereka kerjakan.  Berhasil dan tidaknya usahatani yang mereka kerjakan pada dasarnya sangat tergantung pada kemampuan mereka dalam mengatur dan mengelola faktor-faktor produksi yang mereka kuasai.  Jika seorang petani piawai dalam mengelola usahatani yang mereka kerjakan maka usahatani mereka akan berhasil.  Sedangkan jika seorang petani tidak mampu mengelola usahataninya dengan baik maka usahatani yang mereka akan besar kemungkinannya mengalami kegagalan.  Artinya, petani sebagai seorang manajer usahatani harus mampu mengorganisakian alam, kerja dan modal agar produksi dan produktivitas usahatanianya dapat bernilai optimal.
Kemampuan manajerial dan style manajerial oleh petani akan diwarnai oleh beberapa hal.  Salah satunya adalah tingkat pendidikan.  Tingkat pendidikan ini akan berafilasi dengan pola pikir dan kualitas SDM.  Pendidikan yang tinggi tentunya akan membentuk pola pikir dengan wawasan yang luas dan memiliki tingkat kualitas SDM yang baik.  Sedangkan tingkat pendidikan yang rendah akan mencetak petani-petani yang sulit menerima inovasi baru bahkan cenderung laggard (menolak dan menghalangi) serta rendah dalam penguasaan teknologi yang berujung pada rendahnya kualitas SDM-nya.
Petani memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengelola usahataninya tergantung pada faktor-faktor produksi yang mereka kuasai.  Petani yang memiliki lahan yang luas membutuhkan sarana produksi pertanian yang lebih banyak dibandingkan petani dengan lahan sempit.  Petani berlahan luas akan menggunakan alat dan mesin pertanian yang dapat memudahkan mereka dalam pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman, pemanenan serta pengolahan hasil.  Mereka membutuhkan tenaga kerja dan modal yang lebih besar untuk menjalankan kegiatan usahatani yang mereka usahakan. 

2.5.1        Kelemahan Petani di Indonesia untuk Sebuah Manajemen
a)        Skala Usaha Kecil
            Petani di Indonesia mayoritas adalah petani gurem atau petani kecil, yaitu petani yang hanya memiliki luas lahan usaha tani kurang lebih 0,25 ha.  Pada luasan lahan itu petani melakukan kegiatan usahatani mereka.  Ada yang menanami lahannya dengan jenis tanaman pangan semisal padi, jagung, atau ubi kayu.  Sebagian mengusahakan tanaman hortikultura/sayuran misalnya terong, cabai, kacang panjang, buncis, kol dan tanaman sayuran yang lain.  Beberapa petani menanam tanaman-tanaman perkebunan seperti kakao, kopi, lada dan lain-lain.  Lahan yang memiliki asupan air cukup melimpah dimanfaatkan oleh petani untuk membudidayakan ikan.   Beternak juga menjadi salah satu pilihan dalam usahatani yang tidak sedikit dipilih sebagai usaha di bidang pertanian.  Tetapi apapun usahatani yang dijalankan, pada lahan seluas itulah mayoritas petani Indonesia berusahatani.

b)       Usahatani adalah way of life
Usahatani di Indonesia telah menjadi semacam cara hidup mengingat nilai-nilai subsiten masih melekat pada kegiatan usahatani petani Indonesia.  Meski sedikit demi sedikit, sesuai kemajuan teknologi dan hadirnya inovasi-inovasi baru, petani Indonesia telah bermigrasi kea rah pertanian komersial namun jika diamati maka sebenarnya yang dilakukan adalah usahatani campuran, yaitu antara subsisten dan campuran.  Sebenarnya sudah tidak ada lagi petani-petani Indonesia yang murni subsisten, kecuali daerah-daerah pedalaman, namun karena karakter budaya yang didukung oleh kondisi alam dan lingkungan membuat usahatani sebagai sebuah way of life ini sulit dilepaskan dari petani di Indonesia.

c)        SDM berkualitas Rendah
Tidak bisa kita pungkiri bahwa petani di Indonesia memiliki kualitas SDM yang masih rendah.  Rendahnya kualitas SDM ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah.  Rata-rata petani kita adalah petani yang tidak pernah sekolah, tidak lulus SD, atau lulusan SD.  Hanya sedikit yang lulus sekolah menengah atau perguruan tinggi. 
Kondisi ini semakin diperparah dengan rendahnya minat generasi muda yang notabene memiliki pendidikan yang relatif lebih tinggi untuk berprofesi sebagai petani.  Mereka banyak berbondong-bondong untuk bekerja di sektor lain sebagai buruh.  Agaknya memang pendidikan yang bersifat link and match banyak diarahkan ke arah dunia industry sehingga support dan motivasi lulusan ke sektor pertanian relatif rendah.
Sementara itu, akses petani terhadap informasi dan teknologi baru masih sangat terbatas.  Hal ini diakibatkan karena mayoritas petani tersebar di daerah perdesaan yang relatif terbatas sarana dan prasarana transportasi dan komunikasinya.  Akibatnya tingkat serapan petani terhadap inovasi dan teknologi baru masih rendah.


d)       Posisi Tawar Lemah
Diakui atau tidak, petani di Indonesia memiliki posisi tawar yang rendah.  Posisi petani berada pada posisi yang tidak menguntungkan dalam hal pemasaran dan permodalan.  Petani belum mampu mengontrol harga pasar dan sangat sulit untuk memperoleh modal.  Akibatnya tidak sedikit petani yang merugi besar ketika hasil panennya ternyata dibeli pedagang dengan nilai tukar yang sangat rendak.  Tidak jarang pula petani jatuh di tangan pengijon dan tengkulak yang menjerat dengan hutang dalam bunga tinggi.  Petani selalu sebagai pihak yang dirugikan. 

2.5.2        Manajemen dalam Usahatani
Berbicara tentang sebuah system manajemen tentunya akan akan selalu terkait dengan 5 hal pokok, yaitu  :

1)        Planning / Perencanaan
Selayaknya sebuah usaha, usahatani juga sangat membutuhkan perencanaan yang matang.  Mulai dari jenis tanaman yang akan ditanam, pola budidaya yang akan dijalankan, tenaga kerja yang dibutuhkan, sampai kepada kegiatan-kigiatan panen dan pasca panen.  Semua rencana seharusnya tersusun rapi tercatat. 
Biasanya, petani yang telah tergabung dalam kelompok tani menuangkan perencanaan mereka dalam wujud RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok).  Namun sayangnya RDKK yang dibuat, oleh petani belum diartikan sebagai sebuah perencanaan dalam usaha tani.  RDKK hanya digunakan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah saja. 
Secara  teoritis, untuk mewujudkan sebuah perencanaan yang mantap, kita bisa menggunakan pertanyaan 5W 1H, yaitu :
Ø  What/apa……………?
Ø  Why/mengapa……….?
Ø  Who/siapa…………….?
Ø  When/kapan….……….?
Ø  Where/dimana   ………?, dan
Ø  How/Bagaimana………?


2)        Organizing / Pengorganisasian
Setelah segala sesuatu yang terkait dengan usahatani direncanakan dengan baik, maka tahapan berikutnya adalah pengorganisasian.  Pada saat ini, petani harus mengorganisasikan setiap masalah dan faktor produksi yang dimilikinya.  Persiapan alat dan mesin pertanian, sarana-sarana produksi yang dibutuhkan juga termasuk tenaga kerja yang akan digunakan.
Pengorganisasian yang baik akan memudahkan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana yang dibuat dan tujuan yangh ditetapkan.

3)        Actuating/Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah hal yang paling menentukan pada suatu kegiatan usaha tani jika ingin usahatani yang dijalankan berhasil.  Dalam pelaksanaan segala sesuatu yang dikerjakan diusahakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat.  Sebab apabila tidak maka hasil tidak akan sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku usahatani.

4)        Controlling/Pengawasan
Semua pelaksanaan kegiatan usahatani harus diawasi agar sesuai dengan perencanaan yang dibuat.  Jika ada masalah dan kekurangan, sebagai seorang manajer, petani harus segera mengambil keputusan yang cepat dan tepat.  Caranya adalah dengan melihat sumber daya yang ada dan menyelaraskan dengan tujuan pelaksanaan usahatani.

5)        Evaluating/Penilaian
Tahap ini hanya akan optimal jika semua hal yang dilakukan oleh petani terdokumentasi dalam sebuah catatan.  Evaluasi yang dilakukan tanpa informasi yang jelas hanya akan menghasilkan penilaian yang keliru terhadap obyek evaluasi.  Akibatnya tentu tidak aka nada perbaikan untuk kegiatan usaha tani berikutnya sebab fungsi dari evaluasi yang utama adalah sebagai bahan untuk perencanaan usahatani.
Hal-hal yang perlu dievaluasi disesuaikan dengan tujuan awal dilaksanakannya usahatani, misalnya  :
1.      Apakah produksi total telah mencapai hasil sesuai yang diinginkan?
2.      Apakah biaya produksi yang dikeluarkan telah sesuai dengan rencana awal?
3.      Bagaimanakah produktivitas ekonomis dari usahatani yang dilaksanakan?
4.      Apakah masalah-masalah yang dihadapi pada pelaksanaan usahatani?
Hasil evaluasi yang dilakukan tersebut akan lebih memudahkan bagi petani untuk membuat perencanaan usahatani berikutnya dengan lebih baik.  Lambat laun maka usahatani yang dilaksanakan menjadi lebih maju dengan pencapaian hasil yang optimal.





















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Pertanian merupakan salah satu sektor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat potensial yang dimana banyak masyarakat dan pihak pengusaha baik swasta mapun pemerintah yang menjadikan sektor pertanian sebagai pendapatannya. Untuk meningkatkan kemakmuran dalam pelaku usaha tani dan untuk menjaga ketahanan pangan, maka hal yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan lahan pertanian dengan lebih baik lagi serta memperluas lahan pertanian yang ada.
Lahan dalam pertanian sangat berkaitan dengan lokasi. Hal ini dilakukan agar para usaha tani dapat menjual hasil pertaniannya ke lokasi yang terdekat dengan harga yang memuaskan karena biaya transportasi akan lebih murah dan dekat dengan para konsumen yang memubutuhkan hasil pertanian tersebut.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan produktivitas pertanian adalah kemampuan pelaku usaha tani (manajerial) dalam melaksanakan kegiatan pertaniannya dengan cara melakukan sistem manajemen yaitu; perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan serta penilaian. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, maka resiko akibat dari kegagalan panen (gagal panen) dapat diminimalisirkan atau bahkan dihilangkan. Karena akan menghemat tenaga kerja dan memperkerjakan tenaga kerja yang profesional sehingga hasilnya akan mensejahterakan petani itu sendiri.
Adapun peran pemerintah yang perlu dan yang terus dilakukan adalah dengan menjaga ketersediaan pupuk dengan baik dan tentunya dengan harga yang terjangkau. Hal ini akan sangat membantu para petani dalam melaksanakan kegiatan usaha taninya terutama petani kecil karena tersedianya pupuk bersubsidi.
Apabila semua hal ini dilakukan dengan baik, maka bangsa Indonesia tidak perlu lagi mengimpor hasil pertanian, serta akan membuat para petani semakin sejahtera dan tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi.

3.2  Saran
Untuk membantu para petani dalam meningkatkan kualitas pertaniannya maka pemerintah perlu melakukan perbaikan, meningkatkan fasilitas yang terkait dalam membangun pertanian, serta memberikan penyuluhan sosial secara terdidik kepada petani kecil terutama di daerah pedalaman atau perkampungan agar lebih memanfatkan lahan yang dimiliki agar meningkatkan hasil produksi serta nilai guna hasil pertanian tersebut.
Kepada masyarakat untuk lebih menerima sosialisasi dari pemerintah dan turut membantu pemerintah dalam kebijakan yang dapat membantu para petani untuk menjadi pelaku mikro yang lebih sejahtera.

















DAFTAR PUSTAKA
Tarmedi, Eded Dkk. 2007. Sumber Daya Dan Kesejahteraan Masyarakat. Bandung : UPI Press
Fadholi Hernanto. 1991.  Ilmu Usaha Tani.  Penebar Swadaya.  Jakarta
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Tjeppy d. Soedjana. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons Petani Terhadap Faktor Risiko.  Jurnal Perrtanian. Bogor.
Nur Ainun Jariyah dkk.  2003.  Kajian Finansial Usahatani Hutan Rakyat Pada Beberapa Strata Luas Kepemilikan Lahan  (Studi Kasus di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno,  Kabupaten Wonogiri).  Jurnal Pengelolaan DAS Kajian Finansial Usaha Tani Surakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Babtis (Tardidi) di Gereja HKBP

Peta