MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN (sumber daya lahan)
MAKALAH
MATA
KULIAH EKONOMI PERTANIAN
SUMBER DAYA LAHAN
SUMBER DAYA LAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Pertanian
dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk
hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam
arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang
lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat
semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Dalam pertanian juga harus menimbangkan unsur lokasi. Hal ini berguna untuk memudahkan para petani dalam menjual hasil produksinya.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Dalam pertanian juga harus menimbangkan unsur lokasi. Hal ini berguna untuk memudahkan para petani dalam menjual hasil produksinya.
Semua
usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan
dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan
benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan
dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua
aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka
ia melakukan pertanian intensif
(intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal
sebagai agribisnis.
Program
yang dikeluarkan oleh menteri pertanian pada saat ini adalah menjaga ketahanan
pangan. Untuk hal ini perlu peran pemerintah pula agar kebijakan ini terlaksana
dan dijalankan dengan baik oleh para petani, diantaranya memberikan fasilitas
pendukung, ketersedian pupuk yang stabil, serta adanya sosialisasi.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian diatas maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
1.
Sumberdaya Lahan
2.
Teori Lokasi Pertanian
3.
Ketersedian Pupuk
4.
Tenaga Kerja
5.
Kemampuan Manajerial
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk memperluas pengetahuan serta
sebagai wawasan baru dalam pembelajaran di bidang pertanian
2.
Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan
sumberdaya lahan, lokasi, ketersediaan pupuk, tenaga kerja dan kemampuan
manajerial dalam peningkatan di bidang pertanian.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
SUMBER
DAYA ALAM (LAHAN)
2.1.1 Pengertian Sumberdaya Lahan
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang
sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap
kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman,
jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara
kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya
lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari
iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya
sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya
lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis
antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather,
1986).
Pertanian adalah pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati
terutama tanaman produktif yang menghasilkan dan dapat di pergunakan sebagai
kehidupan manusia. (Idianto, 2005 : 54). Sedangkan pengertian pertanian dalam
arti sempit adalah suatu proses becocok tanam di suatu lahan yang telah di
siapkan sebelumnya dalam skala kecil pola perdagangan lokal, serta mengunakan
cara manual tanpa terlalu banyak memakai manajemen.
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai
petani dan perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting untuk
dikembangkan di negara kita.
Secara umum, sistem pertanian yang diterapkan oleh
penduduk Indonesia dapat kita golongkan menjadi 4 macam yakni pertanian lahan
basah, pertanian lahan kering, pertanian ladang dan sistem perkebunan.
1)
Sistem
Pertanian Lahan Basah
Sistem
pertanian lahan basah lebih dikenal dengan istilah pertanian sawah. Pertanian
sawah kaya akan air. Di Indonesia, pertanian jenis ini banyak dijumpai terutama
di daerah Jawa, Sumatera dan beberapa di Kalimantan. Hasil utama dari pertanian
ini adalah padi. Padi memiliki kualitas sangat baik jika ditanam di dataran
rendah dimana kurang dari 300 m dari permukaan laut.
Beberapa jenis sawah yang umumnya diupayakan penduduk antara
lain sebagai berikut.
a) Sawah irigasi
Sawah irigasi
yaitu sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi yang airnya berasal dari
danau buatan. Sawah irigasi disuplai dengan air yang cukup (dengan sistem
irigasi) dan area sawahnya sangat subur sehingga mampu panen 3 kali dalam 1
tahun. Sawah ini terletak di daerah Jawa.
b) Sawah tadah hujan
Sawah tadah
hujan merupakan sawah yang kebutuhan airnya hanya bisa mengandalkan dari air
hujan. Sawah jenis ini akan dikelola pada saat musim hujan saja.
c) Sawah pasang surut atau sawah bencah
Sawah pasang
surut atau sawah bencah yaitu sawah yang letaknya berdekatan dengan rawa atau
muara dan pengairannya tergantung dari pasang surut air laut. Biasanya panen 1
kali dalam setahun dimana suplai airnya masih tergantung pada pasang-surut air
sungai.
d) Sawah kambang
Padi kambang
adalah jenis tanaman padi yang panjang batangnya dapat disesuaikan dengan
tinggi muka air pada lahan sawah. Tipe persawahan yang seperti ini menuntut
pengetahuan petaninya dalam mengetahui karakteristik air di daerahnya.
e) Sawah padi gogo
Sawah padi
gogo akan ditanami padi seperti pada umumnya hanya pada saat musim hujan. Tapi
pada saat musim kemarau, penanaman padi dilakukan dengan cara huma (padi gogo)
2)
Sistem
Pertanian Lahan Kering atau Tegal Pekarangan
Pertanian
tegalan adalah usaha pertanian yang mengolah lahan-lahan
kering menjadi lebih produktif. Sistem ini cocok untuk lahan yang jauh dari sumber air. Hasil dari sistem pertanian ini biasanya berupa tanaman palawija.
kering menjadi lebih produktif. Sistem ini cocok untuk lahan yang jauh dari sumber air. Hasil dari sistem pertanian ini biasanya berupa tanaman palawija.
3)
Sistem
pertanian ladang
Sistem pertanian jenis ini merupakan
sistem pertanian primitif dimana hanya memerlukan lahan yang sempit, hasilnya
pun tergantung pada kondisi kesuburan tanah. Tanaman yang dihasilkan dari
sistem ini adalah jangung, dan umbi-umbian.
4)
Sistem
perkebunan
Sistem pertanian model ini sering
kali dianggap sebagai pertanian industri karena hasil dari pertanian ini
biasanya digunakan sebagai bahan baku industri. Sistem pertanian ini memerlukan
lahan yang sangat luas disertai managemen yang profesional. Adapun tanaman yang
dihasilkan antara lain: kopi, sawit, getah karet, teh, tembakau, coklat dll.
2.1.2
Upaya
Peningkatan Produksi Pertanian
Upaya peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut :
a)
Intensifikasi pertanian
Intensifikasi pertanian adalah
pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan
hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi pertanian
banyak dilakukan di pulau Jawa dan bali yang memiliki lahan pertanian sempit.
Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program panca usaha tani,
yang kemudian dilanjutkan dengan program sapta usaha tani.
Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian
meliputi kegiatan sebagai berikut.
Ø Pengolahan
tanah yang baik
Ø Pengairan
yang teratur
Ø Pemilihan
bibit unggul
Ø Pemupukan
Ø Pemberantasan
hama dan penyakit tanaman
Ø Pengolahan
pasca panen
b)
Ekstensifikasi
pertanian
Ekstensifikasi pertanian adalah
usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya
membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian
yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan
membuka persawahan pasang surut.
Ekstensifikasi pertanian banyak
dilakukan di daerah jarang penduduk seperti di luar pulau Jawa, khususnya di
beberapa daerah tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan irian
jaya.
c)
Diversifikasi
pertanian
Diversifikasi pertanian adalah usaha
penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari
ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Diversifikasi pertanian dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Ø Memperbanyak
jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani juga beternak
ayam dan beternak ikan.
Ø Memperbanyak
jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam jagung
juga ditanam padi ladang.
d)
Mekanisasi
pertanian
Usaha
meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan mesin-mesin pertanian modern.
Mekanisasi pertanian banyak dilakukan di luar pulau Jawa yang memiliki lahan
pertanian luas. Pada program mekanisasi pertanian, tenaga manusia dan hewan
bukan menjadi tenaga utama melainkan mesin yang menjadi tenaga utama,karena hal
ini akan sangat membantu kinerja petani.
e)
Rehabilitasi
pertanian
Usaha
memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak
berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak
produktif menjadi tanaman yang lebih produktif. Sebagai tindak lanjut dari
program-program tersebut, pemerintah menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
Ø Memperluas,memperbaiki
dan memelihara jaringan irigasi yang meluas di seluruh wilayah Indonesia
Ø Menyempurnakan
sistem produksi pertanian pangan melalui penerapan berbagai paket program yang
diawali dengan program bimbingan masal (bimas) pada tahun 1970. Kemudian
disusul dengan program intensifikasi masal (inmas), intensifikasi khusus
(insus) dan supra insus yang bertujuan meningkatkan produksi pangan secara
berkesinambungan.
Ø Membangun
pabrik pupuk serta pabrik insektisida dan pestisida yang dilaksanakan untuk
menunjang proses produksi pertanian.
2.2
LOKASI
2.2.1
Teori Lokasi
Pertanian oleh Von Thunen
Johan Heinrich Von Thunen
(1783-1850) adalah seorang warga negara Jerman uang merupakan ahli ekonomi
pertanian yang mengeluarkan teorinya dalam buku “Der Isolirte Staat”. Von Thunen mengembangkan teori ini
berdasarkan pengamatan di sekitar tempat tinggalnya. Menurutnya pertanian
merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Dalam teori ini ia
memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut termasuk
variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Ia
menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah dipengaruhi
perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat.
Melalui teorinya, Von Thunen menciptakan
bagaimana cara berfikir efektif yang didasarkan atas penelitian dengan
menambahkan unsur-unsur baru sehingga didapatkan hasil yang mendekati konkret.
Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan
pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia mengeluarkan
asumsi-asumsi sebagai berikut:
a) Terdapat
suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah
pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang
merupakan komoditi pertanian (Isolated Stated).
b) Daerah
perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah pedalaman, tidak menerima
penjualan hasil pertanian dari daerah lain (Single Market).
c) Daerah
pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke perkotaan, tidak ke daerah
lain (Single Destination).
d) Daerah
pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen) dengan kondisi geografis
kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah.
e) Daerah
pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum
dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan
yang terdapat di daerah perkotaan (Maximum Oriented).
f) Pada waktu
itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh kuda (One Moda
Transportation).
g) Biaya
transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua biaya
transportasi ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk
segar. (Equidistant).
Setiap keuntungan yang ingin dicapai
petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
K = N - ( P
+ A )
Keterangan:
K = Keuntungan
N = Imbalan yang diterima petani dan dihitung
berdasarkan satuan hitung, misalnya hektar.
P = Biaya produksi yang dihitung atas dasar sama
dengan N
A = Biaya angkutan
Dari rumus tersebut dapat dikatakan
petani yang berdiam diri di daerah dekat perkotaan mempunyai alternative
komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan. Sedangkan petani yang
jauh dari perkotaan mempunyai pilihan yang lebih terbatas. Jumlah pilihan yang
menguntungkan menurun sejalan dengan jarak dari daerah perkotaan.
Teori Von Thunnen dapat dimodifikasi
dengan unsur yang mengalir melalui daerah perkotaan. Sungai ini memungkinkan
pengangkutan dengan biaya yang lebih rendah.
Dari asumsi diatas mendesak para petani
berani menyewa lahan yang dekat pusat pasar atau kota, sehingga keuntungan yang
di peroleh dari hasil pertaniannya maksimal. Tentunya mereka juga harus
mengorbankan nominal yang cukup besar untuk menyewa lahan. Karena semakin dekat
suatu lahan dengan pusat pasar atau kota, semakin besar harga sewa lahannya.
Petani yang berperan sebagai pelaku
produksi memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk menyewa sewa lahan. Makin
tinggi kemampuan pelaku produksi untuk membayar sewa lahan, maka makin besar
peluang untuk melakukan kegiatan di lokasi dekat pusat pasar atau kota. Hal ini
menunjunjukkan bahwa perbedaan lokasi mempengaruhi nilai harga lokasi tersebut
sesuai dengan tata guna lahannya. Hingga saat ini teori Von Thunen masih
dianggap cukup relevan. Contohnya persediaan lahan di daerah perkotaan memicu
berlakunya hukum ekonomi, semakin langka barang, permintaan meningkat maka
harga akan semakin mahal. Sama halnya seperti lahan di daerah perkotaan,
semakin dekat dengan pusat kota akan semakin mahal nilai sewa atau beli lahannya.
Harga lahan di perkotaan akan semakin bertambah dari tahun ketahun mengikuti
dengan perkembangan zaman. Penggunaan teknologi modern yang berkembang saat ini
menjadikan teori Von Thunen menjadi kurang relevan.
2.2.2
Kelebihan
dan Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen
Pada dasarnya teori pasti memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Demikian dengan teori lokasi juga memiliki
kelebihan dan kekurangan.
a)
Kelebihan
Teori Lokasi Von Thunen
Ø Menjadi
acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama dalam menentukan berbagai
kegiatan perekonomian.
Ø Dapat
menentukan berbagai Kawasan ( Zoning )
b)
Kekurangan
Teori Lokasi Von Thunen
Ø Kemajuan
transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
Ø Ada beberapa
daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket
center saja, tetapi juga 2 market
center.
Ø Adanya
berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk pada pengiriman
jarak jauh.
Ø Kondisi
topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian yang akan
dihasilkanpun akan berbeda.
Ø Negara
industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota.
Ø Antara
produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasarannya.
2.3
KETERSEDIAAN
PUPUK
Pupuk merupakan faktor produksi yang
sangat penting bagi sektor pertanian. Pupuk menyumbang 20 persen terhadap
keberhasilan peningkatan produksi pertanian, khususnya beras antara tahun
1965-1980 dan keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras di tahun 1984.
Pupuk pun berkontribusi 15-30 persen untuk biaya usaha tani padi. Dengan
demikian sangat penting untuk menjamin kestabilan harga dan kelancaran
distribusi pupuk.
Kersediaan pupuk di Indonesia sangat
berfluktuasi. Hal ini dapat kita lihat dimana disuatu daerah seorang petani terkadang
mendapatkan pupuk dengan mudah namun juga terkadang sulit mendapatkanya. Hal
inilah yang menyebabkan Indonesia kekurangan ketersediaan pupuk. Kekurangan pupuk dapat mengakibatkan
pertumbuhan tanaman yang tidak normal sehingga menurunkan hasil panen petani
atau bahkan terjadi gagal panen. Gagal panen inilah yang selanjutnya menjadi
ancaman dalam menciptakan ketahanan pangan. Jika situasi kelangkaan pupuk
dibiarkan berlangsung lama dan tidak segera diambil tindakan yang tepat oleh
instansi terkait, akan mengakibatkan timbul rasa kurang adil kepada petani,
menurunkan tingkat kesejahteraan petani, mengganggu ketahanan pangan dan
keberlangsungan produksi pertanian nasional, serta dapat menekan pertumbuhan
ekonomi nasional.
Permasalahan
Pupuk di Indonesia
Kondisi
perpupukan di Indonesia memiliki berbagai masalah yang serius.
a) Permasalahan
pabrik pupuk yang sudah berusia tua sehingga efisiensi produksinya makin
menurun.
b) Pasokan gas
bumi untuk produksi pupuk sangat terbatas. Dengan demikian pabrik tidak dapat
beroperasi optimal. Padahal 60 persen bahan bakunya untuk pupuk urea adalah gas
alam. Keterbatasan supply gas alam dikarenakan mayoritas perusahaan gas
alam dimiliki oleh swasta yang memiliki orientasi yang besar pada keuntungan.
Hal itu seiring dengan diresmikannya liberalisasi sektor migas di Indonesia
yang diatur dalam UU 22 Tahun 2001 tentang Migas.
c) Kebutuhan
pupuk yang semakin meningkat, sementara produksinya terbatas, sehingga terjadi
kelangkaan pupuk. Kelangkaan pupuk juga melanda Indonesia pada tahun 2008
kemarin. Di sinyalir permasalahan kelangkaan pupuk tersebut dikarenakan : (a)
Rayonisasi yang tidak fleksibel, sehingga tidak mudah melakukan penyesuaian
supply antar wilayah. (b) Pengawasan yang lemah dari Pemda di
dalam pengelolaan pupuk bersubsidi juga menyebabkan permasalahan pupuk terjadi.
(c) Rendahnya margin (fee) yang diterima distributor dan penyalur di
Lini IV yang berkisar Rp 30-40/ kg. (d) Tingginya disparitas harga
terjadi pada pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi, sehingga memicu
terjadinya penyelewengan pupuk bersubsidi dan pada akhirnya menyebabkan
kelangkaan pupuk.
d) Harga pupuk
yang cenderung semakin mahal karena pupuk kimia yang beredar di pasar Indonesia
sangat begantung pada bahan baku impor yang harganya terus merangkak naik
mengikuti kurs dollar di pasar mata uang internasional.
e) Jumlah
distributor daerah dan kios penyalur di Lini IV cenderung masih terkonsentrasi
di Ibu Kota Kecamatan/ Kabupaten/ Kota.
f) Penggunaan
pupuk anorganik meningkat drastis akibat fanatisme petani dan bertambahnya luas
areal tanam, sementara penggunaan pupuk organik belum berkembang.
Langkah-langkah Penanganannya
Permasalahan tersebut telah
mendorong instansi terkait untuk membuat kebijakan-kebijakan sebagai solusi.
Adapun kebijakan-kebijakan yang dibuat terdiri dari kebijakan jangka pendek dan
kebijakan jangka panjang.
a) Kebijakan
Jangka Pendek
Kebijakan jangka pendek yang
ditempuh adalah dengan meningkatkan penyediaan pupuk urea mencapai 7 juta ton
dengan mengupayakan penyediaan gas bumi sebanyak 9 kargo. Penyediaan gas bumi
sebanyak 9 kargo dikarenakan defisit yang terjadi pada PT Pupuk Iskandar Muda
(PIM). Namun sampai saat ini yang baru disetujui 1 kargo sementara sisanya
masih dalam proses. Disamping itu, peningkatan jumlah ketersediaan pupuk ini
juga ditempuh dengan mengimpor pupuk urea dari beberapa negara.
b) Kebijakan
Jangka Panjang
Sedangkan kebijakan jangka
panjangnya adalah dengan merevitalisasi industri pupuk yaitu mengganti 5 pabrik
pupuk urea yang sudah tua dan tidak efisien lagi, serta membangun satu pabrik
pupuk urea baru, melakukan program gasifikasi batubara untuk mengganti bahan
baku gas bumi dengan batubara, mengembangkan pabrik pupuk urea di lokasi sumber
gas bumi, dan mengembangkan pabrik pupuk melalui kerjasama dengan negara lain.
Selain kebijakan diatas, Instansi terkait juga telah dan akan melakukan beberapa langkah untuk mengantisipasi kelangkaan pupuk.
Selain kebijakan diatas, Instansi terkait juga telah dan akan melakukan beberapa langkah untuk mengantisipasi kelangkaan pupuk.
a)
Menambah alokasi pupuk urea bersubsidi tahun 2008 dari
4,3 juta ton menjadi 4,8 juta ton, dan tahun 2009 ditingkatkan lagi menjadi 5,5
juta ton.
b)
Pemerintah juga melakukan kelonggaran atau
fleksibilitas penyaluran pupuk bersubsidi yang diatur dalam Peraturan Menteri
Pertanian No. 05/Permentan/OT.140/1/2009, pasal 9, ayat (2) dimana disebutkan
perlu dilakukan fleksibilitas penyaluran yang dilaksanakan melalui koordinasi
dengan Dinas Pertanian setempat.
c)
Mengusulkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan No
21/2008 yang mencakup ketentuan stok pupuk pada puncak musim tanam, penyaluran
maksimal 20 persen diatas alokasi, dan pengaturan lebih lanjut mengenai
pemanfaatan cadangan pupuk nasional.
d)
Melakukan operasi pasar langsung kepada petani.
e)
Mengubah pembayaran gas dan transaksi untuk produk
hilir pabrik pupuk dalam negeri menjadi rupiah yang pada mulanya dengan dollar
Amerika.
Perlu
diyakini bahwa permasalahan pupuk bukanlah permasalahan teknis semata. Dengan
demikian produksi dan distribusi pupuk tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada
mekanisme pasar. Diharapkan langkah-langkah tersebut dapat memberikan fondasi
yang kuat terhadap perpupukan di Indonesia sehingga selanjutnya akan mendorong
ketahanan pangan yang kuat dan dapat memberikan kesejahteraan pada petani.
2.4
TENAGA
KERJA
Tenaga kerja adalah salah satu unsur
penentu, terutama bagi usahatani yang tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga
kerja berakibat mundurnya penanaman sehigga berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman, produktivitas, dan kualitas produk.
Tenaga kerja merupakan faktor
penting dalam usaha tani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja
petani bersama anggota keluarganya. Rumah tangga tani yag umumnya sangat
terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat
menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sediri
maka tidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya.
Baik dalam usahatani keluarga
maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja belum belum sepenuhnya diatasi
dengan tekologi yang menghemat tenaga (teknologi mekanis). Hal ini dikarenakan
selain mahal juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak
dapat digantikan.
2.4.1 Karakteristik
Tenaga Kerja dalam Usahatani
Tenaga kerja dalam usahatani
memiliki karekteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja di bidag usaha
lain yng selain pertanian. Karakterisik menurut Tohir (1983) adalah sebagai
berikut:
- Keperluan akan tenaga kerja dalam ushatani tidak kontinyu dan tidak merata.
- Penyerapan tenaga kerja dalam usaha tani sangat terbatas.
- Tidak mudah distandarkan, dirasioalkan, dan dispesialisasikan.
- Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Karakteristik diatas akan memerlukan
sistem-sistem menejerial tertentu yang harus dipahami sebagai usaha peningkatan
usahatani itu sendiri. Selama ini khususnya di Indoesia sistem menejerial
bisanya masih sangat sederhana.
2.4.2 Fungsi
Petani sebagai Tenaga Kerja
Dalam jangka pendek faktor tenaga
kerja dianggap sebagai faktor produksi variabel yang penggunaannya berubah-ubah
sesuai dengan perubahan volume produksi.
Yang dimaksudkan disini adalah kedudukan petani dalam
usahatani, yakni tidak hanya sebagai penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan
menjadi seorang manajer pula. Kedudukan si petani sangat menentukan dalam
usahatani. Dalam usahatani yang semakin besar, maka petani makin tidak mampu
merangkap kedua fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan, dan
memusatkan diri pada fungsi sebagai pemimpin usahatani (manajer)..
2.4.3
Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi
Faktor produksi tenaga kerja,
merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses
produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga
kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah:
a)
Tersedianya
tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan
tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu
disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya
optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak
dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim
dan upah tenaga kerja.
b)
Kualitas
tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu
proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan
spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah
tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini
tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga
kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses
produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena
belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan
alat tersebut.
c)
Jenis
kelamin
Kualitas tenaga kerja juga
dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga
kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti
mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
d)
Tenaga kerja
musiman
Pertanian ditentukan oleh musim,
maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja
musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga
terjadi migrasi atau urbanisasi musiman (Soekartawi, 2003). Dalam usahatani
sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga
ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan
tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja
tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak
maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja
ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila
dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya
lebih tinggi daripada upah tenaga kerja manusia (Mubyarto, 1995). Soekartawi
(2003), Umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar
kecilnya upah. Mereka yang tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah
yang juga lebih rendah bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa. Oleh
karena itu penilaian terhadap upah perlu distandarisasi menjadi hari kerja
orang (HKO) atau hari kerja setara pria (HKSP). Lama waktu bekerja juga
menentukan besar kecilnya tenaga kerja makin lama jam kerja, makin tinggi upah
yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Tenaga kerja bukan manusia
seperti mesin dan ternak juga menentukan basar kecilnya upah tenaga kerja.
Nilai tenaga kerja traktor mini akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
nilai tenaga kerja orang, karena kemampuan traktor tersebut dalam mengolah
tanah yang relatif lebih tinggi. Begitu pula halnya tenaga kerja ternak,
nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja traktor
karena kemampuan yang lebih tinggi daripada tenaga kerja tersebut (Soekartawi,
2003).
Sebagai salah satu dari faktor
produksi, dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas, SDM sangat dipengaruhi
oleh pasar tenaga kerja, pertemuan antara penawaran tenaga kerja dan permintaan
tenaga kerja. Berhasilnya usaha peningkatan produksi maupun faktor-faktor
produksi menjadi salah satu ukuran bagi kemajuan pembangunan ekonomi. Pembinaan
terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan pendapatan petani.
Kebijaksanaan dasar pembangunan pertanian mencakup aspek produksi, pemasaran,
dan kelembagaannya dan memungkinkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan
industri.
2.4.4 Produktivitas
Tenaga Kerja
Produktivitas merupakan perbandingan
antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan)
yang dipergunakan per satuan waktu.
Peningkatan produktivitas faktor manusia merupakan
sasaran strategis karena peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat
tergantung pada kemajuan tenaga manusia yang memanfaatkannya.
Produktivitas rendah karena;
·
Teknologi yang dipakai masih didominasi oleh teknologi
tradisional.
·
Rendahnya laju pertumbuhan daya serap tenaga kerja
·
Rendahnya kualitas sumber daya pertanian dan rendahnya
curahan jam kerja
·
Upah yang rendah
·
Tingkat pendidikan dan tingkat keterampilan yang
rendah.
2.4.5
Efisiensi Tenaga Kerja
Efisiensi tenaga kerja atau produktivitas tenaga kerja dapat diukur dengan
memperhatikan jumlah produksi, penerimaan per hari, dan luas lahan atau luas
usaha.
a)
Memperhitungkan produksi
Produktivitas yang berhubungan
dengan tenaga kerja dapat dihitung melalui jumlah produksi per hektar dibagi
dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan per hektar. Perhitungan
produktivitas akan membandingkan antara usaha yang dibantu dengan mesin traktor
dengan usaha yang tanpa menggunakan bantuan mesin traktor. Jika tidak
menggunakan traktor maka jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan semakin
banyak, sehingga pembaginya akan menjadi semakin besar dan nilai produktivitas
akan semakin kecil. Tetapi jika memanfaatkan bantuan mesin traktor maka tenaga
kerja yang dibutuhkan akan semakin sedikit sehingga pembagi jumlah produksi per
hektar akan semakin kecil sehingga memperoleh nilai produktivitas yang lebih
besar. Hal ini justru akan semakin meningkatkan efisiensi tenaga kerja.
b)
Memperhatikan penerimaan per hari kerja
Penerimaan per hari kerja dapat
dihitung dengan formula, jumlah produksi fisik dikali harga per hektar dibagi
dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan per hektar.
c)
Memperhatikan luas usaha per lahan
Efisiensi tenaga kerja dapat juga
dihitung melalui luas usahatani dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang
dicurahkan perhari.
2.4.6
Curahan Tenaga Kerja
Curahan tenaga kerja pada usahatani sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, yakni:
- Faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim, kesuburan tanah, dan topografi;
- Faktor jenis lahan yang meliputi sawah, tegal, dan pekarangan;
- Luas, petak, dan penyebaran.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan
adanya perbedaan kesibukan tenaga kerja, misalnya yang terjadi pada usaha tani
lahan kering yang benar-benar hanya mengandalakan air hujan maka petani akan
sangat sibuk hanya pada saat musim penghujan. Sebaliknya, pada musim kemarau
akan mempunyai waktu luang sangat banyak karena lahannya tidak dapat ditanami
(bero). Pada lahan sawah beririgasi, petani akan sibuk sepanjang tahun karena
air bukan merupakan kendala bagi usahataninya.
2.4.7
Intensif dan Ekstensif
Usahatani dikatakan intensif jika
banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan. Contoh
usahatani intensif adalah jika seorang petani menggarap tanah sesuai dengan
kebutuhan sampai siap untuk ditanami jagung, menggunakan pupuk awal, bibit
unggul, melakukan penyiangan dan pemupukan periodik. Tiga setengah bulan
kemudian petani akan memperoleh hasil panen sekitar 12 kg per satuan luas
lahan.
Sedangkan suatu usahatani dikatakan
ekstensif jika usahatani tersebut tidak banyak menggunakan tenaga kerja dan
atau modal per satuan luas lahan. Sebagai contoh adalah, jika seseorang
menggarap tanah ala kadarnya, lalu menebar bibit, biji (untuk serealia).
Setelah itu lahan dibiarkan aja. Tetapi tiga setengah bulan, petani juga sambil
menunggu mendapat seluruh hasil panen dan diperoleh 2 kg per satuan luas lahan.
2.5
KEMAMPUAN
MANAJERIAL
Petani adalah pelaku usahatani. Menurut A.T.Mosher
(1966) dua peranan penting seorang petani yaitu sebagai juru tani (cultivator)
dan sebagai pengelola (manajer). Dalam hal ini petani berfungsi sebagai
pengelola atau seorang manajer bagi usahatani yang mereka kerjakan. Berhasil dan tidaknya usahatani yang mereka
kerjakan pada dasarnya sangat tergantung pada kemampuan mereka dalam mengatur
dan mengelola faktor-faktor produksi yang mereka kuasai. Jika seorang petani piawai dalam mengelola
usahatani yang mereka kerjakan maka usahatani mereka akan berhasil. Sedangkan jika seorang petani tidak mampu
mengelola usahataninya dengan baik maka usahatani yang mereka akan besar
kemungkinannya mengalami kegagalan.
Artinya, petani sebagai seorang manajer usahatani harus mampu
mengorganisakian alam, kerja dan modal agar produksi dan produktivitas
usahatanianya dapat bernilai optimal.
Kemampuan manajerial dan style manajerial oleh petani akan
diwarnai oleh beberapa hal. Salah
satunya adalah tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan ini akan berafilasi dengan pola pikir dan kualitas
SDM. Pendidikan yang tinggi tentunya
akan membentuk pola pikir dengan wawasan yang luas dan memiliki tingkat
kualitas SDM yang baik. Sedangkan
tingkat pendidikan yang rendah akan mencetak petani-petani yang sulit menerima
inovasi baru bahkan cenderung laggard (menolak
dan menghalangi) serta rendah dalam penguasaan teknologi yang berujung pada
rendahnya kualitas SDM-nya.
Petani memiliki cara yang
berbeda-beda dalam mengelola usahataninya tergantung pada faktor-faktor
produksi yang mereka kuasai. Petani yang
memiliki lahan yang luas membutuhkan sarana produksi pertanian yang lebih banyak
dibandingkan petani dengan lahan sempit.
Petani berlahan luas akan menggunakan alat dan mesin pertanian yang
dapat memudahkan mereka dalam pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman, pemanenan
serta pengolahan hasil. Mereka
membutuhkan tenaga kerja dan modal yang lebih besar untuk menjalankan kegiatan
usahatani yang mereka usahakan.
2.5.1
Kelemahan Petani di Indonesia untuk Sebuah
Manajemen
a)
Skala Usaha Kecil
Petani
di Indonesia mayoritas adalah petani gurem
atau petani kecil, yaitu petani yang hanya memiliki luas lahan usaha tani
kurang lebih 0,25 ha. Pada luasan lahan
itu petani melakukan kegiatan usahatani mereka.
Ada yang menanami lahannya dengan jenis tanaman pangan semisal padi,
jagung, atau ubi kayu. Sebagian
mengusahakan tanaman hortikultura/sayuran misalnya terong, cabai, kacang
panjang, buncis, kol dan tanaman sayuran yang lain. Beberapa petani menanam tanaman-tanaman perkebunan
seperti kakao, kopi, lada dan lain-lain.
Lahan yang memiliki asupan air cukup melimpah dimanfaatkan oleh petani
untuk membudidayakan ikan. Beternak
juga menjadi salah satu pilihan dalam usahatani yang tidak sedikit dipilih
sebagai usaha di bidang pertanian.
Tetapi apapun usahatani yang dijalankan, pada lahan seluas itulah
mayoritas petani Indonesia berusahatani.
b) Usahatani adalah way
of life
Usahatani di Indonesia telah menjadi semacam cara hidup mengingat
nilai-nilai subsiten masih melekat
pada kegiatan usahatani petani Indonesia.
Meski sedikit demi sedikit, sesuai kemajuan teknologi dan hadirnya
inovasi-inovasi baru, petani Indonesia telah bermigrasi kea rah pertanian komersial namun jika diamati maka
sebenarnya yang dilakukan adalah usahatani campuran, yaitu antara subsisten dan
campuran. Sebenarnya sudah tidak ada
lagi petani-petani Indonesia yang murni subsisten, kecuali daerah-daerah
pedalaman, namun karena karakter budaya yang didukung oleh kondisi alam dan
lingkungan membuat usahatani sebagai sebuah way
of life ini sulit dilepaskan dari petani di Indonesia.
c)
SDM
berkualitas Rendah
Tidak bisa kita pungkiri bahwa petani di Indonesia memiliki kualitas SDM
yang masih rendah. Rendahnya kualitas
SDM ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Rata-rata petani kita adalah petani yang
tidak pernah sekolah, tidak lulus SD, atau lulusan SD. Hanya sedikit yang lulus sekolah menengah
atau perguruan tinggi.
Kondisi ini
semakin diperparah dengan rendahnya minat generasi muda yang notabene memiliki pendidikan yang
relatif lebih tinggi untuk berprofesi sebagai petani. Mereka banyak berbondong-bondong untuk
bekerja di sektor lain sebagai buruh.
Agaknya memang pendidikan yang bersifat link and match banyak diarahkan ke arah dunia industry sehingga support dan motivasi lulusan ke sektor
pertanian relatif rendah.
Sementara
itu, akses petani terhadap informasi dan teknologi baru masih sangat
terbatas. Hal ini diakibatkan karena
mayoritas petani tersebar di daerah perdesaan yang relatif terbatas sarana dan
prasarana transportasi dan komunikasinya.
Akibatnya tingkat serapan petani terhadap inovasi dan teknologi baru
masih rendah.
d) Posisi Tawar Lemah
Diakui atau tidak, petani di Indonesia memiliki posisi tawar yang
rendah. Posisi petani berada pada posisi
yang tidak menguntungkan dalam hal pemasaran dan permodalan. Petani belum mampu mengontrol harga pasar dan
sangat sulit untuk memperoleh modal. Akibatnya
tidak sedikit petani yang merugi besar ketika hasil panennya ternyata dibeli
pedagang dengan nilai tukar yang sangat rendak.
Tidak jarang pula petani jatuh di tangan
pengijon dan tengkulak yang menjerat dengan hutang dalam bunga tinggi. Petani selalu sebagai pihak yang
dirugikan.
2.5.2
Manajemen dalam Usahatani
Berbicara tentang sebuah system manajemen tentunya akan akan selalu terkait
dengan 5 hal pokok, yaitu :
1)
Planning / Perencanaan
Selayaknya sebuah usaha, usahatani juga sangat membutuhkan perencanaan yang
matang. Mulai dari jenis tanaman yang
akan ditanam, pola budidaya yang akan dijalankan, tenaga kerja yang dibutuhkan,
sampai kepada kegiatan-kigiatan panen dan pasca panen. Semua rencana seharusnya tersusun rapi
tercatat.
Biasanya, petani yang telah tergabung dalam kelompok tani menuangkan
perencanaan mereka dalam wujud RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok). Namun sayangnya RDKK yang
dibuat, oleh petani belum diartikan sebagai sebuah perencanaan dalam usaha
tani. RDKK hanya digunakan untuk
mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah saja.
Secara teoritis, untuk mewujudkan sebuah perencanaan
yang mantap, kita bisa menggunakan pertanyaan 5W 1H, yaitu :
Ø What/apa……………?
Ø Why/mengapa……….?
Ø Who/siapa…………….?
Ø When/kapan….……….?
Ø Where/dimana ………?, dan
Ø How/Bagaimana………?
2)
Organizing / Pengorganisasian
Setelah segala sesuatu yang terkait dengan usahatani direncanakan dengan
baik, maka tahapan berikutnya adalah pengorganisasian. Pada saat ini, petani harus mengorganisasikan
setiap masalah dan faktor produksi yang dimilikinya. Persiapan alat dan mesin pertanian,
sarana-sarana produksi yang dibutuhkan juga termasuk tenaga kerja yang akan
digunakan.
Pengorganisasian
yang baik akan memudahkan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana yang dibuat
dan tujuan yangh ditetapkan.
3)
Actuating/Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah hal yang paling menentukan pada suatu kegiatan usaha
tani jika ingin usahatani yang dijalankan berhasil. Dalam pelaksanaan segala sesuatu yang
dikerjakan diusahakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Sebab apabila tidak maka hasil tidak akan sesuai
dengan yang diharapkan oleh pelaku usahatani.
4)
Controlling/Pengawasan
Semua pelaksanaan kegiatan usahatani harus diawasi agar sesuai dengan
perencanaan yang dibuat. Jika ada
masalah dan kekurangan, sebagai seorang manajer, petani harus segera mengambil
keputusan yang cepat dan tepat. Caranya
adalah dengan melihat sumber daya yang ada dan menyelaraskan dengan tujuan
pelaksanaan usahatani.
5)
Evaluating/Penilaian
Tahap ini hanya akan optimal jika semua hal yang dilakukan oleh petani
terdokumentasi dalam sebuah catatan.
Evaluasi yang dilakukan tanpa informasi yang jelas hanya akan
menghasilkan penilaian yang keliru terhadap obyek evaluasi. Akibatnya tentu tidak aka nada perbaikan
untuk kegiatan usaha tani berikutnya sebab fungsi dari evaluasi yang utama
adalah sebagai bahan untuk perencanaan usahatani.
Hal-hal yang perlu dievaluasi disesuaikan dengan tujuan awal
dilaksanakannya usahatani, misalnya :
1.
Apakah produksi total telah mencapai hasil sesuai yang
diinginkan?
2.
Apakah biaya produksi yang dikeluarkan telah sesuai
dengan rencana awal?
3.
Bagaimanakah produktivitas ekonomis dari usahatani
yang dilaksanakan?
4.
Apakah masalah-masalah yang dihadapi pada pelaksanaan
usahatani?
Hasil evaluasi yang dilakukan tersebut akan lebih memudahkan bagi petani
untuk membuat perencanaan usahatani berikutnya dengan lebih baik. Lambat laun maka usahatani yang dilaksanakan
menjadi lebih maju dengan pencapaian hasil yang optimal.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertanian
merupakan salah satu sektor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi bangsa
Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang
sangat potensial yang dimana banyak masyarakat dan pihak pengusaha baik swasta
mapun pemerintah yang menjadikan sektor pertanian sebagai pendapatannya. Untuk
meningkatkan kemakmuran dalam pelaku usaha tani dan untuk menjaga ketahanan
pangan, maka hal yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan lahan pertanian
dengan lebih baik lagi serta memperluas lahan pertanian yang ada.
Lahan
dalam pertanian sangat berkaitan dengan lokasi. Hal ini dilakukan agar para
usaha tani dapat menjual hasil pertaniannya ke lokasi yang terdekat dengan
harga yang memuaskan karena biaya transportasi akan lebih murah dan dekat
dengan para konsumen yang memubutuhkan hasil pertanian tersebut.
Selain
itu, hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan produktivitas pertanian
adalah kemampuan pelaku usaha tani (manajerial) dalam melaksanakan kegiatan
pertaniannya dengan cara melakukan sistem manajemen yaitu; perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan serta penilaian. Apabila hal ini
dilakukan dengan baik, maka resiko akibat dari kegagalan panen (gagal panen)
dapat diminimalisirkan atau bahkan dihilangkan. Karena akan menghemat tenaga
kerja dan memperkerjakan tenaga kerja yang profesional sehingga hasilnya akan
mensejahterakan petani itu sendiri.
Adapun
peran pemerintah yang perlu dan yang terus dilakukan adalah dengan menjaga
ketersediaan pupuk dengan baik dan tentunya dengan harga yang terjangkau. Hal
ini akan sangat membantu para petani dalam melaksanakan kegiatan usaha taninya
terutama petani kecil karena tersedianya pupuk bersubsidi.
Apabila
semua hal ini dilakukan dengan baik, maka bangsa Indonesia tidak perlu lagi
mengimpor hasil pertanian, serta akan membuat para petani semakin sejahtera dan
tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi.
3.2 Saran
Untuk
membantu para petani dalam meningkatkan kualitas pertaniannya maka pemerintah
perlu melakukan perbaikan, meningkatkan fasilitas yang terkait dalam membangun
pertanian, serta memberikan penyuluhan sosial secara terdidik kepada petani
kecil terutama di daerah pedalaman atau perkampungan agar lebih memanfatkan
lahan yang dimiliki agar meningkatkan hasil produksi serta nilai guna hasil
pertanian tersebut.
Kepada
masyarakat untuk lebih menerima sosialisasi dari pemerintah dan turut membantu
pemerintah dalam kebijakan yang dapat membantu para petani untuk menjadi pelaku
mikro yang lebih sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Tarmedi, Eded Dkk. 2007. Sumber Daya Dan Kesejahteraan Masyarakat. Bandung : UPI Press
Fadholi Hernanto. 1991. Ilmu
Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Tjeppy d. Soedjana. Sistem
Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons Petani Terhadap Faktor
Risiko. Jurnal Perrtanian. Bogor.
Nur Ainun
Jariyah dkk. 2003. Kajian
Finansial Usahatani Hutan Rakyat Pada Beberapa Strata Luas Kepemilikan Lahan (Studi Kasus di Desa Sumberejo, Kecamatan
Batuwarno, Kabupaten Wonogiri). Jurnal Pengelolaan DAS Kajian Finansial Usaha
Tani Surakarta
Komentar
Posting Komentar