Makalah Pertanian (Regulasi pasar, daya tawar produksi pertanian dan perbandingan efisiensi)
Makalah
Pertanian
regulasi
pasar, daya tawar produksi pertanian dAN PERBANDINGAN EFISIENSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH
Kebijakan pertanian adalah
serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah
untuk mencapai tujuan tertentu.kebijakan ini sering disebut dengan regulasi. Adapun tujuan umum kebijakan pertanian adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar
pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan
akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk
mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah
mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang,
Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan
lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang
bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang
lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang bersifat
pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam
perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur
pembagian pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak
tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi.
Campur tangan pemerintah inilah
disebut sebagai “politik pertanian” (agricultural policy) atau “kebijakan
pertanian”. Campur tangan pemerintah ini diperlukan untuk memutus rantai
lingkaran kemiskinan yang tak berujung pangkal, merupakan gambaran hubungan
keterkaitan timbal-balik dari beberapa karakteristik negara berkembang (seperti
Indonesia) berupa sumber daya yang ada belum dikelola sebagaimana mestinya,
mata pencaharian penduduk yang mayoritas pertanian berlngsung dalam kondisi
yang kurang produktif, adanya dualisme ekonomi ekonomi antara sektor modern
yang mengikuti ekonomi pasar dan sektor tradisional yang mengikuti ekonomi
subsistem, serta tingkat pertumbuhan yang tinggi dengan kualitas sumber daya
manusianya yang masih relative rendah.
Daya tawar juga menjadi aspek
penting yang harus dibahas sebab daya
tawar yang baik memungkinkan para petani untuk bersaing di pasar
pertanian terlebih pasar internasional. Di samping itu para petani perlu
memandang penting efesiensi yang dianggap akan memaksimumkan keuntungan petani.
Di Indonesia sendiri para petani kurang memperhatikan konsep efesiensi. Oleh
karena itu penyusun makalah ini menganggap perlu membahas mengenai regulasi
pasar, daya tawar pasar pertanian dan perbandingan efesiensi.
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk memahami pengertian regulasi
pasaar dalam pertanian maka perlu kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud
dengan regulasi dan pasar secara
terpisah. Regulasi menurut KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia ) dapat
diartikan sebagai sebuah peraturan.
istiah yang regulasi dapat dipakai dalam segala bidang termasuk bidang
pertanian. Secara lebih lengkap regulasi merupakan cara untuk mengendalikan
manusia atau masyarakat dengan suatu aturan atau pembatasan tertentu. Penerapan
regulasi dapat dilakukan dengan berbagai macam bentuk, yakni pembatasan hukum,
yang diberi oleh pemerintah, oleh perusahaan dan sebagainya. Sedangkan istilah
pasar diartikan sabagai tempat pertemuan antara penjual dan pembeli untuk
mempertukarkan barang-barang mereka (tempat melakukan barter). Pengertian pasar
yang sering disarankan oleh para ahli ekonomi adalah sekumpulan pembeli dan
penjual yang melakukan transaksi atau sejumlah produk atau kelas produk
tertentu. Di lain pihak, para pengusaha sering mendefinisikan pasar berdasarkan
pengelompokan pelanggan sehingga dikenal berbagai jenis pasar, seperti pasar
kebutuhan, pasar produk, pasar demografis, dan pasar geografis. Bahkan, mereka
memperluas penggolongannya sehingga dikenal istilah pasar pemberi suara, pasar
tenaga kerja, dan pasar donor. (Kotler, 1997).
Pasar
juga dapat diartikan sebagai tempat terjadinya penawaran dan permintaan,
transaksi, tawar-menawar nilai (harga), dan atau terjadinya pemnidahan
kepemilikan melalui suatu kesepakatan antara pembeli dan penjual. Kesepakatan
tersebut dapat berupa kesepakatan harga, cara pembayaran, cara pengiriman,
tempat pengambilan atau penerimaan produk, jenis dan jumlah produk, spesifikasi
serta mutu produk, dan lain-lain kesepakatan yang berhubungan dengan pemindahan
kepemilikan produk.
Dengan demikian, pasar pertanian merupakan tempat dimana terdapat interaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan produk pertanian, terjadi tawar-menawar nilai produk, terjadi pemindahan kepemilikan, dan terjadi kesepakatan-kesepakatan yang berhubungan dengan pemindahan kepemilikan. Jika didasarkan pada konsep sistem agribisnis, maka pasar pertanian terdiri atas pasar input dan alat-alat pertanian, pasar produk pertanian, dan pasar produk industri pengolahan hasil pertanian atau pasar produk agroindustri. Maka dapat disimpulkan bahwa regulasi pasar adalah kebijakan yang mengatur segala aspek transaksi penjual dan pembeli terkait dengan penawaran dan permintaan, transaksi, tawar-menawar nilai (harga), dan atau terjadinya pemnidahan kepemilikan melalui suatu kesepakatan antara pembeli dan penjual.
Dengan demikian, pasar pertanian merupakan tempat dimana terdapat interaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan produk pertanian, terjadi tawar-menawar nilai produk, terjadi pemindahan kepemilikan, dan terjadi kesepakatan-kesepakatan yang berhubungan dengan pemindahan kepemilikan. Jika didasarkan pada konsep sistem agribisnis, maka pasar pertanian terdiri atas pasar input dan alat-alat pertanian, pasar produk pertanian, dan pasar produk industri pengolahan hasil pertanian atau pasar produk agroindustri. Maka dapat disimpulkan bahwa regulasi pasar adalah kebijakan yang mengatur segala aspek transaksi penjual dan pembeli terkait dengan penawaran dan permintaan, transaksi, tawar-menawar nilai (harga), dan atau terjadinya pemnidahan kepemilikan melalui suatu kesepakatan antara pembeli dan penjual.
Banyak regulasi atau kebijakan yang
terjadi dalam dunia pertanian. Snodgrass dan Wallace (1975) mendefenisikan
kebijakan pertanian sebagai usaha pemerintah untuk mencapai tingkat ekonomi
yang lebih baik dan kesejahteraan yang lebih tinggi secara bertahap dan kontinu
melalui pemilihan komoditi yang diprogramkan, produksi bahan makanan dan serat,
pemasaran, perbaikan structural, politik luar negeri, pemberian fasilitas dan
pendidikan. Widodo (1983) mengemukakan bahwa politik pertanian adalah bagian
dari politik ekonomi di sektor pertanian, sebagai salah satu sektor dalam
kehidupan ekonomi suatu masyarakat.
Menurut penjelasan ini, politik
pertanian merupakan sikap dan tindakan pemerintah atau kebijaksanaan pemerintah
dalam kehidupan pertanian. Kebijaksanaan pertanian adalah serangkaian tindakan
yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan
tertentu , seperti memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi
lebih produktif, produksi dan efesien produksi naik, tingkat hidup petani lebih
tinggi, dan kesejahteraan menjadi merata. Pendapat yang sama juga dikemukakan
oleh Sarma (1985). Selanjutnya dikemukakan bahwa tujuan umum politik pertanian
di Indonesia adalah untuk memajukan sektor pertanian, yang dalam pengertian
lebih lanjut meliputi:
1. Peningkatan
produktivitas dan efesiensi sektor pertanian
2. Peningkatan
produksi pertanian
3. Peningkatan
taraf hidup dan kesejahteraan petani, serta pemerataan tingkat pendapatan.
Ruang lingkup politik pertanian meliputi:
1. Kebijakan
produksi (production policy)
2. Kebijakan
subsidi (subsidy policy)
3. Kebijakan
investasi (investment policy)
4. Kebijakan
harga (price policy)
5. Kebijakan
pemasaran (marketing policy)
6. Kebijakan
konsumsi (consumption policy)
Untuk menjamin tercapainya
tujuan-tujuan tersebut, pemerintah mengeluarkan serangkaian
peraturan-peraturan.
Menurut Monke dan Pearson (1989),
politik pertanian dalah campur tangan pemerintah di sektor pertanian dengan
tujuan untuk meningkatkan efesiensi yang menyangkut alokasi sumber daya untuk
dapat menghasilkan output nasional yang maksimal dan memeratakan pendapatan,
yaitu mengalokasikan keuntungan pertanian antargolongan dan antardaerah,
keamanan persediaan jangka panjang. Dalam hal ini, kebijakan pertanian dibagi
menjadi 3 kebijakan dasar, antara lain:
1. Kebijakan
komoditi yang meliputi kebijakan harga komoditi, distorsi harga komoditi,
subsidi harga komoditi, dan kebijakan ekspor.
2. Kebijakan
faktor produksi yang meliputi kebijkan upah minimum, pajak dan subsidi faktor
produksi, kebijakan harga faktor produksi, dan perbaikan kualiatas faktor
produksi.
3. Kebijakan
makro ekonomi yang dibedakan menjadi kebijakan anggaran belanja, kebijakan
fiscal, dan perbaikan nilai tukar.
Mubyarto (1987) menyebutkan bahawa
politik pertanian pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah untuk
memperlancar dan mempercepat laju pembangunan pertanian, yang tidak saja
menyangkut kegiatan petani, tetapi juga perusahaan-perusahaan pengangkutan, perkapalan,
perbankan, asuransi, serta lembaga-lembaga pemerintah dan semi pemerintah yang
terkait dengan kegiatan sektor pertanian. Politik pertanian mempunyai kaitan
sangat erat dengan pengembangan sumber daya manusia, peningkatan efesiensi,
serta pembangunan pedesaan yang menyangkut seluruh aspek-aspek ekonomi, sosial,
politik, dan budaya dari penduduk pedesaan. Sejalan dengan pendapat Schuh
(1975). Mubyarto menyebutkan bahwa lingkup politik pertanian meliputi:
1. Politik
stabilitas jangka pendek
2. Peningkatan
pertumbuhan pertanian
3. Pengaturan
dan pengarahan perdagangan
4. Pengarahan
dan peningkatan mobilitas faktor-faktor produksi pertanian
5. Politik
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan sumber daya manusia
di bidang pertanian.
Dalam garis besarnya, politik ini
minimum berurusan dengan pendapatan, stabilitas, dan kesempatan yang merupakan
unsur utama dalam masalah-masalah usaha tani. Oleh karena itu, memungkinkan
adanya pengertian yang lebih mendalam tentang masalah-masalah ketidakstabilan
dan kompensasi, serta kemiskinan, pengangguran, dan pendapat yang sangat rendah
di pedesaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, perlu adanya perlakuan dan
pandangan bahwa masyarakat di pedesaan atau pertanian tidak kurang pentingnya
dari masyarakat keseluruhan dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Dalam pembangunan nasional, sektor
pertanian menempati priotitas penting. Sebagai komoditas pertanian, pangan
merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar, dianggap
strategis, serta sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional dan bahkan
politis. Terpenuhinya pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang
sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seluruhnya
dalam jangka panjang.
2.1 KEBIJAKAN
PRODUKSI (PRODUCTION POLICY)
Masalah pangan merupakan salah satu
masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses
pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyankut kesejahteraan
hidup dan kelangsungan hidup suatu bangsa karena merupakan salah satu kebutuhan
manusia, selama itu pula diperlukan pangan karena manusia tidak dapat bertahan
hidup lama tanpa makan.
Kedudukan pangan di Indonesia adalah salah satu sektor yang
sangat strategis karena:
1. Banyaknya
pihak yang terlibat dalam bidang produksi, pengolahan, dn distribusi
2. Meskipun
terlihat ada kecenderungan menurunnya total pengeluaran rumh tangga yang
dibelanjakan untuk konsumsi bahan pangan, namun masih merupakan bagian terbesar
dari seluruh pengeluarannya, terutma untuk pangan beras. Oleh karena itu,
pangan di Indonesia sering diidentikkan dengn beras memberikan sumbangan yang
cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan kalori dan gizi penduduk Indonesia.
Mengingat arti dan peranan pangan
yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia maka pemerintah Indonesia
selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduknya tidak saja
ditinjau dai segi kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas. Penyediaan pangan
yang cukup dapat lebih memantapkan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.
Penyediaan pangan dan gizi
menjadikan satu sarana yang harus selalu ditingkatkan sebagai landasan untuk
pembangunan manusia Indonesia dalam jangka panjang. Jika penyediaan pangan
tersebut dikaitkan dengan peningkatan mutu dan gizi penduduk maka dapat membawa
konsekuensi yang cukup berat, mengingat jumlah kebutuhan pangan akan selalu
meningkat. Dengan demikian pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan
tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia pada tingkat harga yang
layak, serta terjangkau oleh daya bermasyarakat.
Permasalahan pangan di Indonesia
karna adanya ciri-ciri di bidang konsumsi dan produksi. Ciri produksi pangan di
Indonesia antara lain:
1. Adanya
ketimpangan antara tempat yang berkaitan dengan kerumitan dalam pemasaran dan
distribusinya.
2. Selain
produksi pangan tidak merata menurut tempat, juga tidak merata menurut waktu
yang pada akhirnya akan menimbulkan kendala tambahan dalam struktur distribusi,
serta secara langsung akan berpengaruh terhadap harga yng akan diterima petani
dan yang harus dibayarkan oleh konsumen
3. Produksi
pertanian, khususnya padi-padian setiap tahun selalu berfluktuasi, dipengaruhi
oleh kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit tanaman, banjir, bencana alam
dan lain-lain.
4. Produksi
berada ditangan jutaan petani kecil yang tersebar tidak merata dan umumnya
mereka hanya mengusahakan lahan relative sempit kurang daro 0,5 Ha, sehingga
menyulitkan pengumpulan untuk didistribusikan kedaerah laen yang memerlukannya.
Mengingat upaya untuk mencapai
tingkat keseimbangan yang tinggi antara pangan dan kesempatan kerja adalah hal
yang sangat penting tidak saja ditinjau dari kesejahteraan sosial melainkan
juga merupakan usaha yang strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara
menyeluruh maka dengan adanya usaha tani yang areanya sempit dan tersebar
tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pengembangan produksi.
Sementara itu, konsumsi pangan di Indonesia mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya
perbedaaan dalam pola konsumi antar tempat. Secara umum, pola konsumsi pangan
di Indonesia digolongkan menjadi dua yaitu daerah yang masyarakatnya merupakan
konsumen beras utama atau mengarah ke beras dan daerah yang masyarakatnya di
samping mengkonsumsi beras juga mengkonsumsi bahan bukan beras sebagai bahan
pokoknya
2. Tingkat
konsumsi yang berbeda antar tempat lebih mempersulit keadaan dalam alokasi dan
distribusi pangan.
3. Konsumsi
pangan meningkat terus, khususnya beras.
4. Jumlah
penduduk yang cukup besar dan meningkat terus membawa konsekuensi untuk terus
meningkatkan penyeediaan kebutuhan pangan.
5. Tidak
meratanya penyebaran penduduk antar daerah membawa dampak terhadap masalah
distribusi pangan .
2.1.1 Kebijakan Peningkatan Produksi Untuk Mencapai SwasembadaPangan
Peningkatan produksi pangan akan
mempunyai dampak yang sangat luas terhadap laju pertumbuhan di Indonesia.
Selain untuk mancapai swasembada, pembangunan, pertanian, tanaman pangan juga
dibutuhkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tani. Semua ini dapat
dicapai melalui peingkatan produksi.
Usaha intensifikasi dimaksudkan
untuk meningkatkan produktivitas sumber daya alam dari area hutan, pengairan,
dan pertanian, baik tanah sawah, sawah pasang surut, tanah kering, dan
sebagainya dengan menggunakan segala sarana produksi, seperti air, benih
unggul, pestisida, dan sebagainya.
Kebijakan peningkatan produksi
pangan ditempuh melalui penerapan inovasi panca usaha tani, seperti penggunaan
benih varietas unggul, pemupukan, pengendalian hama terpadu, pengairan,
peralatan untuk pengolahan lahan, tersedianya kredit tani dan sebagainya.
Inovasi ini kemudian menjadi “Sapta Usaha Tani”. Kebijakan ini memerlukan
dukungan dalam upaya mengatasi gejala leveling off (tren
penurunan produksi setelah melewati puncak peningkatan produksi) yang selalu
terasa pada periode-periode tertentu.
Untuk menunjang keberhasilan program
keberhasilan program peningkatan produksi pangan guna mencapai swasembada
tersebut, pemerintah telah mengantisipasinya melalui serangkaian
kebijakan-kebijakan:
1. Kebijakan
bidang pembenihan
2. Sarana
produksi, pupuk, dan pestisida
3. Kebijakan
bidang perkreditan
4. Kebijakan
bidang perairan
5. Kebijakan
diseversifikasi usaha tani
6. Kebijakan
bidang penyuluhan
7. Kebijakan
harga input dan output
8. Kebijakan
penanganan pasca panen
2.1.2 Diversifikasi
Komoditi
Diversifikasi di sektor pertanian
sebenarnya sudah merupakan kebijakan yang cukup lama, tetapi pengembangannhya
masih relatif tertinggal karena beberapa hal:
1. Titik
perhatian penentu kebijakan sejauh ini masih terpusat pda usaha untuk mencapai
swasembada beras. Meskipun sudah tercapai pada tahun 1984, sumber daya yang ada
masih juga terserap untuk mempertahankan swasembada tersebut.
2. Pengembangan
teknologi budi daya komoditi di luar padi masih juga tertinggal.
3. Kebijakan
di bidang pemasaran masih condong pada pencapaian target komoditi padi.
Di bidang produksi, pengertian diversifikasi menyangkut 2
hal, antara lain:
1. Diversifikasi
horizontal, yaitu diversifikasi yang berkaitan dengan produksi, yang dalam hal
ini harus ditumbuhkan kesediaan petani produsen untuk menanam berbagai tanaman
di lahan yang dikuasainya dengan tetap memperhatikan prinsip keuntungan
komparatif terhadap penggunaan sumber daya alam dan sosial ekonomi setempat.
2. Diversifikasi
vertikal, yaitu yang berhubungan dengan sisi permintaan, yang lebih menekankan
pada masalah penanganan lepas panen sejak dari tahap proses perdagangan sampai
pada tahap konsumsinya.
Dalam pengembangan diversifikasi
ini, salah satu prasyaratyang sangat penting adalah adanya informasi yang
akurat tentang sifat-sifat lahan, aspirasi dan kemampuan petani, serta
tersedianya sarana pendukung, seperti jalan, pasar,perkreditan, maupun peranan
wilayah dalam perencanaan nasional.
Kebutuhan akan diversifikasi di
sektor pertanian sebenarnya merupakan suatu proses alamiah karena adanya
peningkatan lebih lanjut dari kemakmuran masyarakat yang mendorong ke arah
adanya perbaikan gizi yang bersumber pada perlunya diversifikasi konsumsi.\
2.2 KEBIJAKAN
SUBSIDI (SUBSIDY POLICY)
Subsidi diartikan sebagai pembayaran
sebagian harga oleh pemerintah sehingga harga dalam negeri lebih rendah
daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditi atau harga internasionalnya.
Ada 2 macam subsidi, yaitu subsidi harga produksi dan subsidi harga faktor
produksi.
Subsidi harga produksi melindungi
konsumen dalam negeri, artinya konsumen dala negeri dapat membeli barang yang
harganya lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatannya atau harga
internasionalnya. Subsidi harga faktor produksi bertujuan untuk melindungi
produsen dalam negeri dan dilakukan untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
Bentuk subsidi harga faktor produksi dapat berupa biaya angkut faktor produksi
ke pelosok atau perbedaan tingkat bunga bank dalam pengambilan kredit.
Disamping itu bertujuan untuk melindungi produsen dan konsumen, kebijakan
subsidi juga bertujuan untuk memperluas lapangan kerja dan meningkatkan
produksi komoditas tertentu untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
2.2.1 Subsidi
Harga Produksi
Subsidi ini bertujuan melindungi
konsumen dalam negeri, artinya konsumen dalam negeri dapat membeli barang yang harganya
lebih rendah daripada biaya rata-rata pembuatan suatu komoditas atau harga
internasionalnya. Untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian, khususnya
beras, pemerintah memberikan subsidi harga faktor produksi, seperti pupuk,
pestisida, dan bibit. Subsidi untuk usaha tani padi yang ditanggung oleh
pemerintah untuk mengimpor atau memproduksi pupuk dalam negeri.
2.2.2 Subsidi
Harga Faktor Produksi
Untuk membeli pupuk yang harganya
masih relatif mahal, seringkali petani tidak memiliki uang tunai. Untuk itu,
petani dapat memperoleh kredit dengan bunga yang relatif rendah. Selisih antara
bunga bank sesungguhnya dengan bunga yang harus ditanggung petani, dibayarkan
oleh pemerinth dalam bentuk subsidi kepada petani. Selain melindungi produsen dan
konsumen, subsidi juga bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja dan
meningkatkan produksi komoditas tertentu untuk mengurangi ketergantungan
terhadap impor.
Subsidi pupuk di Indonesia dimulai
tahun 1971, yaitu untuk melengkapi introduksi varietas padi unggul baru.
Varietas padi unggul baru tersebut sangat responsive terhadap pupuk. Pengalaman
suksesnya subsidi pupuk yang mendorong penggunaan pupuk dan pada giliran
selanjutnya berpengaruh terhadap peningkatan produksi merupakan bukti bahwa
sesungguhnya petani sangat respon terhadap harga input produksi, tetapi
kesuksesan ini juga mempertahankan swasembada, penarikan kembali subsidi faktor
produksi ( misalnya, pupuk) harus diikuti dengan peningkatan rasio harga output
dan harga input.
2.3 KEBIJAKAN
INVESTASI (INVESTMENT POLICY)
Kebijakan investasi di Indonesia
dikeluarkan oleh badan koordinasi penanaman modal (BKPM) dengan dukungan dari
departemen-departemen teknis terkait. BKPM menetapkan skala prioritas untuk
usaha tertentu, misalnya pembukaan usaha besar diharapkan menghindari
persaingan dengan usaha petani.
Berbagai kebijakan investasi
dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk merangsang investasi baik oleh
swasta nasional maupun swasta asing, namun sampai saat ini investasi dalam
sektor pertanian masih relatif kecil. Hal ini disebabkan faktor keuntungan yang
dapat diperoleh umumnya lebih kecil dibandingkan investasi disektor industri
dan jasa serta berisiko lebih besar dibandingkan dengan sektor industri dan
jasa.
2.4 KEBIJAKAN
HARGA ( PRICE POLICY )
Harga merupakan cerminan dari
interaksi antara penawaran dan permintaan yang bersumber dari sektor rumah
tangga (sebagai sektor konsumsi) dan sektor industri (sebagai sektor produksi).
Penetapan harga dasar oleh
pemerintah menimbulkan konsekuensi lanjut terhadap pemerintah sehingga
pemerintah harus ikut campur tangan dalam rantai pemasaran karena
adanya imperfeksi pasaryang merugikan produsen dan atau konsumen.
Kebijakan harga produk pertanian
bertujuan untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari tujuan-tujuan berikut :
1. Kontribusi
terhadap anggaran pemerintah.
2. Pertumbuhan
devisa negara.
3. Mengurangi
ketidakstabilan harga.
4. Memperbaiki
distribusi pemasaran dan alokasi sumber daya.
5. Memberikan
arah produksi, serta meningkatkan taraf swasenbada pangan dan serat-seratan.
6. Meningkatkan
pendapatan dan taraf kesejahteraan penduduk.
Keadaan produsen dikatakan lebih
baik apabila surplus produsen lebih tinggi dan sebaliknya keadaan konsumen
dikatakan lebih baik bila surplus konsumen mengalami kenaikan.
2.4.1 MEKANISME
KEBIJAKAN HARGA DASAR ( FLOOR PRICE )
Pada musim panen, pemerintah perlu
menetapkan harga dasar beras dengan tujuan untuk melindungi produsen beras.
Harga dasar ini akan berpengaruh efektif apabila ditetapkan diatas harga
ekuilibrium (harga pasar yang berlaku). Harga dasar yang efektif mengakibatkan
kelebihan penawaran sehingga terdapat surplus beras yang tidak terjual.
2.4.2 MEKANISME
KEBIJAKAN HARGA TERTINGGI ( CEILING PRICE )
Berbeda dengan penetapan harga dasar
yang bertujuan untuk melindungi produsen , penetapan harga maksimum adalah
untuk melindungi konsumen. Artinya, membeli beras pada waktu terjadi kelebihan
penawaran dan mengeluarkan stok beras pada waktu terjadi kelebihan permintaan.
Ini berarti bahwa Bulog membeli beras pada saat harga rendah (pada musim panen
raya) dan menjualnya kembali pada saat harga tinggi (pada musim paceklik).
2.4.3 HARGA
PERANGSANG ( PRICE SUPPORT )
Apabila tidak ada stok nasional dan
terjadi kelebihan permintaan(excess demand) di pasar domestic
maka pemerintah dapat memenuhi kebutuhan beras dengan 2 cara, yaitu mengimpor
atau miningkatkan produksi dalam negeri. Apabila pemerintah mengurangi ketergantungan
dari luar negeri dan memilih usaha peningkatan produksi dalam negeri maka salah
satu caranya adalah dengan menerapkan harga perangsang(price
support).
2.5 KEBIJAKAN
PEMASARAN ( MARKET POLICY )
Kegiatan pemerintah untuk mengatur
distribusi barang (terutgama beras) antar daerah dan atau antar waktu sehingga
diantara harga yang dibayarkan konsumen akhir dan harga yang diterima oleh
produsen terdapan marjin pemasaran dalam jumlah tertentu sehingga dapat
merangsang proses produksi dan proses pemasaran.
Pemasaran yang tidak efisien
menyebabkan bagian petani(farmer’s share) menjadi kecil, yang pada
gilirannya tidak akan merangsang peninggkatan produksi lebih lanjut. Efisiensi
pemasaran biasanya diukur dari besar-kecilnya margin pemasaran, setelah
mempertimbangkan berbagai fungsi yang dijalankan dalam kegiatan pemasaran
tersebut.
2.5.1 MARGIN
PEMASARAN
Perbedaan harga yang dibayarkan oleh
konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen disebut dengan margin
pemasaran, yang dirumuskan sebagai berikut :
M = Pr-Pf
Dimana :
M : Margin Pemasaran
Pr : Harga ditingkat pengecer
(retail price).
Pf : Harga ditingkat petani
(farn gate price).
Selain menerima keuntungan, lembaga
pemasaran juga telah mengeluarkan sejumlah biaya untuk menjalankan
fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi- fungsi pemasaran yang dijalankan
oleh lembaga pemasaran dapat berupa penyimpanan (storage),
penggolongan mutu(gradding), standarisasi (standardization), transportasi (transportation),dan
pengolahan (processing). Dengan demikian, margin pemasaran
sama dengan keuntungan ditambah biaya untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran
atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
M = II + CM
Dimana :
M : Marjin
pemasaran.
II : Keuntungan
lembaga pemasaran.
CM : Biaya yang
dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk menjalankan
fungsi pemasaran.
Selisih antara harga ditingkat
pengecer dn harga ditingkat petani disebut margin pemasaran yang besarnya sama
dengan hasil kali antara selisih harga tersebut dengan jumlah yang dipasarkan.
2.5.2 KESEIMBANGAN
ANTARTEMPAT
Untuk meningkatkan guna antartempat
dibutuhkan biaya transfer, sedangkan untuk meningkatkan guna antarwaktu
dibutuhkan biaya penyimpanan. Keseimbangan antartempat dibedakan menjadi 2,
yaitu keseimbangan antar tempat tanpa biaya transfer dan keseimbangan
antartempat dengan biaya transfer. Biaya transfer adalah biaya yang dibutuhkan
untuk memindahkan barang antar dua tempat.
Untuk melancarkan pemasaran
hasil-hasil pertanian, pemerintah menentukan berbagai kebijakan, antara lain
menetapkan rantai pemasaran yang sependek mungkin, membentuk kantor pemasaran
bersama atau menetapkan pola, serta menunjuk distributor dan pengecer tertentu
untuk komoditi yang tertentu pula.
2.6 KEBIJAKAN
KONSUMSI ( CONSUMPTION POLICY )
Undang-undang RI No. 7 THN 1996
tentang pangan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, serta pembuatan makan atau minuman.
Perubahan orientasi pembangunan di bidang pangan
meliputi 5 aspek, antara lain :
1. Dari
orientasi swasembada beras menjadi swasembada pangann.
2. Orientasi
pemenuhan kuantitas menjadi orientasi yang menekankan kepada kualitas pangan.
3. Orientasi
yang berupaya untuk mengatasi situasi yang berlebih melalui mekanisme pasar.
4. Orientasi
yang menekankan pada upaya mencukupi kebutuhan pangan melalui peningkatan
produksi, menjadi orientasi untuk menghasilkan atau memproduksi
pangan yang sesuai dengan permintaan pasar.
5. Orientasi
yang menitikberatkan kepada komoditas tunggal menjadi orientasi kapada pangan
yang beranekaragam.
Keterkaitan antara pendapatan dan
permintaan akan pangan disebutkan dalam teori haga bahwa semakin tinggi harga
suatu barang cenderung akan mengurangi permintaan akan barang tersebut dan
sebaliknya.
Pada dasarnya, keragaman atau
diversifikasi pangan mencakup 3 lingkup pengertian yang satu sama lain saling
berkaitan, yaitu divesifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan
pangan, dan diversifikasi produksi pangan. Pengetahuan tentang permintaan
terhadap keanekaragaman yang direfleksikan oleh perkembangan keanekaragaman
konsumsi pangan merupakan hal yang penting berdasarkan beberapa alas an, antara
lain :
1. Dalam
lingkup kepentingan nasional, pengurangan konsumsi beras akan memberikan dampak
positif terhadap kelestarian swasembada atau ketahanan dan keamanan pangan.
2. Diversifikasi
konsumsi akan mengubah alokasi sumber daya kea rah yang lebih efesien,
fleksibel, dan stabil.
3. Keanekaragaman
pangan juga penting dilihat dari segi nutrisi.
4. Pengetahuan
tentang ketahanan pangan juga akan berguna dalam perumusan strategi
pengembangan sistem pangan yang menyangkut segala sesuatu yang berhubungan
dengan pengaturan, pembinaan, serta pengawasan terhadap kegiatan atau proses
produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi
oleh manusia.
Pemerintah juga meluncurkan Gerakan
Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi dalam rangka mencapai cukup
pangan dan bebas gizi buruk. Kebijakan ini diharapkan dapat mengatasi masalah
gizi buruk yang dialami oleh 1,7 juta anak balita dengan melibatkan sektor
lain, diantaranya sektor kesehatan dan pengembangan wilayah.
2.7. Daya Tawar produk pertanian
Untuk menolong petani, sebenarnya
pemerintah Indonesia sudah pernah memberikan subsidi kepada petani, seperti
subsidi terhadap pupuk pertanian. Namun ternyata dengan sistem yang ada, tidak
efektif. Sering kita dengar, ketika musim tanam tiba-tiba pupuk hilang dari
pasaran dan akhirnya petani membeli dari pasar gelap yang harganya sangat
mahal.
Hal ini disebabkan, kebijakan yang
dikeluarkan tidak diikuti dengan pengawasan yang kuat. Lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah yang berperan mengawasi distribusi pupuk hingga ke petani,
sangat lemah. Hal ini mempengaruhi tidak maksimalnya sistem distribusi pupuk.
Itulah sebabnya selalu terulang, pupuk menghilang di pasaran ketika petani
bersiap-siap memulai musim tanam.
Di samping itu, kebijakan yang tidak
bersahabat terhadap petani sering sekali diambil oleh pemerintah dengan alasan
mencegah inflasi. Ketika terjadi kekurangan stok pemerintah tanpa pikir panjang
melakukan impor beras. Kebijakan ini jelas semakin menghancurkan harga jual
produk pertanian lokal. Sementara saat produksi surplus juga terjadi penurunan
harga gabah yang cukup signifikan di tengah petani produksi tanpa bisa di atur
oleh pemerintah, sehingga lengkaplah sudah bahwa petani Indonesia
termarginalkan di sebuah negara agraris.
Ada beberapa hal yang memposisikan
kelemahan daya tawar petani terhadap pembeli produknya, antara lain umumnya
disebabkan karena faktor keterbatasan sarana dan prasarana, permodalan serta
akses informasi pasar.
Faktor keterbatasan ini,
mengakibatkan ketergantungan terhadap rentenir, akibatnya sebanyak 40 persen
dari hasil penjualan panenan menjadi milik para rentenir atau tengkulak.
Keadaan ini membuat peningkatan produktivitas pertanian tidak lagi menjadi jaminan
akan memberikan keuntungan layak bagi petani.
Kondisi ini semakin parah karena di
antara petani produsen Indonesia yang sebahagian besar adalah rumah tangga
miskin, luas lahan yang terbatas dan modal kerja yang minim tidak mempunyai
suatu kelembagaan yang mampu mengorganisasi mereka sehingga menjadi berdaya.
Upaya yang harus dilakukan adalah menaikkan daya tawar
petani produsen, karena persoalan mendasarnya adalah posisi lemah petani dalam
permainan pasar, dan posisi lemah pada relasi dengan pelaku ekonomi lainnya.
Kelemahan dalam pemasaran terjadi karena dominasi tengkulak dalam menentukan
harga jual produk pertanian di tingkat petani. Ketergantungan pemenuhan modal
kerja untuk pembelian sarana produksi dari tengkulak atau pemodal menyebabkan
praktek ijon dan penentuan harga jual yang tidak bisa dielakan petani.
2.8. Perbandingan Efisiensi
Menurut Beierlein dan
Michael (1991 : 326), Efficiency, The level n/ output divided by the level
input required to achieve it (efisiensi inilah output dibagi dengan jumlah
input yang dibutuhkan untuk menghasilkan output). Sedangkan menurut Downey dan
Steven (I992:500), efisiensi adalah rasio yang mengukur keluaran atau produksi
suatu sistem atau proses untuk setiap unit masukan.
Sebelum meninjau efisiensi pemasaran komoditas;
pertanian, terlebih kita tinjau efisiensi ekanomi. Menurut Beierlein dan
Michael (1991 :326) Economic efficiency, the point in, the production function
where profits are maxsimized Technical is normally a prerequisite to efficiency
(efisiensi ekonom; suatu titik, pada fungsi produksi dimana profitnya maksimum.
Teknik, merupakan syarat mutlak untuk efisiensi ekonomi).
Ada tiga kriteria umum efisiensi ekonomi, yaitu
pertama, efisiensi produksi, dicapai pada saat tingkat subsitusi marginal
antara dua faktor produksi adalah sama untuk semua pengunaannya. Kedua,
efisiensi distribusi, dicapai jika terjadi distribusi komoditas¬-komoditas di
antara konsumen-konsumen secara sasial efisiensi, artinya tingkat subsitusi
marginal dan produk adalah sama untuk semua konsumen. Ketiga; kombinasi produk
optimun tercapai saat kegunaan marginal relatif-antara dua produk Sama dengan
tingkat transformasi marginal di antara produk-produk tersebut.
Efisiensi pemasaran (marketing effutiency) merupakan
tolak ukur atas produktiyitas proses pemasaran dengan membandingkan sumberbiaya
yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama berlangsungnya proses
pemasaran (Downay dan Steven, 1992:500). Menurut Crammer dan Jensen (1994.43),
marketing efficiency is measured by comparing output and input, value. Output
value are based on consumer valuation of a good, and input value. (cost) are
determined by the of alternative production (Efisiensi pemasaran diukur dengan
membandingkan nilai output dan input. Nilai output adalah gada penilaian.konsumen
tentang produk dan nilai input (biaya) ditentukan oleh produksi altematif)
Efisiensi pemasaran dapat didefinisikan sebagai
peningkatan rasio output-input yang dapat dicapai dengan cara, yaitu pertama,
output tetap konstan sedangkan input mengecil; kedua, output meningkat
sedangkan input tetap konstan; ketiga; output meningkat dalam kadar yang lebih
tinggi daripada peningkatan input; dan keempat, output menurun dalam kadar yang
lebih rendah ketimbang penurunan input. Dua dimensi yang berbeda dari efisiensi
pemasaran dapat meningkatkan rasio output dan input yaitu efisiensi operasional
dan efisiensi penetapan harga. Menurut Downey dan Erickson (1992: 501),
efisiensi penetapan harga merupakan suatu dimensi mengenai¬ efisiensi pemasaran
yang mengukur sejauh-mana ketetapan harga pasar dalam' mencerminkan biaya
produksi dan pemasaran di¬sepanjang sistem pemasaran keselutuhart. Sedangkan
efsiensi operasional merupakan snatu dimensi dari efisensi pemasaran yang
mengukur produktivitas penyediaan jasa pemasaran di dalam perusahaan itu
sendiri.
Dari
sudut pandang marketing mix, efisiensi pemasaran menurut Downey dan Erickson
(1992) cif Haryunik (2002: 17) dapat dilihat dari masing'-masing elemen, yaitu:
1. Efisiensi
produk merupakan usaha untuk menghasilkan suatu produk melalui penghematan
harga serta penyederhanaan prosedur teknis produksi dalam usaha mencapai target
produksi gana memperoleh keuntungan maksimum
2. Efisiensi
distribusi dinyatakan sebagai produk dari prodtisen menuju ke pasarsasaran
melalui saluran distribusi yang pendek atau berusaha menghilangkan satu atau
lebih mata rantai pemasaranyang panjang di mana distribusi produk berlangsung
dengan tindakan penghematan biaya dan waktu
3. Efisiensi
harga yang menguntungkan pihak produsen dan konsumen diikuti dengan keuntungan
yang layak diambil oleh setiap mata rantai pemasaran sehingga harga yang
terjadi di tingkat petani tidak berbeda jauh dengan harga yang terjadi di
tingkat konsumen akhir.
4. Efisiensi
promosi mencerminkan penghematan biaya dalam melaksanakan pemberitahuan di
pasar sasaian mengenai produk yang tepat; meliputi penjualan perorangan atau
massal dan promosi penjualan
Menurut Mubyarto (1985) cit Haryunik (2002 : 16)
efisiensi pemasaran untuk komoditas pertanian dalam suatu sistem pemasaran
dianggap efisien apabila
1. mampu menyampaikan hasil-hasil
dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semuwah-murahnya, dan
2. mampu mengadakan pembagian yang
adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang
ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran;
Efisiensi pemasaran komoditas pertanian merupakan
rasio yang mengukur keluaran atau produksi komoditas pertanian suatu sistem
atau proses untuk setiap unit masukan dengan membandingkan sumber daya yang
digunakan terhadap keluaran (output) yang dihasilkan selama berlangsungnya
proses pemasaran komoditas pertanian dengan melalui efisiensi penetapan harga
dari efisiensi operasional ataupun efisiensi ekonomi (efisiensi produksi,
efisiensi distribusi, dan kombinasi produk optimum).
Pasar komoditas pertanian yang tidak efisien akan
terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan
jumlahnya tidak terlalu besar. Efisiensi pemasaran dapat terjadi, yaitu
pertama, jika biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat
lebih tinggi; kedua, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan
produsen tidak terlalu tinggi; ketiga; tersedianya fasilitas fisik pemasaran;
dan keempat adanya kompetisi pasar yang sehat.
Tindakan yang perlu diketahui oleh produsen dan
konsumen dalam melakukan efisiensi pemasaran adalah pertama, struktur pasar
(market structure) yang terdiri-atas ukuran (besar-kecilnya) dari jumlah
produsen (selaku penjual) dan jumlah konsumen (selaku pembeli); kedua, sistem
keluar masuknya barang perlu diketahui, ketiga, komoditas pertanian mempunyai
sifat yang khusus dalam pcmasaran, misalnya mudah rusak, bulky dan musiman.
Kemudian pelaksanaan pasar (market conduct) terdiri dari empat aspek; pertama,
bagaimana barang tersebut membentuk harga, kedua, apakah barang tersebut tidak
dikenakan pajak yang sama atau berbeda menurut kualitas dan kuantitas barang
yang dipasarkan, ketiga, apakah berdagang pada barang yang sama terjadi secara
jelas di pasar? dan keempat, apakah dalam menganalisanya ba¬rang dari produsen
ke konsumen tersebut diperlukan perlakuan ¬perlakuan khusus agar kualitas
produk memenuhi selera konsumen? Selanjutnya, pelaku harus memahami penampilan
pasar (rnarket performance) agar mampu membaca secara jelas mekanisme pemasaran
itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahsan di atas dapat
disimpulkan bahwa regulasi pasar adalah kebijakan yang mengatur segala aspek
transaksi penjual dan pembeli terkait dengan penawaran
dan permintaan, transaksi, tawar-menawar nilai (harga), dan atau terjadinya
pemnidahan kepemilikan melalui suatu kesepakatan antara pembeli dan penjual.
Hal tersebut juga terkait dengan pertanian yang terdapat permintaan dan
penawaran juga didalam kegiatannya.
Kebijakan pertanian kita adalah
memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif,
produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan
kesejahteraan petani meningkat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini,
pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan
tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah,
Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi
menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies)
dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies).
Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturanrayoneering dalam
perdagangan/distribusi pupuk.
Selain itu masalah yang sering
membayangi para petani adalah masalah daya tawar. Ada beberapa hal yang
memposisikan kelemahan daya tawar petani terhadap pembeli produknya, antara
lain umumnya disebabkan karena faktor keterbatasan sarana dan prasarana,
permodalan serta akses informasi pasar. Faktor keterbatasan ini, mengakibatkan
ketergantungan terhadap rentenir.
Sedangkan perbandingan efesiensi
terkait dengan output dibagi dengan jumlah input yang dibutuhkan untuk menghasilkan
output. Melalui perbandingan tersebut maka diharapkan akan diperoleh keuntungan
maksimum.
3.2 SARAN
melihat fenomena- fenomena yang
terjadi pada para petani dalam usaha pertaniannya maka pemerintah perlu
mengembangkan regulasi yang lebih baik lagi dengan mempertimbangkan kebutuhan
dari para petani. Untuk itu pelaksanaan regulasi harus mengedepankan interaksi
yang baik antara pemerintah sebagai subjek pembuat regulasi dan para petani
sebagai objek regulasi.
Selain itu peningkatam daya tawar
juga perlu dikedepankan dengan cara meningkatkan permodalan dan penyediaan
sarana dan prsarana yang mencukupi kebutuhan para petani.
Daftar Pustaka
http://www.databasekonten.com/2015/01/pengertian-regulasi-adalah.html
(19 februari 2015)
http://dilihatya.com/2975/pengertian-regulasi-menurut-para-ahli-adalah (
19 februari 2015)
http://goodwisdoms.blogspot.com/2010/11/pengertian-pasar-pertanian.html(
19 februari 2015)
http://eprints.undip.ac.id/40969/2/Bab_I.pdf(
19 februari 2015)
https://www.google.com/search?q=pebandingan+efisiensi&ie=utf-8&oe=utf-8(
19 februari 2015)
https://www.google.com/search?q=pasar+pertanian&ie=utf-8&oe=utf-8(
19 februari 2015)
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut